Srikaya ketan, takjil khas kesultanan yang banyak diburu

id pasar tumpah, pasar bedug, takjil, ramadhan, srikaya ketan, palembang, sumatera selatan,Srikaya ketan takjil khas kesult

Srikaya ketan, takjil khas kesultanan yang banyak diburu

Pedagang pasar tumpah atau pasar bedug Ramadhan di Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (26/3/2023) (ANTARA/M Riezko Bima Elko P)

Palembang, Sumatera Selatan (ANTARA) - Srikaya ketan menjadi salah satu takjil era Kesultanan Palembang Darussalam yang paling diburu oleh warga Palembang, Sumatera Selatan selama bulan suci Ramadhan.

Yanti, seorang pedagang takjil Pasar Tumpah di Sukawinatan, Palembang, Minggu, mengatakan dari sekian banyak kue yang dia jual srikaya ketan yang paling cepat habis.

Dalam sehari hampir dua ratus kemasan srikaya ketan dagangan ibu lima orang anak itu habis diborong pembeli.

Kue srikaya dibuat dari adonan telur, gula pasir, santan, daun pandan, dan daun suji yang dikukus kemudian di sajikan menggunakan cup kecil dan disantap bersama ketan putih.

Tak heran warung kaki lima bermodal dua meja kayu tanpa atap yang buka setiap pukul 15.00 WIB selalu dikerumuni pembeli sebab di kawasan itu hanya Yanti satu-satunya pedagang takjil Palembang yang terbilang lengkap.

Selain srikaya ketan guru baca tulis Al-Quran bagi anak-anak kampung itu juga menjual kue gandus, dadar gulung, ragit, ragam pempek, laksan dan celimpungan yang merupakan makanan khas Palembang.

"Semua saya pesan dari sentra kue, kalau srikaya hanya dua loyang per loyang-nya 100 kemasan kecil. Dijual Rp2.000 saja, rezeki anak srikaya ini yang paling cepat habis katanya sih enak," kata dia.

Pengalaman yang dirasakan pedagang takjil tersebut direspons baik oleh budayawan Kota Palembang Kemas A R Panji.

Menurut Kemas momen tersebut menjelaskan meski semakin banyak makanan modern yang beredar di pasaran namun makanan khas Palembang masih digemari warganya sendiri.

"Rasanya yang manis gemuk (gurih) yang mungkin cocok di lidah orang kita untuk teman berbuka puasa," kata dia.
Kue gandus dan srikaya, kudapan khas Kesultanan Palembang yang disajikan sebagai takjil selama bulan Ramadhan. ANTARA/M Riezko Bima Elko P. (ANTARA/M Riezko Bima Elko P)

Dosen Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Raden Fatah ini menjelaskan kue srikaya pada masa lalu menjadi bagian dari jamuan khusus untuk para tamu di lingkungan Keraton Kesultanan Palembang Darussalam (1659-1823).

Selanjutnya kudapan tersebut biasa disajikan dalam acara adat, pesta rakyat, dan perayaan hari besar keagamaan.

"Belum ada literasi yang detail membahasnya memang tapi berdasarkan kisah para tetua menjelaskan demikian karena dulu adat dan budaya itu satu kesatuan yang tidak terpisahkan," kata dia.

Dia mengemukakan, bahwa menurut para tetua adat makanan khas kesultanan tersebut dikenal luas oleh masyarakat di luar Palembang pada masa Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom tahun 1821-1823 Masehi, pada masa Sultan Palembang ke-10 beserta keluarga dan alim-ulama melakukan pelarian ke beberapa daerah.

Menurut dia, daerah Ogan termasuk daerah tujuan pelarian Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom setelah melakukan penyerbuan ke garnisun Belanda di Benteng Kuto Besak sekitar abad ke-19.

Pelarian keluarga Sultan diduga membuat makanan khas kesultanan menjadi dikenal di luar wilayah Palembang.

Selain srikaya, kudapan khas Kesultanan Palembang yang pada masanya tergolong mewah karena dibuat menggunakan susu kerbau juga ada seperti kue gandus dan gulo puan kini juga dikenal di daerah Ogan.

"Terus menyebar luas karena adanya migrasi dari pelarian itu," ujarnya, namun ia menyadari masih diperlukan pembahasan terkait hal ini sehingga masih mungkin salah dan dapat berubah nantinya.

Sementara itu, Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru saat membuka pasar bedug Ramadhan di Bukit Seguntang Palembang mengatakan pemerintah mendukung pelestarian makanan-makanan tradisional khas daerah setempat.

Dukungan tersebut menurutnya diberikan pemerintah selain menyediakan program pelatihan dan pemasaran produk UMKM juga secara periodik menyelenggarakan bazar yang pesertanya para pelaku UMKM setempat.

Adapun program pembinaan untuk pelaku UMKM makanan dan minuman ini dibawah Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan Provinsi dan juga Pemerintah Kota Palembang.

"Utamanya pesan saya makanan ataupun minuman yang dijual di pasar bedug atau pasar tumpah harus higienis, semoga jadi berkah di bulan suci Ramadhan," kata dia.