ICW prediksi kasus yang ditangani KPK pada 2020 surut drastis

id icw,tren korupsi 2019,tama s langkun,wana alamsyah,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, antara sumsel hari ini, palembang

ICW prediksi kasus yang ditangani KPK pada 2020  surut drastis

Peneliti ICW, Wana Alamsyah (tengah) dan Tama S Langkun (kanan), dalam konferensi pers "Tren Penindakan Kasus Korupsi Tahun 2019" di kantor ICW Jakarta, Selasa (18/2). ANTARA/Desca Natalia

Jakarta (ANTARA) - Indonesia Corruption Watch (ICW) memprediksi ada penurusan penyidikan perkara korupsi secara dratis oleh KPK pasca berlakunya UU Nomor 19/2019 tentang Revisi UU KPK.

"Pada 2020 kami menduga dan bahkan memastikan kasus-kasus yang ditangani KPK pada 2020 tidak sebanyak yang telah dilakukan periode 2019 sebelum revisi UU KPK muncul karena keterbatasan instrumen hukum yang melekat ke KPK sehingga sulit menangkap 'political exposed person' mengingat ada lapisan yang ditempuh untuk melakukan penyitaan, penggeledahan dan lainnya," kata peneliti ICW, Wana Alamsyah, di Kantor ICW Jakarta, Selasa.

Ia menyampaikan itu dalam konferensi pers "Tren Penindakan Kasus Korupsi Tahun 2019".

KPK pada 2019 menyidik 62 kasus dengan 155 aktor dan nilai kerugian negara Rp6,2 triliun dan nilai suap Rp200 miliar dan nilai pencucian uang Rp97 miliar. Jumlah kasus itu meningkat dibanding 2018 dengan KPK menyidik 57 kasus (dengan 261 tersangka) dan pada 2017 menangani 44 kasus (dengan 128 tersangka).

"Apakah 2020 akan menurun? Dapat dipastikan karena Januari saja KPK hanya menangani 1-2 kasus dengan agregat Februari baru dua kasus di KPK, sedangkan tahun sebelumnya ada 62 kasus dan itu adalah kontribusi penyidikan yang dilakukan KPK sebelum revisi UU KPK dan pimpinan sebelumnya. Untuk pimpinan sekarang kita bertanya-tanya apakah sudah melakukan penyidikan kasus baru atau belum," kata dia.

Sedangkan peneliti ICW lainnya, Tama S Langkun, mengatakan, revisi UU KPK memberikan dampak luar biasa.

"Bagaimana antara perkara yang ditangani hari ini dan sebelumnya memiliki perbedaan yang sangat siginfikan. Perkara biasa seperti jadi sangat sulit dan terjal, misalnya terkait Harun Masiku yang sama-sama berasal dari partai pemenang pemilu dengan Anas Urbaningrum selaku ketum Demokrat toh penyidikannya berjalan," kata Langkun.

Bila ada kontroversi atau pembelaan hal itu memang wajar tapi pasca revisi UU KPK malah lebih sulit memproses Masiku.

"Ini contoh penanganan perkara yang tidak akan sebanyak tahun sebelumnya karena waktu yang dibutuhkan untuk penanganan perkara akan lebih lama. DPO, penyadaan, penyitaan dilakukan dengan persetujuan dewan pengawas bagaimana bisa mengejar soal teknis? Ini yang butuh waktu lebih lama dari sebelumnya," kata Langkun.

Bahkan menurut dia, adanya penyidik yang sembarangan dikembalikan ke kepolisian padahal penyidik tersebut yang menjadi bagian OTT.

"Harusnya penyidik tersebut mendapat apresiasi tapi dikembalikan dan pengembaliannya pun mengundang banyak kontroversi. Pemberantasan kroupsi makin terjal, pionir-pionir tidak mendapat apresiasi dan perlindugnan sebagaimana mestinya, kpk disibukkan urusan penyidik dan pimpinan belum lagi soal penyadapan, penyitaan, dan lainnya," kata dia.

Ia pun mengkritik kinerja pimpinan 2019-2023 yang lebih banyak melakukan safari ke kementerian, lembaga hingga perusahaan media.

"Kita patut mempertanyakan tugas pimpinan KPK apakah hanya melakukan kerja-kerja tersebut, safari ke berbagai lembaga. Pimpinan punya paradigma penindakan pasca revisi UU KPK 'diakali' tapi yang terjadi selama 2 bulan ini jangan-jangan KPK bukan Komisi Pemberantasan Korupsi tapi Komisi Pencegahan Korupsi karena tidak ada strategi pimpinan dalam penindakan korupsi," kata Langkun.