Kasus hukum karhutla kerap sulit dapatkan saksi

id AKBP Adi Herfanus, tersangka, pembakar lahan, Polda Sumsel, saksi, tutup mulut

Kasus hukum karhutla kerap sulit dapatkan saksi

Kebakaran Lahan Di Indralaya , Sumatera Selatan. (ANTARA Sumsel/Nova Wahyudi/dol/17) ()

Palembang (ANTARA Sumsel) - Kasus hukum terkait kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan kerap dihadapkan persoalan sulitnya mendapatkan saksi dari warga sekitar sehingga proses lanjutan menjadi terkendala.

Kepala Bagian Pembinaan Latihan Operasi (Binlatops) Polda Sumsel AKBP Adi Herfanus di Palembang, Selasa, mengatakan, lantaran itu tidak semua kejadian karhutla mendapatkan tersangkanya karena warga umumnya tutup mulut dan enggan berperkara.

"Inilah masalah di lapangan yang kami hadapi. Warga meski mengetahui siapa yang membakar, tapi tidak mau memberitahukan karena teman satu kampung," kata dia.

Untuk itu, mau tak mau, Polda Sumsel membuat standar yang baru yakni menjadikan laporan laboratorium forensik sebagai rujukan baru. Jika berdasarkan laboratorium forensik terbukti ada pembakaran dengan sengaja maka pemilik lahan yang akan diselidiki.

Hal ini juga sesuai dengan maklumat antara tiga pihak yakni TNI, Polri dan Gubernur Sumatera Selatan beberapa waktu lalu.

"Tidak bisa lagi lepas tangan, artinya pemilik lahan harus menjaga lahannya jangan sampai terbakar," ujar dia.

Langkah serupa juga diterapkan Polda Sumsel dalam menyelidiki kasus kebakaran hutan dan lahan di Muara Belida, Muaraenim, beberapa hari lalu karena diduga kuat dilakukan dengan sengaja.

Polisi telah mengantongi bukti dari Labfor berdasarkan foto-foto yang didapat oleh petugas Manggala Agni dan BPBD menyatakan bahwa memang benar di lokasi tersebut terjadi kebakaran.

"Kebakaran yang disebabkan manusia atau alam, tentunya sangat berbeda, dan polisi sudah mengantongi bukti labfor-nya," kata dia.

Ia menjelaskan bahwa polisi terus mendalami kasus kebakaran yang menghanguskan lahan sekitar 150 hektare tersebut dengan mengumpulkan barang bukti dan keterangan sejumlah saksi.

Terkait saksi, polisi hingga kini masih berupaya untuk mendapatkannya. "Inilah yang menjadi kendala utama polisi, sehingga kami tidak pernah berani memasang target kapan suatu kasus bisa masuk ke Kejaksaan. Yang jelas, polisi terus mengembangkan kasus ini," ujar dia.

Sejauh ini pada 2017, Polda Sumsel sedang menanggani kasus hukum karhutla di Ogan Ilir (2 kasus), Ogan Komering Ilir (4 kasus), Banyuasin (1 kasus) dan Muaraenim (4 kasus).

Penegakan hukum bagi pembakar lahan ini merujuk pada UU Lingkungan Hidup, UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, dan Pasal 187 KUHP.

"Tujuannya tak lain agar menimbukan efek jera dan menjadi contoh supaya tidak ada lagi kegiatan pembakaran untuk buka lahan," kata dia.

Sementara itu, kebakaran hutan dan lahan kembali berlangsung di Sumatera Selatan dipicu oleh puncak musim kemarau pada 11-18 September 2017 di Ogan Ilir dan Muaraenim. Kali ini, kebakaran tidak hanya di lahan gambut tapi telah merembet ke tanah mineral di Muara Belida, Muaraenim, yang diperkirakan telah menhanguskan lahan seluas 150 hektare.

Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan sejak Februari 2017. Sementara itu BMKG merilis puncak musim kemarau di Sumsel diperkirakan masih akan berlangsung hingga akhir September.