Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Singa dikenal sebagai raja hutan, dan entah mengapa digunakan sebagai nama dan logo sebuah maskapai penerbangan.
Maskapai tersebut dikenal sebagai salah satu penerbangan berbiaya murah. Meskipun kerap dikeluhkan konsumennya karena kerap terlambat dan hal-hal lain, Lion Air tetap mendapat pangsa pasar terbesar dibandingkan maskapai lainnya.
Perhatian masyarakat saat ini sedang tertuju pada kecelakaan pesawat Lion Air berkode PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang.
Awalnya pesawat dilaporkan hilang kontak pada Senin (29/10) pukul 06.33 WIB dengan posisi terakhir yang terdeteksi pada koordinat 107,07 Bujur Timur dan 05,46 Lintang Selatan.
Koordinat tersebut berjarak 34 mil laut dari Jakarta, 25 mil laut dari Tanjung Priok dan 11 mil laut dari Tanjung Karawang.
Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) M Syaugi mengatakan "Emergency Locator Transmitter" (ELT) dari pesawat Lion Air JT 610 yang hilang kontak tidak terdeteksi oleh "Medium Earth Orbit Local User Terminal" (MEOLUT) Basarnas saat hilang kontak.
"Kami sampai bertanya ke Australia yang juga memiliki MEOLUT. Ternyata MEOLUT Australia juga tidak mendeteksi ELT Lion Air JT610," katanya.
Sementara itu, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono menduga ELT tidak menyala karena ikut tenggelam bersama badan pesawat.
Menurut Soerjanto, ELT seharusnya menyala ketika badan pesawat menghadapi tekanan tertentu yang diperkirakan sebagai awal dari kecelakaan.
Bila sudah tenggelam, ELT tidak bisa mengirimkan sinyal karena sinyalnya merambat melalui udara.
Di dalam air, pesawat akan mengeluarkan sinyal melalui "underwater locator beacon" (ULB) yang berupa bunyi "ping" terus menerus. Untuk mendeteksi pesawat di dalam air, digunakan "pinger finder".
Direktur Kesiapsiagaan dan Latihan Basarnas Didi Hamzar mengatakan Indonesia tidak memerlukan bantuan asing dalam pencarian pesawat Lion Air JT 610.
"Personel Basarnas dan potensi SAR yang dimiliki Indonesia masih mampu melakukan operasi pencarian," katanya.
Puluhan kejadian
Kejadian tersebut bukanlah kecelakaan dan kejadian lain yang pertama terjadi pada "Sang Singa Terbang". Sejak 2002 hingga kejadian Senin (29/10), Lion Air tercatat sudah mengalami 31 kali kejadian baik kecelakaan, gagal atau batal terbang hingga mendarat tidak sempurna.
Pada 14 Januari 2002, pesawat Lion Air rute Jakarta-Pekanbaru-Batam mengalami kecelakaan ketika akan tinggal landas di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru.
Pesawat gagal tinggal landas dan terjerembap setelah lima meter meninggalkan landasan pacu. Tujuh penumpang luka-luka dam patah tulang pada kejadian tersebut.
Pada 31 Oktober 2003, "Sang Singa Terbang" dengan rute Ambon-Makassar-Denpasar gagal mendarat dengan sempurna di Bandara Hasanuddin, Makassar. Pesawat keluar jalur ketika akan mendarat.
Kecelakaan ketiga terjadi pada 3 Juli 2004. Lion Air rute Jakarta-Palembang tergelincir saat akan mendarat di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang.
Pada 30 November 2004, 26 penumpang tewas akibat pesawat Lion Air rute Jakarta-Solo-Surabaya tergelincir saat akan mendarat di Bandara Adisumarmo, Solo.
Berdasarkan penyelidikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), kecelakaan tersebut akibat sistem pendaratan pesawat yang tidak sempurna ditambah cuaca buruk.
Pesawat Lion Air kembali gagal terbang pada 10 Januari 2005. Pesawat tersebut gagal lepas landas di Bandara Wolter Monginsidi, Kendari karena salah satu bannya kempes.
Tidak sampai satu bulan, pada 3 Februari 2005, pesawat Lion Air rute Ambon-Makassar tergelincir saat mendarat di Bandara Hasanuddin, Makassar.
Selang sembilan hari, 12 Februari 2005, Lion Air kembali tergelincir saat akan lepas landas dari Bandara Selaparang, Mataram. Roda depan pesawat keluar sekitar setengah meter di sebelah utara pinggir landasan pacu.
"Sang Singa Terbang" kembali mengalami pecah ban. Pada 6 Mei 2005, pesawat rute Jakarta-Makassar pecah ban saat mendarat di Bandara Hasanuddin, Makassar yang mengakibatkan pilot menghentikan pesawat di landasan pacu sebelum mencapai tempat parkir.
Masih di tahun yang sama dan bandara yang sama, Lion Air rute Jakarta-Makassar-Gorontalo kembali tergelincir saat akan mendarat di Bandara Hasanuddin, Makassar pada 24 Desember 2005.
Bandara Hasanuddin, Makassar kembali menjadi momok bagi Lion Air karena tidak sampai sebulan, 18 Januari 2006, pesawat rute Ambon-Makassar-Surabaya kembali tergelincir saat akan mendarat.
Pada 4 Maret 2006, Lion Air rute Denpasar-Surabaya lagi-lagi tergelincir saat akan mendarat di Bandara Juanda, Surabaya karena cuaca buruk.
Pada 7 April 2006, Lion Air rute Pekanbaru-Jakarta batal lepas landas di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbari karena roda kiri tiba-toba tidak bergerak padahal pesawat sudah menuju landasan dan siap terbang.
Rute Jakarta-Makassar-Gorontalo kembali tergelincir di Bandara Hasanuddin, Makassar pada 24 Desember 2006, tepat seperti setahun sebelumnya di bandara yang sama.
Kejadian ke-14 terjadi pada 19 Maret 2007 ketika Lion Air rute Banjarmasin-Surabaya batal lepas landas meskipun sudah sempat meluncur di landasan pacu Bandara Sjamsudin Noor, Banjarmasin.
Pada 23 Februari 2009, Lion Air rute Medan-Batam-Surabaya harus mendarat darurat di Bandara Hang Nadim, Batam karena roda depan macet.
Pesawat Lion kembali tercatat beberapa kali tergelincir. Pada 9 Mei 2009, "Sang Singa Terbang" tergelincir di Bandara Soekarno-Hatta, Banten dan di Bandara Supadio, Pontianak pada 3 November 2010.
Lion Air kembali tergelincir di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru pada 14 Februari 2011. Meskipun semua penumpang selamat, kejadian itu membuat Ditjen Perhubungan Darat melarang semua pesawat Boeing 737-900ER mendarat di Pekanbaru apabila landasan basah.
Sehari kemudian, 15 Februari 2011, Boeing 737-900ER Lion Air rute Medan-Pekanbaru-Jakarta kembali tergelincir di Pekanbaru. Seluruh roda pesawat keluar dari landasan tanpa ada penumpang yang terluka.
Pada 23 Oktober 2011, Lion Air kembali tergelincir di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Balikpapan.
Tidak hanya tergelincir, Lion Air juga pernah gagal mendarat tanpa menyentuh landasan sama sekali. Pada April 2013, pesawat rute Bandung-Denpasar terperosok ke laut di Bandara Ngurah Rai, Denpasar.
Berselang enam hari ke kemudian di bandara yang sama, 19 April 2013, pesawat dari Denpasar batal terbang menuju Jakarta karena mengalami masalah mesin.
Dua hari kemudian, Lion Air tujuan Pontianak-Jakarta tiba-tiba mengeluarkan masker oksigen setelah 20 menit tinggal landas dari Bandara Supadio, Pontianak.
Bukan masalah mesin, roda atau cuaca, Lion Air mengalami nasib apes pada 6 Agustus 2013. Pesawat rute Makassar-Gorontalo menabrak sapi saat mendarat di Bandara Jalaluddin, Gorontalo.
Pada 2 Februari 2014, Lion Air rute Balikpapan-Surabaya mengalami pendaratan keras di Bandara Juanda. Akibatnya, dua penumpang mengalami luka serius dan tiga luka ringan.
Kerap mengalami keterlambatan berjam-jam saat terbang dengan Lion Air? Itu belum seberapa. Pada 18 Februari 2015, Lion Air mengalami keterlambatan hingga tiga hari diduga karena pesawat menabrak burung saat tinggal landas sehingga mengalami kerusakan.
Akibatnya, sekitar 2.000 penumpang Lion Air terlantar di Terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta.
Pada 24 April 2015, Lion Air rute Kualanamu-Soekarno Hatta mengalami ledakan di bagian belakang pesawat ketika akan tinggal landas menuju Jakarta. 214 penumpang dan kru selamat meskipun ada tiga penumpang mengalami luka serius.
Pada 3 Agustus 2017, pesawat Lion Air yang baru mendarat di Bandara Kualanamu, Deli Serdang dari Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh bersenggolan sayap dengan pesawat Wings Air yang akan terbang menuju Bandara Cut Nyak Dien, Meulaboh.
Meskipun Lion Air sudah berusaha menghindar ke kanan, tabrakan antarsayap tetap terjadi sehingga bagian sayap kedua pesawat rusak. Beruntung, tidak ada korban jiwa akibat kejadian tersebut.
Pada 29 April 2018, Lion Air rute Makassar-Gorontalo tergelincir saat akan mendarat di Bandara Jalaluddin. Tidak ada korban jiwa akibat peristiwa tersebut.
Perhatian masyarakat saat ini sedang tertuju pada kecelakaan pesawat Lion Air berkode PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang.
Awalnya pesawat dilaporkan hilang kontak pada Senin (29/10) pukul 06.33 WIB dengan posisi terakhir yang terdeteksi pada koordinat 107,07 Bujur Timur dan 05,46 Lintang Selatan.
Koordinat tersebut berjarak 34 mil laut dari Jakarta, 25 mil laut dari Tanjung Priok dan 11 mil laut dari Tanjung Karawang.
Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) M Syaugi mengatakan "Emergency Locator Transmitter" (ELT) dari pesawat Lion Air JT 610 yang hilang kontak tidak terdeteksi oleh "Medium Earth Orbit Local User Terminal" (MEOLUT) Basarnas saat hilang kontak.
"Kami sampai bertanya ke Australia yang juga memiliki MEOLUT. Ternyata MEOLUT Australia juga tidak mendeteksi ELT Lion Air JT610," katanya.
Sementara itu, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono menduga ELT tidak menyala karena ikut tenggelam bersama badan pesawat.
Menurut Soerjanto, ELT seharusnya menyala ketika badan pesawat menghadapi tekanan tertentu yang diperkirakan sebagai awal dari kecelakaan.
Bila sudah tenggelam, ELT tidak bisa mengirimkan sinyal karena sinyalnya merambat melalui udara.
Di dalam air, pesawat akan mengeluarkan sinyal melalui "underwater locator beacon" (ULB) yang berupa bunyi "ping" terus menerus. Untuk mendeteksi pesawat di dalam air, digunakan "pinger finder".
Direktur Kesiapsiagaan dan Latihan Basarnas Didi Hamzar mengatakan Indonesia tidak memerlukan bantuan asing dalam pencarian pesawat Lion Air JT 610.
"Personel Basarnas dan potensi SAR yang dimiliki Indonesia masih mampu melakukan operasi pencarian," katanya.
Puluhan kejadian
Kejadian tersebut bukanlah kecelakaan dan kejadian lain yang pertama terjadi pada "Sang Singa Terbang". Sejak 2002 hingga kejadian Senin (29/10), Lion Air tercatat sudah mengalami 31 kali kejadian baik kecelakaan, gagal atau batal terbang hingga mendarat tidak sempurna.
Pada 14 Januari 2002, pesawat Lion Air rute Jakarta-Pekanbaru-Batam mengalami kecelakaan ketika akan tinggal landas di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru.
Pesawat gagal tinggal landas dan terjerembap setelah lima meter meninggalkan landasan pacu. Tujuh penumpang luka-luka dam patah tulang pada kejadian tersebut.
Pada 31 Oktober 2003, "Sang Singa Terbang" dengan rute Ambon-Makassar-Denpasar gagal mendarat dengan sempurna di Bandara Hasanuddin, Makassar. Pesawat keluar jalur ketika akan mendarat.
Kecelakaan ketiga terjadi pada 3 Juli 2004. Lion Air rute Jakarta-Palembang tergelincir saat akan mendarat di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang.
Pada 30 November 2004, 26 penumpang tewas akibat pesawat Lion Air rute Jakarta-Solo-Surabaya tergelincir saat akan mendarat di Bandara Adisumarmo, Solo.
Berdasarkan penyelidikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), kecelakaan tersebut akibat sistem pendaratan pesawat yang tidak sempurna ditambah cuaca buruk.
Pesawat Lion Air kembali gagal terbang pada 10 Januari 2005. Pesawat tersebut gagal lepas landas di Bandara Wolter Monginsidi, Kendari karena salah satu bannya kempes.
Tidak sampai satu bulan, pada 3 Februari 2005, pesawat Lion Air rute Ambon-Makassar tergelincir saat mendarat di Bandara Hasanuddin, Makassar.
Selang sembilan hari, 12 Februari 2005, Lion Air kembali tergelincir saat akan lepas landas dari Bandara Selaparang, Mataram. Roda depan pesawat keluar sekitar setengah meter di sebelah utara pinggir landasan pacu.
"Sang Singa Terbang" kembali mengalami pecah ban. Pada 6 Mei 2005, pesawat rute Jakarta-Makassar pecah ban saat mendarat di Bandara Hasanuddin, Makassar yang mengakibatkan pilot menghentikan pesawat di landasan pacu sebelum mencapai tempat parkir.
Masih di tahun yang sama dan bandara yang sama, Lion Air rute Jakarta-Makassar-Gorontalo kembali tergelincir saat akan mendarat di Bandara Hasanuddin, Makassar pada 24 Desember 2005.
Bandara Hasanuddin, Makassar kembali menjadi momok bagi Lion Air karena tidak sampai sebulan, 18 Januari 2006, pesawat rute Ambon-Makassar-Surabaya kembali tergelincir saat akan mendarat.
Pada 4 Maret 2006, Lion Air rute Denpasar-Surabaya lagi-lagi tergelincir saat akan mendarat di Bandara Juanda, Surabaya karena cuaca buruk.
Pada 7 April 2006, Lion Air rute Pekanbaru-Jakarta batal lepas landas di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbari karena roda kiri tiba-toba tidak bergerak padahal pesawat sudah menuju landasan dan siap terbang.
Rute Jakarta-Makassar-Gorontalo kembali tergelincir di Bandara Hasanuddin, Makassar pada 24 Desember 2006, tepat seperti setahun sebelumnya di bandara yang sama.
Kejadian ke-14 terjadi pada 19 Maret 2007 ketika Lion Air rute Banjarmasin-Surabaya batal lepas landas meskipun sudah sempat meluncur di landasan pacu Bandara Sjamsudin Noor, Banjarmasin.
Pada 23 Februari 2009, Lion Air rute Medan-Batam-Surabaya harus mendarat darurat di Bandara Hang Nadim, Batam karena roda depan macet.
Pesawat Lion kembali tercatat beberapa kali tergelincir. Pada 9 Mei 2009, "Sang Singa Terbang" tergelincir di Bandara Soekarno-Hatta, Banten dan di Bandara Supadio, Pontianak pada 3 November 2010.
Lion Air kembali tergelincir di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru pada 14 Februari 2011. Meskipun semua penumpang selamat, kejadian itu membuat Ditjen Perhubungan Darat melarang semua pesawat Boeing 737-900ER mendarat di Pekanbaru apabila landasan basah.
Sehari kemudian, 15 Februari 2011, Boeing 737-900ER Lion Air rute Medan-Pekanbaru-Jakarta kembali tergelincir di Pekanbaru. Seluruh roda pesawat keluar dari landasan tanpa ada penumpang yang terluka.
Pada 23 Oktober 2011, Lion Air kembali tergelincir di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Balikpapan.
Tidak hanya tergelincir, Lion Air juga pernah gagal mendarat tanpa menyentuh landasan sama sekali. Pada April 2013, pesawat rute Bandung-Denpasar terperosok ke laut di Bandara Ngurah Rai, Denpasar.
Berselang enam hari ke kemudian di bandara yang sama, 19 April 2013, pesawat dari Denpasar batal terbang menuju Jakarta karena mengalami masalah mesin.
Dua hari kemudian, Lion Air tujuan Pontianak-Jakarta tiba-tiba mengeluarkan masker oksigen setelah 20 menit tinggal landas dari Bandara Supadio, Pontianak.
Bukan masalah mesin, roda atau cuaca, Lion Air mengalami nasib apes pada 6 Agustus 2013. Pesawat rute Makassar-Gorontalo menabrak sapi saat mendarat di Bandara Jalaluddin, Gorontalo.
Pada 2 Februari 2014, Lion Air rute Balikpapan-Surabaya mengalami pendaratan keras di Bandara Juanda. Akibatnya, dua penumpang mengalami luka serius dan tiga luka ringan.
Kerap mengalami keterlambatan berjam-jam saat terbang dengan Lion Air? Itu belum seberapa. Pada 18 Februari 2015, Lion Air mengalami keterlambatan hingga tiga hari diduga karena pesawat menabrak burung saat tinggal landas sehingga mengalami kerusakan.
Akibatnya, sekitar 2.000 penumpang Lion Air terlantar di Terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta.
Pada 24 April 2015, Lion Air rute Kualanamu-Soekarno Hatta mengalami ledakan di bagian belakang pesawat ketika akan tinggal landas menuju Jakarta. 214 penumpang dan kru selamat meskipun ada tiga penumpang mengalami luka serius.
Pada 3 Agustus 2017, pesawat Lion Air yang baru mendarat di Bandara Kualanamu, Deli Serdang dari Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh bersenggolan sayap dengan pesawat Wings Air yang akan terbang menuju Bandara Cut Nyak Dien, Meulaboh.
Meskipun Lion Air sudah berusaha menghindar ke kanan, tabrakan antarsayap tetap terjadi sehingga bagian sayap kedua pesawat rusak. Beruntung, tidak ada korban jiwa akibat kejadian tersebut.
Pada 29 April 2018, Lion Air rute Makassar-Gorontalo tergelincir saat akan mendarat di Bandara Jalaluddin. Tidak ada korban jiwa akibat peristiwa tersebut.