PT TIMAH AKAN BAHAS DUGAAN "PENCURIAN" MALAYSIA
Pangkalpinang (ANTARA Sumsel) - Ikatan karyawan PT Timah (Persero) Tbk (IKT) pada Jumat (5/10) akan membahas tindak lanjut mengenai dugaan "pencurian" timah senilai Rp21,696 triliun oleh Malaysia.
"Besok kami akan mengadakan rapat untuk membahas tindak lanjut kita atas dugaan tersebut, kami akan membicarakan langkah selanjutnya apa harus menempuh jalur hukum atau bagaimana," kata Ketua Umum IKT PT Timah, Wirtsa Firdaus di Pangkalpinang, Kamis.
Firdaus menyatakan, IKT merasa sangat kecewa dengan kesimpulan yang mereka buat berdasarkan temuan data ITRI (International Technologi Research Institute).
"Dari data tersebut, negara kita sudah merugi sebesar Rp21,696 triliun," kata Firdaus.
Firdaus menegaskan Indonesia harus melakukan klaim atas kerugian tersebut karena berdasarkan perhitungan, hasil timah sebanyak Rp21,696 triliun tersebut dijarah dari Indonesia.
"Kita harus melakukan sesuatu, jangan tinggal diam, kita harus klaim itu sebagaimana Malaysia telah melakukan klaim atas beberapa hasil kekayaan intelektual dan budaya Indonesia beberapa waktu yang lalu," kata dia.
Sebelumnya, IKT menduga sebanyak 120.532 ton bijih timah di Provinsi Bangka Belitung dirampas Malaysia sejak kurun waktu 2008-2010.
Penjarahan dilakukan melalui aktivitas penambangan ilegal bijih timah di Bangka Belitung.
Dugaan tersebut didasarkan atas data ITRI yang menyebutkan bahwa sejak Tahun 2008 hingga 2010, Malaysia telah menghasilkan logam timah sebesar 128.000 Ton, sementara produksi bijih timah Malaysia hanya sebesar 7.490 Ton pada kurun waktu yang sama.
Dari data tersebut disimpulkan bahwa ada logam timah sebanyak 120.532 ton yang bahan bakunya (bijih timah/tin ore) berasal dari Indonesia.
"Seperti yang kita tahu, satu-satunya negara penghasil timah terbesar yang paling dekat dengan Malaysia kan Indonesia, jadi mereka pasti mengambil dari kita," Firdaus menegaskan.
Jika diasumsikan harga rata-rata 20.000 dolar AS per metric ton dengan kurs Rp9.000 per dolar AS maka nilai tersebut setara dengan Rp21,696 triliun.****3***
(ANT/I027)
Pangkalpinang (ANTARA Sumsel) - Ikatan karyawan PT Timah (Persero) Tbk (IKT) pada Jumat (5/10) akan membahas tindak lanjut mengenai dugaan "pencurian" timah senilai Rp21,696 triliun oleh Malaysia.
"Besok kami akan mengadakan rapat untuk membahas tindak lanjut kita atas dugaan tersebut, kami akan membicarakan langkah selanjutnya apa harus menempuh jalur hukum atau bagaimana," kata Ketua Umum IKT PT Timah, Wirtsa Firdaus di Pangkalpinang, Kamis.
Firdaus menyatakan, IKT merasa sangat kecewa dengan kesimpulan yang mereka buat berdasarkan temuan data ITRI (International Technologi Research Institute).
"Dari data tersebut, negara kita sudah merugi sebesar Rp21,696 triliun," kata Firdaus.
Firdaus menegaskan Indonesia harus melakukan klaim atas kerugian tersebut karena berdasarkan perhitungan, hasil timah sebanyak Rp21,696 triliun tersebut dijarah dari Indonesia.
"Kita harus melakukan sesuatu, jangan tinggal diam, kita harus klaim itu sebagaimana Malaysia telah melakukan klaim atas beberapa hasil kekayaan intelektual dan budaya Indonesia beberapa waktu yang lalu," kata dia.
Sebelumnya, IKT menduga sebanyak 120.532 ton bijih timah di Provinsi Bangka Belitung dirampas Malaysia sejak kurun waktu 2008-2010.
Penjarahan dilakukan melalui aktivitas penambangan ilegal bijih timah di Bangka Belitung.
Dugaan tersebut didasarkan atas data ITRI yang menyebutkan bahwa sejak Tahun 2008 hingga 2010, Malaysia telah menghasilkan logam timah sebesar 128.000 Ton, sementara produksi bijih timah Malaysia hanya sebesar 7.490 Ton pada kurun waktu yang sama.
Dari data tersebut disimpulkan bahwa ada logam timah sebanyak 120.532 ton yang bahan bakunya (bijih timah/tin ore) berasal dari Indonesia.
"Seperti yang kita tahu, satu-satunya negara penghasil timah terbesar yang paling dekat dengan Malaysia kan Indonesia, jadi mereka pasti mengambil dari kita," Firdaus menegaskan.
Jika diasumsikan harga rata-rata 20.000 dolar AS per metric ton dengan kurs Rp9.000 per dolar AS maka nilai tersebut setara dengan Rp21,696 triliun.****3***
(ANT/I027)