Jakarta (ANTARA) - Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova berpendapat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada pembukaan perdagangan Senin pagi ini, disebabkan peningkatan kekhawatiran resesi global seiring kenaikan suku bunga acuan di beberapa negara Eropa.
"Ke depan rupiah masih akan tertekan terhadap dolar AS karena tren meningkatnya yield obligasi pemerintah AS dan index dolar AS sebagai safe haven saat resesi," ujar dia ketika ditanya ANTARA di Jakarta, Senin.
Pada pembukaan perdagangan Senin pagi, rupiah mengalami pelemahan 42 poin atau 0,28 persen menjadi Rp15.040 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.998 per dolar AS.
Sementara itu, pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan pula bahwa pelemahan rupiah masih karena sentimen The Fed yang memberikan sinyal menaikkan suku bunga acuan dua kali dan belum akan memangkas suku bunga tahun ini karena inflasi yang masih belum mencapai target 2 persen.
Berita Terkait
Rupiah turun setelah data ekonomi AS membaik secara signifikan
Jumat, 18 Oktober 2024 9:25 Wib
Rupiah melemah setelah pernyataan "hawkish" pejabat The Fed
Jumat, 21 Juni 2024 10:23 Wib
Kurs rupiah alami tekanan pasca pengumuman rapat The Fed
Rabu, 8 Mei 2024 12:00 Wib
Analis perkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bergerak datar
Selasa, 7 Mei 2024 9:41 Wib
Rupiah menguat seiring data NFP AS lebih rendah dari perkiraan
Senin, 6 Mei 2024 9:45 Wib
Menimbang opsi terbaik menjaga kestabilan rupiah
Kamis, 18 April 2024 11:18 Wib
Rupiah turun di tengah pasar tunggu rilis inflasi domestik
Senin, 1 April 2024 10:02 Wib
Kurs rupiah merosot setelah rilis notulensi FOMC AS
Kamis, 22 Februari 2024 10:58 Wib