Kejagung periksa saksi korupsi IM2

id korupsi, im2, jaringa frekuensi, kejagung

Kejagung periksa saksi korupsi IM2

Ilustrasi - Korupsi (Antarasumsel.com/Grafis/Aw)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus memeriksa sejumlah saksi dugaan korupsi penggunaan jaringan frekuensi radio 2,1 GHz/3 G Generasi Ketiga PT Indosat Tbk dan PT Indosat Mega Media.
        
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Setia Untung Arimuladi melalui laman Kejagung di Jakarta, Kamis, membenarkan penyidik juga memeriksa Direktur Penataan Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika pada Kementerian Komunikasi dan Informatika Titon Dutono.
         
"Pokok pemeriksaan menyangkut tugas dan kewenangan saksi mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut pengelolaan jaringan dan perangkat yang ada di Kementerian Komunikasi dan Informatika," katanya.
         
Dalam kasus dugaan korupsi itu Johnny Swandi Sjam ditetapkan sebagai tersangka.
         
Sementara itu, mantan Direktur Utama IM2 Indar Atmanto tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang agenda saat ini masih pemeriksaan saksi-saksi. Kejagung juga menetapkan ada kejahatan korporasi oleh Indosat dalam kasus tersebut.
         
Sementara itu, sidang perkara kasus IM2 dengan terdakwa Indar Armanto, bekas Direktur Utama PT Indosat Multi Media (IM2) kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Kamis (21/3).
         
Dalam sidang kali ini, jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan dua saksi. Saksi pertama, Titon Dutomo, Direktur Penataan Sumber Daya Kementerian Komunikasi dan Informatika sedangkan saksi kedua, Bertiana Sari adalah pejabat di lingkungan Kemenkominfo.
         
Dalam kesaksiannya, Titon secara tegas menyatakan sahnya kerja sama antara PT Indosat Tbk, sebagai penyelenggara jaringan dengan PT IM2 sebagai penyelenggara jasa internet. "Karena undang-undang yang memerintahkan demikian," katanya menjawab pertanyaan Jaksa Fadhil Z. Harahap.
         
Di depan persidangan, Titon juga menjelaskan bagaimana operator telekomunikasi bisa mendapatkan hak sebagai penyelenggara jaringan di frekuensi 2,1 3G.
     
Menurut Titon, pada 2006, pemerintah mengadakan lelang soal frekuensi 3G tersebut. Ketika itu ada lima peserta tender dengan Indosat sebagai pemenang tender.
         
Selanjutnya, Titon menyatakan, Indosat sebagai penyelenggara jaringan sebenarnya juga sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi. "Karena Indosat punya izin keduanya," katanya.
         
Kalau kemudian Indosat bekerja sama dengan IM2 itu juga bukan masalah karena kerja sama ini memang dianjurkan pemerintah demi memperluas penggunaan internet. Itulah sebabnya, menjadi hal yang lazim bila ada kerja sama bisnis antara penyelenggara jaringan dengan penyelenggara jasa telekomunikasi.
     
Dalam kerja sama ini, sebagai penyelenggara jasa, IM2 adalah penyewa dari penyelenggara jaringan. Karena itu, sebagai penyewa, IM2 tentu harus membayar sewa. "Namun bukan membayar BHP (biaya hak penyelenggaraan) frekuensi," katanya.
         
Pengacara terdakwa, Luhut MP Pangaribuan lebih jauh juga bertanya soal BHP frekuensi ini, Titon lebih detail menjelaskan, sebenarnya penyelenggara jasa, seperti IM2, hanya membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) komunikasi dan USO (universal service obligation).
         
"Penyelenggara jasa karena tidak ada penetapan menteri bahwa mereka memakai frekuensi tertentu," kata Titon.