Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) mengajak masyarakat untuk mengenali dan mewaspadai gejala-gejala neuropati, yakni kondisi kerusakan saraf yang dialami oleh sekitar 26 persen orang yang berusia 40 tahun keatas.
"Neuropati dapat diderita oleh siapapun. Risiko terkena penyakit ini semakin besar pada mereka yang berusia di atas 40 tahun, menderita diabetes atau berisiko menderita diabetes, ada riwayat neuropati di keluarga. Namun, orang seringkali tidak 'aware' dengan gejala neuropati karena dikira pegal-pegal saja," kata Ketua Kelompok Studi Neurofisiologi dan Saraf Tepi PERDOSSI pusat Dr. Manfaluthy Hakim.
Neuropati merupakan kondisi gangguan dan kerusakan saraf yang dapat disebabkan oleh trauma pada saraf, efek samping dari suatu penyakit sistemik, atau karena kekurangan vitamin B1, B6, dan B12.
Neuropati juga dapat menyerang orang-orang yang menderita penyakit jantung dan hipertensi, merokok, mengkonsumsi alkohol, dan mengalami defisiensi vitamin B1, B6, dan B12.
Adapun gejala dari penyakit tersebut, antara lain rasa nyeri seperti terbakar di tangan dan kaki, rasa baal hingga mati rasa, kram, kaku-kaku, kesemutan, kulit hipersensitif, kulit mengkilap tidak wajar, rambut rontok pada area tertentu, kelemahan tubuh dan anggota gerak, serta atrofi otot atau penyusutan otot.
"Masalahnya, gejala dari neuropati seringkali timbul justru ketika sudah terjadi kerusakan saraf," kata Dr. Manfaluthy.
Selanjutnya, dia mengatakan, seseorang cenderung mengalami lebih banyak gangguan saraf seiring bertambahnya umur, dan apabila tidak diterapi dengan benar, gangguan saraf (neuropati) dapat mengarah kepada penyakit-penyakit saraf yang lebih berat.
"Secara umum neuropati sering kali tidak disadari sebagai penyakit, melainkan dipandang sebagai kondisi yang umum akibat komplikasi dari penyakit lain. Padahal jika dibiarkan, kondisi neuropati dapat mengganggu mobilitas penderitanya," ujarnya.
Pada pasien diabetes, risiko terjadinya neuropati semakin bertambah besar, sejalan dengan bertambahnya usia dan lama penyakit diabetes yang diderita.
Oleh karena itu, dia menyarankan masyarakat untuk melakukan pemeriksaan kondisi tubuh secara berkala sehingga dapat mendeteksi gejala neuropati secara dini dan dapat segera ditangani agar tidak menjadi parah.
Dr. Manfaluthy juga menegaskan, pengenalan dan pencegahan sejak dini terhadap neuropati sangat penting dilakukan karena beberapa alasan, yakni gejala neuropati baru terlihat jelas ketika sudah terjadi kerusakan saraf, perbaikan kerusakan saraf membutuhkan waktu lama, fungsi saraf yang semakin menurun seiring bertambahnya usia.
Selain itu, kata dia, gaya hidup, pola makan, dan minimnya frekuensi olahraga meningkatkan risiko terkena neuropati pada usia yang lebih muda.
"Kendalikan faktor risiko neuropati, jangan tunggu terjadi kerusakan saraf karena kerusakan saraf membutuhkan perbaikan bertahun-tahun. Pencegahan dini terhadap neuropati sangat penting dan jauh lebih baik," katanya.
Untuk mengetahui kondisi saraf, Perdossi meluncurkan Neuropathy Service Point, tempat pemeriksaan kondisi saraf secara gratis dengan pelayanan praktis, mudah cepat dan dekat.
Ketua Umum Perdossi Pusat Prof Moh Hasan Machfoed mengatakan Perdossi memiliki kewajiban untuk melakukan sosialisasi tentang penyakit penyakit susunan saraf kepada masyarakat.
"Dengan sosialisasi, termasuk didalamnya edukasi, diharapkan masyarakat memiliki kemampuan mengenal penyakit dan berprilaku sehat untuk mencegah penyakit," katanya.
Dia menambahkan, Neuropathy Service Poin merupakan upaya Perdossi untuk mengedukasi masyarakat mengenai neuropati dan pencegahannya dengan pendekatan populer sehigga masyarakat dapat memahami penyakit tersebut dengan cara yang mudah dan bersahabat.
"Pada tahun 2012, PERDOSSI dengan dukungan dari PT Merck Serono mengadakan edukasi dan pemeriksaan neuropati melalui media workshop di empat kota, yakni Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar. Kami juga mengadakan Neuropathy Service Point di empat kota itu dan mendapat animo yang sangat baik dari masyarakat," ujar Hasan.
Isi kuesioner
Animo masyarakat yang besar itu, menurut dia, terbukti dari total 7.301 pasien yang memeriksakan kondisi saraf di Neuropathy Service Point (NSP) yang diselenggarakan di 15 rumah sakit.
Dari hasil pemeriksaan itu, ditemukan sebanyak 2.165 orang atau sebanyak 29,7 persen pasien menunjukkan gejala neuropati.
Oleh karena itu, kata Hasan, dalam upaya menjangkau lebih banyak masyarakat untuk memperoleh edukasi dan pemeriksaan neuropati, Perdossi pada 2013 ini akan mengahadirkan NSP Portable.
"Kami berharap upaya edukasi dan pemeriksaan yang terus-menerus dapat memberikan pemahamn yang lebih baik mengenai neuropati sehingga masyarakat pun dapat lebih waspada dan melakukan pencegahan lebih awal," kata dia.
Pemeriksaan di Neuropathy Service Point Portable berupa pemeriksaan skrining non-invasif sehingga prosesnya cepat, mudah dan aman.
Pasien yang datang akan diminta mengisi kuesioner bernama "Skor Michigan" yang merupakan skor untuk skrining awal neuropati.
Adapula pemeriksaan fisik menggunakan palu reflek, garpu tala 128 Hertz (Hz), dan monofilament 10 gram.
"Terdapat nilai normal yang dijadikan rujukan untuk mengetahui seseorang terkena neuropati atau tidak, dan karena sifatnya skrining, penanganan lebih lanjut tetap menjadi kapasitas dokter," jelasnya.
NSP Portable itu akan ada di klinik-klinik, praktek dokter, Puskesmas, dan kegiatan-kegiatan kesehatan, misalnya pada acara senam diabetes.
NSP Portable itu akan hadir di banyak lokasi di beberapa kota, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Medan, Padang, Pekanbaru, dan kota-kota lain di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, bahkan hingga beberapa kota di Papua.
Selanjutnya, setelah pendeteksian dini neuropati, Hasan menganjurkan masyarakat untuk mengkonsumsi berbagai macam vitamin B yang berfungsi memelihara sitem saraf, seperti yang terkandung dalam vitamin neurotropik.
Dia menjelaskan, vitamin neurotropik adalah vitamin yang diperlukan untuk menjaga dan menormalkan fungsi saraf dengan memperbaiki gangguan metabolisme sel saraf dan memberikan asupan yang dibutuhkan agar saraf dapat bekerja dengan baik.
"Jadi, vitamin neurotropik itu terdiri dari vitamin B1, B6, dan B12. Vitamin ini dapat membantu mencegah terjadinya neuropati dan komplikasi pada pasien diabetes," katanya.
"Vitamin ini juga terlibat dalam metabolisme energi sel sehingga dapat dipakai untuk mengatasi kelelahan dan membantu dalam masa penyembuhan," tambahnya.
Selain konsumsi vitamin neurotropik secara teratur dan sejak dini, pencegahan neuropati juga dapat didukung dengan perbaikan gaya hidup dengan mengupayakan gizi seimbang, olahraga teratur, istirahat yang cukup untuk regenerasi sel saraf.
"Jadi pada intinya, neuropati itu suatu penyakit yang dapat dicegah dengan mudah asalkan kita segera mengenali dan mewaspadai gejala-gejalanya," kata Hasan.
"Neuropati dapat diderita oleh siapapun. Risiko terkena penyakit ini semakin besar pada mereka yang berusia di atas 40 tahun, menderita diabetes atau berisiko menderita diabetes, ada riwayat neuropati di keluarga. Namun, orang seringkali tidak 'aware' dengan gejala neuropati karena dikira pegal-pegal saja," kata Ketua Kelompok Studi Neurofisiologi dan Saraf Tepi PERDOSSI pusat Dr. Manfaluthy Hakim.
Neuropati merupakan kondisi gangguan dan kerusakan saraf yang dapat disebabkan oleh trauma pada saraf, efek samping dari suatu penyakit sistemik, atau karena kekurangan vitamin B1, B6, dan B12.
Neuropati juga dapat menyerang orang-orang yang menderita penyakit jantung dan hipertensi, merokok, mengkonsumsi alkohol, dan mengalami defisiensi vitamin B1, B6, dan B12.
Adapun gejala dari penyakit tersebut, antara lain rasa nyeri seperti terbakar di tangan dan kaki, rasa baal hingga mati rasa, kram, kaku-kaku, kesemutan, kulit hipersensitif, kulit mengkilap tidak wajar, rambut rontok pada area tertentu, kelemahan tubuh dan anggota gerak, serta atrofi otot atau penyusutan otot.
"Masalahnya, gejala dari neuropati seringkali timbul justru ketika sudah terjadi kerusakan saraf," kata Dr. Manfaluthy.
Selanjutnya, dia mengatakan, seseorang cenderung mengalami lebih banyak gangguan saraf seiring bertambahnya umur, dan apabila tidak diterapi dengan benar, gangguan saraf (neuropati) dapat mengarah kepada penyakit-penyakit saraf yang lebih berat.
"Secara umum neuropati sering kali tidak disadari sebagai penyakit, melainkan dipandang sebagai kondisi yang umum akibat komplikasi dari penyakit lain. Padahal jika dibiarkan, kondisi neuropati dapat mengganggu mobilitas penderitanya," ujarnya.
Pada pasien diabetes, risiko terjadinya neuropati semakin bertambah besar, sejalan dengan bertambahnya usia dan lama penyakit diabetes yang diderita.
Oleh karena itu, dia menyarankan masyarakat untuk melakukan pemeriksaan kondisi tubuh secara berkala sehingga dapat mendeteksi gejala neuropati secara dini dan dapat segera ditangani agar tidak menjadi parah.
Dr. Manfaluthy juga menegaskan, pengenalan dan pencegahan sejak dini terhadap neuropati sangat penting dilakukan karena beberapa alasan, yakni gejala neuropati baru terlihat jelas ketika sudah terjadi kerusakan saraf, perbaikan kerusakan saraf membutuhkan waktu lama, fungsi saraf yang semakin menurun seiring bertambahnya usia.
Selain itu, kata dia, gaya hidup, pola makan, dan minimnya frekuensi olahraga meningkatkan risiko terkena neuropati pada usia yang lebih muda.
"Kendalikan faktor risiko neuropati, jangan tunggu terjadi kerusakan saraf karena kerusakan saraf membutuhkan perbaikan bertahun-tahun. Pencegahan dini terhadap neuropati sangat penting dan jauh lebih baik," katanya.
Untuk mengetahui kondisi saraf, Perdossi meluncurkan Neuropathy Service Point, tempat pemeriksaan kondisi saraf secara gratis dengan pelayanan praktis, mudah cepat dan dekat.
Ketua Umum Perdossi Pusat Prof Moh Hasan Machfoed mengatakan Perdossi memiliki kewajiban untuk melakukan sosialisasi tentang penyakit penyakit susunan saraf kepada masyarakat.
"Dengan sosialisasi, termasuk didalamnya edukasi, diharapkan masyarakat memiliki kemampuan mengenal penyakit dan berprilaku sehat untuk mencegah penyakit," katanya.
Dia menambahkan, Neuropathy Service Poin merupakan upaya Perdossi untuk mengedukasi masyarakat mengenai neuropati dan pencegahannya dengan pendekatan populer sehigga masyarakat dapat memahami penyakit tersebut dengan cara yang mudah dan bersahabat.
"Pada tahun 2012, PERDOSSI dengan dukungan dari PT Merck Serono mengadakan edukasi dan pemeriksaan neuropati melalui media workshop di empat kota, yakni Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar. Kami juga mengadakan Neuropathy Service Point di empat kota itu dan mendapat animo yang sangat baik dari masyarakat," ujar Hasan.
Isi kuesioner
Animo masyarakat yang besar itu, menurut dia, terbukti dari total 7.301 pasien yang memeriksakan kondisi saraf di Neuropathy Service Point (NSP) yang diselenggarakan di 15 rumah sakit.
Dari hasil pemeriksaan itu, ditemukan sebanyak 2.165 orang atau sebanyak 29,7 persen pasien menunjukkan gejala neuropati.
Oleh karena itu, kata Hasan, dalam upaya menjangkau lebih banyak masyarakat untuk memperoleh edukasi dan pemeriksaan neuropati, Perdossi pada 2013 ini akan mengahadirkan NSP Portable.
"Kami berharap upaya edukasi dan pemeriksaan yang terus-menerus dapat memberikan pemahamn yang lebih baik mengenai neuropati sehingga masyarakat pun dapat lebih waspada dan melakukan pencegahan lebih awal," kata dia.
Pemeriksaan di Neuropathy Service Point Portable berupa pemeriksaan skrining non-invasif sehingga prosesnya cepat, mudah dan aman.
Pasien yang datang akan diminta mengisi kuesioner bernama "Skor Michigan" yang merupakan skor untuk skrining awal neuropati.
Adapula pemeriksaan fisik menggunakan palu reflek, garpu tala 128 Hertz (Hz), dan monofilament 10 gram.
"Terdapat nilai normal yang dijadikan rujukan untuk mengetahui seseorang terkena neuropati atau tidak, dan karena sifatnya skrining, penanganan lebih lanjut tetap menjadi kapasitas dokter," jelasnya.
NSP Portable itu akan ada di klinik-klinik, praktek dokter, Puskesmas, dan kegiatan-kegiatan kesehatan, misalnya pada acara senam diabetes.
NSP Portable itu akan hadir di banyak lokasi di beberapa kota, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Medan, Padang, Pekanbaru, dan kota-kota lain di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, bahkan hingga beberapa kota di Papua.
Selanjutnya, setelah pendeteksian dini neuropati, Hasan menganjurkan masyarakat untuk mengkonsumsi berbagai macam vitamin B yang berfungsi memelihara sitem saraf, seperti yang terkandung dalam vitamin neurotropik.
Dia menjelaskan, vitamin neurotropik adalah vitamin yang diperlukan untuk menjaga dan menormalkan fungsi saraf dengan memperbaiki gangguan metabolisme sel saraf dan memberikan asupan yang dibutuhkan agar saraf dapat bekerja dengan baik.
"Jadi, vitamin neurotropik itu terdiri dari vitamin B1, B6, dan B12. Vitamin ini dapat membantu mencegah terjadinya neuropati dan komplikasi pada pasien diabetes," katanya.
"Vitamin ini juga terlibat dalam metabolisme energi sel sehingga dapat dipakai untuk mengatasi kelelahan dan membantu dalam masa penyembuhan," tambahnya.
Selain konsumsi vitamin neurotropik secara teratur dan sejak dini, pencegahan neuropati juga dapat didukung dengan perbaikan gaya hidup dengan mengupayakan gizi seimbang, olahraga teratur, istirahat yang cukup untuk regenerasi sel saraf.
"Jadi pada intinya, neuropati itu suatu penyakit yang dapat dicegah dengan mudah asalkan kita segera mengenali dan mewaspadai gejala-gejalanya," kata Hasan.