Waka MPR tolak ekonomi liberal karena timpang

id Mahyudin, Wakil Ketua MPR, ekonomi liberal, mekanisme pasar

Waka MPR tolak ekonomi liberal karena timpang

Wakil Ketua MPR RI Mahyudin (Handout MPR)

Jakarta (Antarasumsel.com) - Wakil Ketua MPR RI Mahyudin menolak sistem ekonomi liberal yang terlalu bergantung kepada kekuatan pasar karena hal tersebut dinilai hanya menimbulkan ketimpangan di tengah masyarakat.

"Paham liberal ini menyerahkan sistem ekonomi kepada mekanisme pasar," kata Mahyudin dalam rilis, di Jakarta, Sabtu.

Dia menegaskan, hanya dengan berlandaskan Pancasila paham ekonomi yang berkembang di Indonesia berpihak kepada rakyat.

Sedangkan ekonomi liberal yang menggantungkan diri dengan pasar dinilai akan mengakibatkan warga kecil akan semakin miskin, dan yang besar akan berkembang.

Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan menyoroti masih adanya ketimpangan wilayah investasi sehingga diharapkan pemerintah dapat menerapkan langkah kebijakan maksimal guna mengatasinya.

"Yang tidak kalah penting adalah perhatian serius pemerintah pada soal ketimpangan wilayah investasi antara Jawa dan luar Jawa," kata Heri Gunawan.

Politisi Partai Gerindra itu memaparkan data per September 2016, realisasi investasi masih terpusat di Jawa meskipun penanaman modal di luar Jawa dilaporkan sedikit meningkat.

Sementara itu, pengelolaan manajemen rantai pasok yang tepat dinilai bakal membenahi ketimpangan ekonomi sehingga juga dapat mengurangi efek negatif akibat disparitas harga sejumlah komoditas.

Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Yukki Nugrahawan Hanafi di Jakarta, Selasa (21/3), menilai ketimpangan perekonomian di Indonesia terjadi akibat ketiadaan dukungan manajemen rantai pasok komoditi di daerah pedesaan dan perkotaan sehingga mengakibatkan harga sejumlah komoditas meningkat drastis.

Menurut Yukki, pemerataan pembangunan ekonomi dalam negeri baru dapat terwujud bila pemerintah membenahi sistem logistik nasional, dan melakukan upaya peningkatan kualitas distribusi komoditas perdagangan dengan manajemen rantai pasok.

"Indonesia sebagai negara maritim harus memiliki sistem logistik yang handal untuk mendukung distribusi logistik baik nasional dan regional, serta memperbaiki perangkat sistem logistiknya. Dengan begitu, kita bisa menekan biaya hingga 10 persen dan memudahkan akses antarpulau," tuturnya.

Yukki pada saat ini mengaku melihat banyak ketimpangan dan ketidakadilan antara produsen di daerah pedesaan dengan pedagang besar di perkotaan, seperti di sektor pertanian, para petani sebagai produsen justru menerima penghasilan yang jauh lebih rendah daripada pengumpul dan pedagang besar di kota.

Sebelumnya, Pemerintah dinilai perlu membenahi kebijakan harga sejumlah komoditas pangan yang selama ini dinilai kerap tergerus oleh mekanisme liberalisasi perdagangan, terutama yang ditanamkan oleh IMF sejak krisis ekonomi 1998.

"Ada kebijakan yang salah dalam menetapkan harga komoditas," kata Anggota Komisi VI DPR Eka Sastra di Jakarta, Kamis (9/3).

Menurut dia, salah satu kebijakan pangan yang harus dibenahi adalah terkait tata niaga yang mengontrol harga di hulu tetapi malah melepas harga di hilir.

Selain itu, politisi Partai Golkar itu juga menyoroti struktur pasar yang kerap masih dikuasai praktik oligopoli sehingga dibutuhkan peran lebih dari negara.