Palembang (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan mengoptimalkan penghapusan fidusia karena hingga Juni 2024 tercatat sekitar 20 juta lebih sertifikat jaminan fidusia belum dihapuskan.
"Berdasarkan data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kemenkumham di wilayah provinsi ini masih terdapat 20.366.111 atau sekitar 74 persen sertifikat jaminan fidusia belum dihapuskan oleh penerima fidusia," kata Pelaksana Harian (Plh) Kepala Kanwil Kemenkumham Sumsel Rahmi Widhiyanti di Palembang, Selasa.
Untuk mengoptimalkan penghapusan fidusia, menurut Rahmi, pihaknya mengajak notaris menghapus register fidusia yang masa jaminannya telah berakhir, baik karena pelunasan piutang yang dijamin maupun kerusakan objek jaminan.
“Notaris sebagai pejabat publik yang diberi kewenangan untuk melakukan proses pendaftaran fidusia sangat berperan mendorong kreditur untuk mendaftarkan dan menghapus akta jaminan fidusia,” ujarnya.
Dia menjelaskan, fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan fidusia yang belum dihapus oleh perbankan atau lembaga pembiayaan nonperbankan yang dalam hal ini adalah lembaga pembiayaan (leasing) sebagai penerima fidusia, akan merugikan para debitur karena meski utangnya telah lunas mereka tetap dianggap masih menunggak.
Hal itu merugikan debitur karena membuat mereka tidak bisa mengambil utang lagi, dan mereka juga tidak dapat menggunakan objek jaminan fidusia tersebut untuk mengakses pinjaman atau pembiayaan ke bank lain.
Nama maupun kredibilitas debitur juga dirugikan karena seolah-olah masih menunggak, permasalahan itu perlu diselesaikan dengan baik agar tidak ada pihak yang dirugikan baik debitur maupun kreditur.
Melihat masih banyaknya jaminan fidusia yang belum dihapus, pihaknya meminta notaris yang memiliki hak akses data jaminan fidusia agar mendorong bank maupun leasing untuk segera melakukan penghapusan jaminan fidusia bagi para nasabah yang utangnya sudah lunas.
Rahmi memastikan Kemenkumham Sumsel dan jajaran akan terus melakukan pengawasan terhadap notaris, perbankan, serta lembaga pembiayaan yang lambat melakukan penghapusan untuk menghindari fidusia ganda dan menciptakan tertib administrasi yang berkepastian hukum sesuai Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 25 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Perubahan, dan Penghapusan Jaminan Fidusia.
Sementara Kepala Subbidang Pelayanan AHU Kemenkumham Sumsel Riyan Citra Utami menjelaskan bahwa pihaknya gencar melakukan sosialisasi mengenai penghapusan fidusia.
Kegiatan sosialisasi itu bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman para pemangku kepentingan terkait fidusia, guna memberikan kepastian hukum dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap layanan fidusia.
“Sasaran kegiatan sosialisasi ini yakni perwakilan notaris, perbankan, lembaga pembiayaan nonperbankan, akademisi dan masyarakat umum. Dalam kegiatan sosialisasi melibatkan narasumber dari Direktorat Perdata Ditjen AHU dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sumsel,” ujar Riyan.
"Berdasarkan data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kemenkumham di wilayah provinsi ini masih terdapat 20.366.111 atau sekitar 74 persen sertifikat jaminan fidusia belum dihapuskan oleh penerima fidusia," kata Pelaksana Harian (Plh) Kepala Kanwil Kemenkumham Sumsel Rahmi Widhiyanti di Palembang, Selasa.
Untuk mengoptimalkan penghapusan fidusia, menurut Rahmi, pihaknya mengajak notaris menghapus register fidusia yang masa jaminannya telah berakhir, baik karena pelunasan piutang yang dijamin maupun kerusakan objek jaminan.
“Notaris sebagai pejabat publik yang diberi kewenangan untuk melakukan proses pendaftaran fidusia sangat berperan mendorong kreditur untuk mendaftarkan dan menghapus akta jaminan fidusia,” ujarnya.
Dia menjelaskan, fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan fidusia yang belum dihapus oleh perbankan atau lembaga pembiayaan nonperbankan yang dalam hal ini adalah lembaga pembiayaan (leasing) sebagai penerima fidusia, akan merugikan para debitur karena meski utangnya telah lunas mereka tetap dianggap masih menunggak.
Hal itu merugikan debitur karena membuat mereka tidak bisa mengambil utang lagi, dan mereka juga tidak dapat menggunakan objek jaminan fidusia tersebut untuk mengakses pinjaman atau pembiayaan ke bank lain.
Nama maupun kredibilitas debitur juga dirugikan karena seolah-olah masih menunggak, permasalahan itu perlu diselesaikan dengan baik agar tidak ada pihak yang dirugikan baik debitur maupun kreditur.
Melihat masih banyaknya jaminan fidusia yang belum dihapus, pihaknya meminta notaris yang memiliki hak akses data jaminan fidusia agar mendorong bank maupun leasing untuk segera melakukan penghapusan jaminan fidusia bagi para nasabah yang utangnya sudah lunas.
Rahmi memastikan Kemenkumham Sumsel dan jajaran akan terus melakukan pengawasan terhadap notaris, perbankan, serta lembaga pembiayaan yang lambat melakukan penghapusan untuk menghindari fidusia ganda dan menciptakan tertib administrasi yang berkepastian hukum sesuai Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 25 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Perubahan, dan Penghapusan Jaminan Fidusia.
Sementara Kepala Subbidang Pelayanan AHU Kemenkumham Sumsel Riyan Citra Utami menjelaskan bahwa pihaknya gencar melakukan sosialisasi mengenai penghapusan fidusia.
Kegiatan sosialisasi itu bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman para pemangku kepentingan terkait fidusia, guna memberikan kepastian hukum dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap layanan fidusia.
“Sasaran kegiatan sosialisasi ini yakni perwakilan notaris, perbankan, lembaga pembiayaan nonperbankan, akademisi dan masyarakat umum. Dalam kegiatan sosialisasi melibatkan narasumber dari Direktorat Perdata Ditjen AHU dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sumsel,” ujar Riyan.