Badannya kecil. Tingginya tak sampai 160 sentimeter dan beratnya tak sampai 45 kilogram. Namun, siapa sangka gadis muda berjilbab itu cukup tangguh masuk hutan menghadapi satwa-satwa liar di kawasan konservasi Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC), Lampung Barat.
Kurnia Latifiana namanya. Kepada Antara, dia minta dipanggil Nia meskipun beberapa kawannya di TWNC memanggilnya dengan sebutan "Kur". Gadis kelahiran Yogyakarta 25 tahun lalu itu bergabung dengan TWNC sejak September 2012.
"Waktu itu saya baru saja selesai ikut penelitian tentang amfibi di Gunung Merapi. Saya mendapat informasi tentang TWNC dari dosen saya," kata alumnus Fakultas Kehutanan, Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta itu.
Keluar masuk hutan untuk meneliti kehidupan flora dan fauna sudah bukan hal yang asing baginya. Meskipun tak pernah bergabung dengan kelompok pecinta alam, tetapi kuliahnya di Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan UGM sudah membiasakan Nia untuk keluar masuk hutan.
"Sebenarnya pilihan pertama saya saat seleksi mahasiswa baru dulu adalah arsitektur. Pilihan kedua baru kehutanan setelah disarankan oleh orang tua karena melihat saya anaknya suka main," tuturnya.
Cita-cita Nia untuk menjadi arsitek dan membangun "hutan-hutan gedung" rupanya bukan menjadi jalan hidupnya sehingga Tuhan memberikan jalan lain baginya untuk menjadi seorang naturalis. Dia pun akhirnya kuliah mempelajari hutan-hutan alam dan konservasi.
Di TWNC, Nia sesekali harus masuk ke dalam hutan selama 10 hari bersama tim untuk menyurvei flora dan fauna yang ada di kawasan konservasi yang termasuk dalam Taman Nasional Bukit Barisan Selatan itu. Di dalam tim yang beranggotakan empat orang, hanya dia sendiri yang perempuan.
Saat ditanya, apakah sebagai perempuan dia tidak ada halangan sama sekali untuk masuk hutan, Nia dengan tegas menjawab tidak ada. Namun, dia mengaku belum pernah masuk ke hutan saat sedang menstruasi.
"Selama ini belum pernah. Tapi sepertinya memang tidak dilarang masuk hutan saat menstruasi," ujarnya.
Di hutan 10 hari apakah tidak mandi? "Ya tergantung. Kalau ketemu sungai disempatkan untuk mandi," jawabnya.
Nia mengatakan tugasnya di TWNC bukan hanya survei keluar masuk hutan, tetapi juga merekapitulasi data yang diperoleh tim survei lainnya. Dia hanya masuk hutan saat tugasnya merekapitulasi data sudah selesai dia kerjakan.
Survei burung
Nia mengatakan saat ini TWNC yang dikelola Artha Graha Peduli pimpinan pengusaha Tomy Winata sedang fokus untuk menyurvei spesies burung dan mamalia yang ada di kawasan konservasi. Menurut dia, di TWNC terdapat 60 hingga 70 spesies burung dan kurang lebih 10 jenis mamalia.
"Sebenarnya masih ada jenis flora dan fauna lainnya. Sekarang memang sedang fokus ke burung karena burung lebih mudah diamati dan ditemui. Namun kalau saat survei menemui flora dan fauna lainnya sekalian didata," katanya.
Nia mengaku tidak takut masuk ke dalam hutan, kendati di kawasan konservasi itu ada lima ekor harimau yang dilepasliarkan. Menurut dia, harimau memiliki area teritorial masing-masing dan biasanya menghindari manusia.
"Harimau hanya menyerang kalau dia diganggu atau area teritorialnya dirusak," ujarnya.
Meskipun mengaku senang dengan aktivitasnya keluar masuk hutan serta mendata flora dan fauna yang ada, tetapi Nia pernah juga mengalami kejadian yang cukup menegangkan.
Saat itu, dia bersama tim sedang menyurvei burung-burung di Pulau Kirin yang masuk dalam kawasan TWNC. Dalam menyurvei, tentu saja harus masuk ke bagian dalam pulau yang lebat.
Ketika masuk ke dalam rerimbunan pohon yang menyerupai lorong, ternyata Nia dan tim bukannya menemukan burung jenis baru tetapi seekor buaya muara yang sedang mengerami telurnya.
"Ternyata lorong itu adalah sarang buaya muara. Tim akhirnya tidak jadi masuk supaya tidak mengganggu buaya tersebut," tuturnya.
Sebagai mantan mahasiswi kehutanan, Nia juga mengaku mengamati pohon-pohon yang ada di kawasan konservasi itu. Dia mengatakan ada beberapa jenis pohon seperti meranti, beringin dan damar di hutan tersebut.
Yang menarik, kata dia, pohon-pohon di hutan itu harus bersaing satu sama lain untuk mendapatkan sinar matahari. Namun, pohon-pohon besar yang ada di hutan itu justru seringkali kalah dengan tanaman gulma, yaitu mantangan (Merremia sp) salah satu jenis tanaman merambat.
"Tanaman mantangan itu merambat lebih tinggi dari pohon yang dia rambati sehingga menutupi sinar matahari. Beberapa pohon hampir mati karena tidak mendapat sinar matahari akibat dihalangi tanaman mantangan," paparnya.
Tarzan modern"
Pendiri TWNC Tomy Winata mengatakan keberadaan Nia di kawasan konservasi tersebut membuktikan bahwa tidak perlu harus seorang laki-laki berbadan besar untuk menjadi "tarzan modern" yang cinta lingkungan dan konservasi alam.
"Anaknya kecil tapi tangguh, berani masuk hutan 10 hari dan tidur di tempat tidur gantung. Dia juga berjilbab sehingga membuktikan kecintaan pada lingkungan dan konservasi tidak menghalanginya untuk beragama," katanya.
Menurut Tomy, dunia saat ini memerlukan anak-anak muda yang bisa menjadi "tarzan modern", yaitu anak muda yang mau menjaga dan melindungi alam serta konservasi alam liar, bukannya merusak.
TWNC yang berluas 45 ribu hektar, kata Tomy, hanyalah bagian kecil dari seluruh hutan konservasi di Indonesia yang saat ini mencapai 28 juta hektar. Hutan-hutan dan kawasan konservasi itu memerlukan orang-orang yang mau melindungi dan melestarikan.
"Perlu orang yang punya hati untuk melestarikan alam. Tidak perlu orang pintar, asalkan dia punya hati dan kemauan, sudah cukup untuk melestarikan alam," tuturnya.
Kurnia Latifiana namanya. Kepada Antara, dia minta dipanggil Nia meskipun beberapa kawannya di TWNC memanggilnya dengan sebutan "Kur". Gadis kelahiran Yogyakarta 25 tahun lalu itu bergabung dengan TWNC sejak September 2012.
"Waktu itu saya baru saja selesai ikut penelitian tentang amfibi di Gunung Merapi. Saya mendapat informasi tentang TWNC dari dosen saya," kata alumnus Fakultas Kehutanan, Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta itu.
Keluar masuk hutan untuk meneliti kehidupan flora dan fauna sudah bukan hal yang asing baginya. Meskipun tak pernah bergabung dengan kelompok pecinta alam, tetapi kuliahnya di Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan UGM sudah membiasakan Nia untuk keluar masuk hutan.
"Sebenarnya pilihan pertama saya saat seleksi mahasiswa baru dulu adalah arsitektur. Pilihan kedua baru kehutanan setelah disarankan oleh orang tua karena melihat saya anaknya suka main," tuturnya.
Cita-cita Nia untuk menjadi arsitek dan membangun "hutan-hutan gedung" rupanya bukan menjadi jalan hidupnya sehingga Tuhan memberikan jalan lain baginya untuk menjadi seorang naturalis. Dia pun akhirnya kuliah mempelajari hutan-hutan alam dan konservasi.
Di TWNC, Nia sesekali harus masuk ke dalam hutan selama 10 hari bersama tim untuk menyurvei flora dan fauna yang ada di kawasan konservasi yang termasuk dalam Taman Nasional Bukit Barisan Selatan itu. Di dalam tim yang beranggotakan empat orang, hanya dia sendiri yang perempuan.
Saat ditanya, apakah sebagai perempuan dia tidak ada halangan sama sekali untuk masuk hutan, Nia dengan tegas menjawab tidak ada. Namun, dia mengaku belum pernah masuk ke hutan saat sedang menstruasi.
"Selama ini belum pernah. Tapi sepertinya memang tidak dilarang masuk hutan saat menstruasi," ujarnya.
Di hutan 10 hari apakah tidak mandi? "Ya tergantung. Kalau ketemu sungai disempatkan untuk mandi," jawabnya.
Nia mengatakan tugasnya di TWNC bukan hanya survei keluar masuk hutan, tetapi juga merekapitulasi data yang diperoleh tim survei lainnya. Dia hanya masuk hutan saat tugasnya merekapitulasi data sudah selesai dia kerjakan.
Survei burung
Nia mengatakan saat ini TWNC yang dikelola Artha Graha Peduli pimpinan pengusaha Tomy Winata sedang fokus untuk menyurvei spesies burung dan mamalia yang ada di kawasan konservasi. Menurut dia, di TWNC terdapat 60 hingga 70 spesies burung dan kurang lebih 10 jenis mamalia.
"Sebenarnya masih ada jenis flora dan fauna lainnya. Sekarang memang sedang fokus ke burung karena burung lebih mudah diamati dan ditemui. Namun kalau saat survei menemui flora dan fauna lainnya sekalian didata," katanya.
Nia mengaku tidak takut masuk ke dalam hutan, kendati di kawasan konservasi itu ada lima ekor harimau yang dilepasliarkan. Menurut dia, harimau memiliki area teritorial masing-masing dan biasanya menghindari manusia.
"Harimau hanya menyerang kalau dia diganggu atau area teritorialnya dirusak," ujarnya.
Meskipun mengaku senang dengan aktivitasnya keluar masuk hutan serta mendata flora dan fauna yang ada, tetapi Nia pernah juga mengalami kejadian yang cukup menegangkan.
Saat itu, dia bersama tim sedang menyurvei burung-burung di Pulau Kirin yang masuk dalam kawasan TWNC. Dalam menyurvei, tentu saja harus masuk ke bagian dalam pulau yang lebat.
Ketika masuk ke dalam rerimbunan pohon yang menyerupai lorong, ternyata Nia dan tim bukannya menemukan burung jenis baru tetapi seekor buaya muara yang sedang mengerami telurnya.
"Ternyata lorong itu adalah sarang buaya muara. Tim akhirnya tidak jadi masuk supaya tidak mengganggu buaya tersebut," tuturnya.
Sebagai mantan mahasiswi kehutanan, Nia juga mengaku mengamati pohon-pohon yang ada di kawasan konservasi itu. Dia mengatakan ada beberapa jenis pohon seperti meranti, beringin dan damar di hutan tersebut.
Yang menarik, kata dia, pohon-pohon di hutan itu harus bersaing satu sama lain untuk mendapatkan sinar matahari. Namun, pohon-pohon besar yang ada di hutan itu justru seringkali kalah dengan tanaman gulma, yaitu mantangan (Merremia sp) salah satu jenis tanaman merambat.
"Tanaman mantangan itu merambat lebih tinggi dari pohon yang dia rambati sehingga menutupi sinar matahari. Beberapa pohon hampir mati karena tidak mendapat sinar matahari akibat dihalangi tanaman mantangan," paparnya.
Tarzan modern"
Pendiri TWNC Tomy Winata mengatakan keberadaan Nia di kawasan konservasi tersebut membuktikan bahwa tidak perlu harus seorang laki-laki berbadan besar untuk menjadi "tarzan modern" yang cinta lingkungan dan konservasi alam.
"Anaknya kecil tapi tangguh, berani masuk hutan 10 hari dan tidur di tempat tidur gantung. Dia juga berjilbab sehingga membuktikan kecintaan pada lingkungan dan konservasi tidak menghalanginya untuk beragama," katanya.
Menurut Tomy, dunia saat ini memerlukan anak-anak muda yang bisa menjadi "tarzan modern", yaitu anak muda yang mau menjaga dan melindungi alam serta konservasi alam liar, bukannya merusak.
TWNC yang berluas 45 ribu hektar, kata Tomy, hanyalah bagian kecil dari seluruh hutan konservasi di Indonesia yang saat ini mencapai 28 juta hektar. Hutan-hutan dan kawasan konservasi itu memerlukan orang-orang yang mau melindungi dan melestarikan.
"Perlu orang yang punya hati untuk melestarikan alam. Tidak perlu orang pintar, asalkan dia punya hati dan kemauan, sudah cukup untuk melestarikan alam," tuturnya.