Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Presiden Joko Widodo diminta mengeluarkan peraturan Pemerintah pengganti UU (perppu) untuk mencabut pasal-pasal di UU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) yang bersifat kontra reformasi dan kontra demokratik.
"Setelah menandatangani UU MD3, Presiden bisa mencabut pasal-pasal tersebut," kata Wakil Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Girindra Sandino, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat.
Menurut Girindra Sandino, jika permasalahan UU MD3 ini berlarut, maka dikhawatirkan akan menurunkan kewibawaan dan kepercayaan publik serta kelompok sipil pro demokrasi terhadap Presiden, juga menunjukkan betapa rapuhnya pemerintahan pusat, terlebih menjelang pemilu.
KIPP Indonesia berpendapat UU MD3 yang baru disetujui DPR untuk disahkan oleh Presiden dapat mengekang dan membungkam suara kritis dari rakyat, khususnya pasal 122 huruf k.
"Keberadaan pasal ini akan membungkam suara kritis rakyat dengan kuasa premanisme berbaju Parlemen," kata Girindra.
Pasal 122 huruf k berbunyi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bertugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
KIPP Indonesia menilai secara sadar revisi UU MD3, merupakan wujud dari pengekangan dengan perangkat pemusnah kebebasan bersuara yang menandakan bangsa telah masuk dalam genggaman penghancuran Pancasila.
Kebebasan berpendapat dan menyuarakan pemikiran adalah bukti bahwa rakyat Indonesia memang cerdas dan haus akan pengetahuan. Penyaluran opini personal dan kelompok bukan bertujuan untuk mengganggu atau merendahkan suatu kelompok, terlebih yang mulia para anggota parlemen, tapi uara dan pendapat dilemparkan ke publik untuk menerima balasan.
KIPP berpandangan, pengakuan dan realisasi hak kemerdekaan untuk menyampaikan pendapat merupakan salah satu ciri pokok demokrasi yang secara nasional telah dijamin dalam UUD 1945 dan sejumlah perundang-undangan antara lain UU tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, UU Hak Asasi Manusia dan UU tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik.
Oleh karena itu, kata Girindra, proteksi konstitusional dan yuridis atas hak-hak strategis tersebut harus menjadi komitmen dan pedoman bagi pemerintah serta lembaga negara, penegak hukum, serta pranata-pranata demokrasi tanpa kecuali.
"Penegasian atas hak asasi manusia yang fundamental itu akan merusak sendi-sendi demokrasi yang sudah dibangun," katanya.
Menurut dia, kriminalisasi atas aksi berpendapat merupakan musuh Pancasila. Dikatakan musuh karena pengekangan dan pembungkaman adalah bentuk perlawanan terhadap rasa berkeadilan sosial yang berperikemanusiaan.
Namun demikian, setiap manusia juga harus menjaga etika dan perilaku berkomunikasi. Pengekangan kemerdekaan untuk menyampaikan pendapat di muka umum dan mengkritik parlemen bukan hanya langkah mundur kehidupan berdemokrasi, tetapi juga berpotensi jadi ancaman tersendiri bagi konsolidasi demokrasi.
"Revisi UU MD3 seperti memperlihatkan para anggota DPR RI mengalami gejala 'gila hormat'," tutur Girindra.
(T.S037/A.F. Firman_
Berita Terkait
Arema FC diingatkan agar tidak kehilangan momen ketika jumpa Persebaya
Senin, 25 Maret 2024 15:31 Wib
Presiden bertolak ke Sumatera Utara lakukan kunjungan kerja
Kamis, 14 Maret 2024 10:31 Wib
Presiden pastikan harga BBM tidak naik
Senin, 4 Maret 2024 13:24 Wib
Presiden perkirakan harga beras akan turun jelang panen raya
Senin, 4 Maret 2024 11:25 Wib
Presiden Jokowi lanjutkan kunjungan kerja ke Palembang, Sumatera Selatan
Jumat, 1 Maret 2024 16:58 Wib
Presiden Jokowi dijadwalkan hadiri Muktamar XX IMM di Palembang
Jumat, 1 Maret 2024 1:56 Wib
Presiden: Mengatur pemindahan ASN ke IKN bukan perkara gampang
Kamis, 29 Februari 2024 17:09 Wib
Presiden: Jangan sampai gagal panen kurangi produksi dalam jumlah besar
Kamis, 29 Februari 2024 12:27 Wib