Jakarta (Antara
Sumsel) - Komisi Pemberantasan Korupsi akan memanggil ulang anak Ketua
Dewan Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hilmi Aminuddin terkait
kasus suap pengurusan kuota impor daging di Kementerian Pertanian.
"Saya mendapat informasi surat panggilan kedua untuk Ridwan akan dikirim pekan ini, mungkin untuk pemeriksaan pekan depan karena hari ini belum ada," kata juru bicara KPK Johan Budi di gedung KPK Jakarta, Senin.
Ridwan Hakim adalah saksi dalam kasus suap kuota impor daging yang juga telah dicegah pergi ke luar negeri, ia adalah anak keempat Ketua Dewan Syuro Partai Keadilan Sejahtera Hilmi Aminuddin.
Namun pada pemanggilan Jumat (15/2), Ridwan tidak memenuhi pemanggilan karena sehari sebelum dicegah pada 8 Februari 2013, Ridwan telah pergi keluar Indonesia dengan pesawat Turhish Airlines TK67 pada 7 Februari pukul 19.49 WIB dengan tujuan Istambul, Turki.
"Sampai Jumat (15/2), belum ada informasi alasan ketidakhadiran yang bersangkutan," tambah Johan.
Ia mengatakan bila setelah pemanggilan kedua Ridwan tidak mengindahkan panggilan KPK maka KPK akan melakukan pemanggilan paksa.
"Ini kita panggil lagi untuk yang kedua, apabila panggilan kedua itu tidak diindahkan atau tidak digubris dengan alasan yang bisa dibenarkan secara hukum, maka panggilan yang ketiga nanti akan disertai dengan upaya panggil paksa," ungkap Johan.
Terkait kemungkinan menyusul ke luar negeri untuk meminta keterangan Ridwan, Johan hanya mengatakan akan berkoordinasi dengan perwakilan RI di luar negeri.
"Nanti kami akan berkoordinasi dengan perwakilan negara di mana yang bersangkutan berada, tapi itu terlalu jauh karena panggilan kedua belum dilayangkan, kita tunggu saja," jelas Johan.
Hilmi Aminuddin dan Ridwan Hakim diketahui memiliki peternakan sapi seluas 4 hektar di daerah Cibodas, Jawa Barat, terdapat sekitar 1.000 ekor sapi di tempat tersebut.
KPK telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus tersebut yaitu mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq, orang dekat Luthfi, Ahmad Fathanah, serta dua orang direktur PT Indoguna Utama yang bergerak di bidang impor daging yaitu Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi.
KPK juga sudah menyita barang bukti berupa uang yang dibungkus dalam tas kresek hitam senilai Rp1 miliar sebagai nilai komitmen awal untuk mengamankan komitmen kuota daging sapi, uang itu merupakan bagian nilai suap seluruhnya diduga mencapai Rp40 miliar dengan perhitungan "commitment fee" per kilogram daging adalah Rp5.000 dengan PT Indoguna meminta kuota impor hingga 8.000 ton.
Uang Rp1 miliar tersebut saat ditemukan telah terbagi menjadi tiga bagian yaitu Rp980 juta di dalam mobil Ahmad Fathanah, Rp10 juta di dompet pria tersebut dan sisanya diduga diberikan kepada perempuan yang saat penangkapan bersama Fathanah, Maharani.
Juard dan Arya Effendi diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara.
Sedangkan Ahmad dan Lutfi diduga melanggar Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait kewajibannya. (D017)
"Saya mendapat informasi surat panggilan kedua untuk Ridwan akan dikirim pekan ini, mungkin untuk pemeriksaan pekan depan karena hari ini belum ada," kata juru bicara KPK Johan Budi di gedung KPK Jakarta, Senin.
Ridwan Hakim adalah saksi dalam kasus suap kuota impor daging yang juga telah dicegah pergi ke luar negeri, ia adalah anak keempat Ketua Dewan Syuro Partai Keadilan Sejahtera Hilmi Aminuddin.
Namun pada pemanggilan Jumat (15/2), Ridwan tidak memenuhi pemanggilan karena sehari sebelum dicegah pada 8 Februari 2013, Ridwan telah pergi keluar Indonesia dengan pesawat Turhish Airlines TK67 pada 7 Februari pukul 19.49 WIB dengan tujuan Istambul, Turki.
"Sampai Jumat (15/2), belum ada informasi alasan ketidakhadiran yang bersangkutan," tambah Johan.
Ia mengatakan bila setelah pemanggilan kedua Ridwan tidak mengindahkan panggilan KPK maka KPK akan melakukan pemanggilan paksa.
"Ini kita panggil lagi untuk yang kedua, apabila panggilan kedua itu tidak diindahkan atau tidak digubris dengan alasan yang bisa dibenarkan secara hukum, maka panggilan yang ketiga nanti akan disertai dengan upaya panggil paksa," ungkap Johan.
Terkait kemungkinan menyusul ke luar negeri untuk meminta keterangan Ridwan, Johan hanya mengatakan akan berkoordinasi dengan perwakilan RI di luar negeri.
"Nanti kami akan berkoordinasi dengan perwakilan negara di mana yang bersangkutan berada, tapi itu terlalu jauh karena panggilan kedua belum dilayangkan, kita tunggu saja," jelas Johan.
Hilmi Aminuddin dan Ridwan Hakim diketahui memiliki peternakan sapi seluas 4 hektar di daerah Cibodas, Jawa Barat, terdapat sekitar 1.000 ekor sapi di tempat tersebut.
KPK telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus tersebut yaitu mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq, orang dekat Luthfi, Ahmad Fathanah, serta dua orang direktur PT Indoguna Utama yang bergerak di bidang impor daging yaitu Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi.
KPK juga sudah menyita barang bukti berupa uang yang dibungkus dalam tas kresek hitam senilai Rp1 miliar sebagai nilai komitmen awal untuk mengamankan komitmen kuota daging sapi, uang itu merupakan bagian nilai suap seluruhnya diduga mencapai Rp40 miliar dengan perhitungan "commitment fee" per kilogram daging adalah Rp5.000 dengan PT Indoguna meminta kuota impor hingga 8.000 ton.
Uang Rp1 miliar tersebut saat ditemukan telah terbagi menjadi tiga bagian yaitu Rp980 juta di dalam mobil Ahmad Fathanah, Rp10 juta di dompet pria tersebut dan sisanya diduga diberikan kepada perempuan yang saat penangkapan bersama Fathanah, Maharani.
Juard dan Arya Effendi diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara.
Sedangkan Ahmad dan Lutfi diduga melanggar Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait kewajibannya. (D017)