Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang dikumpulkan dari transaksi perdagangan aset kripto menyumbang kontribusi penerimaan pajak dengan akumulasi sebesar Rp1,09 triliun sejak tahun 2022 hingga 2024.

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK Hasan Fawzi menyampaikan hasil penerimaan pajak kripto itu saat rapat kerja (raker) bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis.

Nilai akumulasi penerimaan pajak tersebut, dijelaskannya, terdiri dari penerimaan PPh sebesar Rp577,12 miliar dan PPN sebesar Rp510,56 miliar.

“Karena sudah berlakunya pengenaan pungutan pajak, baik PPh maupun PPN atas transaksi kripto sejak pertengahan 2022 lalu, terjadi juga kontribusi penerimaan pajak yang berasal dari pungutan atas transaksi aset kripto di Indonesia,” kata Hasan.


Pada tahun 2024 saja, sebut Hasan, penerimaan pajak dari transaksi kripto mencapai Rp620,4 miliar. Angka ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp220,83 miliar.

Untuk diketahui, pemungutan pajak atas transaksi perdagangan aset kripto berlaku sejak 1 Mei 2022 sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022.

Hasan menyebutkan, nilai transaksi aset kripto sepanjang tahun 2024 tercatat sebesar Rp650,61 triliun. Angka ini meningkat 335,91 persen secara tahunan, dibandingkan tahun 2023 yang hanya mencapai Rp149,25 triliun.

“Karena kripto ini tidak ada hari liburnya, kurang lebih Rp2 triliunan per harinya dilakukan transaksi yang terkait dengan aset kripto melalui penyelenggara platform resmi berizin yang sebelumnya di Bappebti,” kata dia.

Dari sisi investor, catat Hasan, jumlah investor kripto mencapai 22,91 juta investor per Desember 2024 atau tumbuh 23,77 persen year on year (yoy) dibandingkan jumlah investor pada 2023 yang mencapai 18,51 juta investor.

Sedangkan dari sisi lanskap ekosistem, terdapat 3 lembaga yang bertindak sebagai self-regulatory organization (SRO). Per Januari 2024, ada 16 pedagang fisik aset kripto (PFAK) yang telah memperoleh izin usaha dari Bappebti yang pengawasannya kini dialihkan kepada OJK. Selain itu, terdapat 14 calon PFAK yang sedang melanjutkan proses perizinannya di OJK.

“Sesuai dengan pengaturan di POJK maupun kesepahaman kami dengan Bappebti terhadap 14 calon pedagang ini pun sebetulnya tidak kehilangan haknya untuk tetap melakukan kegiatan fasilitasi transaksi dari investornya secara penuh. Jadi hanya proses perizinan penuhnya saja yang harus diselesaikan dan dilanjutkan oleh kami di OJK,” kata Hasan.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) secara resmi telah mengalihkan tugas pengaturan dan pengawasan aset kripto kepada OJK. Hal ini sesuai mandat Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2024.

Pengalihan ini ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) dan Nota Kesepahaman (NK) pada 10 Januari 2025. Transisi ini mencakup pengawasan terhadap satu lembaga bursa, satu kliring, satu kustodian, dan 16 pedagang aset kripto.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: OJK: Kontribusi pajak dari transaksi aset kripto capai Rp1,09 triliun

Pewarta : Rizka Khaerunnisa
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2025