ASEAN butuh paradigma pembangunan khusus

id ASEAN,unsri,universitas sriwijaya

ASEAN butuh paradigma pembangunan khusus

Guru Besar bidang Lingkungan Pascasarjana Unsri Prof. Dr. Fachrurrozie Sjarkowi, Kamis (27/9) (ANTARA News Sumsel/Aziz Munajar/Erwin Matondang/18)

Palembang (ANTARA News Sumsel) - Guru Besar bidang Lingkungan Pascasarjana Unsri Prof. Dr. Fachrurozi Sjarkowi  mengatakan perguruan-perguruan tinggi di Asia tenggara perlu membangun paradigma pembangunan baru yang lebih spesifik menjaga kelangsungan hidup lingkungan negara-negara ASEAN. 

"Unsri mengkritik pertemuan ditingkat senior officials meeting yang tidak pernah menggugah Perguruan tinggi untuk secara cepat memberi back up atau topangan ilmu pengetahuan mengenai paradigma pembangunan khusus Asean, perguruan tinggi seperti tidak tahu persis apa yang harus di lakukan, padahal tugas berat menangani FEW (Food, Enegy and Water) sudah menanti 11 negara Asean," kata Prof. Dr. Fachrurozi Sjarkowi pada Sriwijaya Internasional Confrence on Environmental Issues di Palembang, Kamis. 

Menurutnya dalam 35 tahun mendatang, jumlah masyarakat Asean bisa lebih dari 1 miliar orang,  dua kali lipat pada saat ini yaitu sekitar 600 juta orang, artinya kepentingan dalam memenuhi kebutuhan  makanan, energi dan air juga membengkak, yang berarti ada pertaruhan langsung terhadap lingkungan negara-negara Asean. 

"1 miliar orang itu tentu perlu makan, makanan dari tanah, butuh tanah berarti harus membuka hutan, buka hutan potensinya merusak sistem hidroologi. Belum lagi diperparah akibat kebutuhan energi, eksploitasi batu bara misalnya, inikan berdampak langsung dengan lingkungan alam, maka sudah saatnya Asean menanamkan paradigma khusus menangani persoalan ini dengan langkah proaktif, reaktif dan interaktif," ujar Prof. Dr. Fachrurozie Sjarkowi yang juga menjabat Ketua Dewan Riset Daerah Sumsel. 

Ada 3 pokok penting mengenai paradigma khusus Asean tersebut, pertama perubahan dasar yang penting dalam mengejar capaian hasil akhir, dimana tiap negara anggota Asean harus bekerja lebih keras dan cepat, artinya jangan lagi ada keterlambatan negara-negara Asean menyikapi isu lingkungan. 

Kedua, kepuasan dalam  menuju keberhasilan disatukan menjadi sebuah komitmen 'satu tujuan, satu identitas dan satu komunitas Asean', artinya komitmen menjaga lingkungan dibuat bersama untuk kepuasan bersama. 

Pokok ketiga, optimalisasi usaha untuk memastikan perencanaan dari misi yang telah dicetuskan oleh peneliti institusi pendidikan dapat bekerja, artinya peran perguruan tinggi diharapkan mulai memperlihatkan hasil, jangan hanya berbicara pada tataran riset semata tapi tak ada aksi. 

Ia menilai negara anggota Asean masih lamban bergerak mengatasi persoalan lingkungan karena tidak di beri stimulus oleh perguruan tinggi dalam mengatur langkah-langkah proaktif dan interaktif. 

"11 negara Asean sebenarnya sudah kompak, tapi kedepan tidak tahu, yang jelas tiap negara terus memenuhi kebutuhan masyarakatnya dengan beragam cara, maka untuk memastikan cara-cara itu tidak mengganggu keberlangsungan lingkungan diperlukan komitmen bersama pada satu paradigma khusus yang lebih sepsifik," ujar Fachurrozie. 

Paradigma khusus yang lebih spesifik yakni upaya menjaga lingkungan dimulai dengan merencanakan kerja bersama dan harus mampu membiayai pelaksanaanya, jangan investasi batu bara mau keluar uang banyak tapi perawatan lingkungannya tidak dialokasikan dana, lanjutnya. 

Ia menambahkan Asean masih menghadapi banyak persoalan lingkungan, sebut saja contohnya pemanasan global, kebakaran hutan-lahan,  pencemaran laut, hingga sampah, semua disebabkan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan makanan, energi dan air, walaupun persoalan tersebut berlaku secara umum di dunia. 

Oleh karena itu, melalui Sriwijaya Internasional Conference di Palembang, ia berharap riset para pakar lingkungan bisa dijadikan acuan paradigma pembangunan khusus Asean yang bisa diserap perguruan tinggi sebagai bahan penelitian dasar untuk dikembangkan, sehingga paradigma tersebut secara perlahan berjalan di negara masing-masing.