Palembang, Sumsel (ANTARA) - Bijak berbelanja dan sikap tak panik dalam menyikapi isu-isu kenaikan harga kebutuhan pangan, merupakan  respon yang harus masif di masyarakat sebagai  untuk tidak memperdalam dampak fluktuasi harga kebutuhan pokok di pasaran.

Hal tersebut salah satu rekomendasi dari diskusi "Talk Sriwijaya Community" yang digelar di Cafe Tembesu di Kota Palembang, Sabtu.

Selain itu pemetaan sektor produksi, pengawasan jalur distribusi dan optimalisasi koordinasi rantai pasok komoditas pangan yang melibatkan semua stakeholder terkait menjadi elemen penting lainnya  yang harus terus dievaluasi dan dieksekusi secara cepat, tepat serta tegas sehingga rantai pasokan tetap "on the track" sebagai lumbung pangan.

Di sisi lain inisiatif, inovasi serta pengembangan kearifan lokal sektor pangan menjadi bagian yang tidak bisa dikesampingkan, sehingga bisa mengoptimalkan diversifikasi pangan yang bila digulirkan menyeluruh jadi solusi baik untuk jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.

Talk Sriwijaya Community sendiri merupakan wadah diskusi yang digagas sejumlah pewarta di Kota Palembang Sumatera Selatan, sekaligus merespon isu-isu terkini di masyarakat.

Diskusi perdana forum diskusi yang dipandu wartawan senior Agus Harizal dan moderator Eko Prasetyo itu bertemakan “Mencari Solusi Tingginya Harga Sembako Saat Ini”  menghadirkan narasumber Plh Kepala Dinas Perdagangan Sumsel Henny Yulianti , Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumsel  Ruzuan Efendi dan  Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Dr M Umar Harun.

“Kami menghimbau masyarakat agar jangan panik dengan isu-isu naiknya harga, sebab harga saat ini sudah mulai turun. Kemudian masyarakat juga kita imbau berbelanja sesuai dengan kebutuhan saja,  jangan sampai menimbun,” kata Plh Kepala Dinas Perdagangan Sumsel Henny Yulianti.

Ia menjelaskan, terkait stok pangan dan kebutuhan pokok sejuah ini terkawal dan terpetakan, sehingga fenomena yang muncul terkait fluktuasi harga komoditas masih terawasi dalam batas kewajaran sesuai dengan siklus dan ketercukupan rantai pasok di pasar.

Rantai pasokan serta "suplay and demand" menjadi sektor krusial  dalam distribusi pangan di semua daerah Indonesia, tidak hanya terjadi di Sumatera Selatan. Khususnya pada momen-momen tertentu seperti ramadhan dan idul fitri, tahun baru ataupun dampak keterlambatan panen akibat el nino serta pergerakan distribusi pangan antar daerah.

Sementara itu  Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Dr  M Umar Harun menyoroti fenomena kenaikan harga komiditas yang  muncul setiap tahun secara rutin.

"Hanya di kita, sedangkan di China dengan jumlah penduduk mencapai 1,43 miliar  tenang-tenang saja,” ungkapnya.

Naiknya Sembako saat ini karena adanya permasalahan yang kompleks, contohnya seperti beras dimana ada proses fenomena setiap sirkulasinya.

“Kita contohkan saja seperti gabah ada tokenya, dedak kalau mau beli harus lewat tokenya, hal inilah yang sulit dijangkau dan disentuh oleh pemerintah,” terang Umar.

Ia sepakat kebijakan pasar murah yang digelar pemerintah dalam merespon kenaikan harga pangan sudah benar dan tepat.

Namun bagaimana untuk menyikapi kedepannya? Karena harga naik ini sudah menjadi fenomena tahunan. Dari itu harus ada langkah ke depan untuk mengatasinya. Pengecekannya dengan mengeluarkan data-data konsumsi masyarakat setiap kabupaten, kota dan provinsi. Dimana setiap minggu berapa beras yang dibutuhkan masyarakat dan berapa jumlah beras yang diproduksi.

"Selanjutnya untuk langkah jangka menengah yakni perlu ada pergudangan untuk memasok stok. Karena saya yakin naiknya harga ini setiap tahun terjadi, dan ini hanya sesaat saja,” jelasnya.

Terkait upaya Pemerintah Provinsi Sumsel selama ini dinilainya sudah sesuai track-nya, dimana dimulai dengan Sumsel lumbung pangan.

“Menurut saya solusi untuk menekan naiknya harga Sembako yang terjadi setiap tahun ini adalah diperbaiki dulu rantai perdagangannya di pasar serta sediakan pergudangan untuk  jangka panjangnya,” tandasnya.


Rantai Pasok

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumsel  Ruzuan Efendi  menyampaikan, Provinsi Sumsel merupakan daerah lumbung pangan nomor lima nasional dan daerah produksi beras tertinggi di Pulau Sumatera.

“Jadi beras di Sumsel berlimpah, hanya saja harga jualnya ke masyarakat memang fluktuatif," katanya.

Sedangkan untuk Bulog memang tidak pernah membeli gabah dari para petani karena Bulog ini  sifatnya hanya melalui mitra. Meskipun demikian untuk di Provinsi Sumsel ini ketersediaan beras mencukupi. Terkait beras ini memang tidak ada regulasi yang membatasi untuk pengiriman dari daerah atau kabupaten lainnya.


Dalam diskusi tersebut Indra Gultom pewarta senior ANTARA menyoroti mengatakan harga Sembako yang dikatakan naik mesti ada perbandingan dulu dari beberapa pasar. Sebab, setiap jam harga di pasar ini bisa berubah-ubah. Begitupun untuk jalur distribusi mesti diperbaiki guna menghambat terjadinya gejolak harga di pasaran.

Firdaus Komar Pimres Extranews.id yang juga Direktur UKW PWI dalam diskusi tersebut mengatakan, naiknya harga Sembako perlu dibahas secara tuntas karena hal tersebut sangat penting, apalagi soal pangan ini bisa menjadi masalah besar yang dapat mengancam kedaulatan.

Untuk langkah yang telah dilakukan pemerintah saat ini dengan menggelar Pasar Murah memang sudah dirasakan oleh masyarakat. Namun kedepannya apakah ada konsep dari pemerintah dan akademisi untuk membangun sistem perdagangan dan distribusi yang aman agar tidak terjadi lagi riak-riak di masyarakat,” kata Firdaus.

Maspril Aries pewarta senior dan penggiat literasi dalam diskusi tersebut mengungkapkan, berbicara lumbung pangan menurutnya Sumsel belum menyentuh hal itu (Sumsel lumbung pangan). Tapi kalau Sumsel lumbung energi itu benar, karena sudah ada kajian dan konsepnya.

“Kalau menyebut Sumsel lumbung pangan dengan naiknya harga beras maka ini ironi. Jadi kalau Sumsel dikatakan lumbung pangan maka penuhi dulu kebutuhan masyarakat (Sumsel) baru yang di luar. Jadi tagline lumbung pangan saya menilai tidak, kalau lumbung energi memang benar Sumsel adalah lumbung energi, baik itu batu bara dan listrik,” jelasnya.

Masih dikatakannya, kemudian untuk inflasi dan kenaikan harga mana yang seharusnya lebih dulu menjadi fokus dari pemerintah.


Pada diskusi tersebut juga  Iwan Setiawan dari Asosiasi Penusaha Hutan Industri Komda Wilayah Sumsel dan Lampung menganggap forum diskusi ini sangat strategis karena memunculkan ide-ide untuk penguatan bagi program pemangku kepentingan terkait isu yang berkembang dan urgen.

"Hasil dari diskusi ini akan menjadi masukan buat pemerintah, makannya kami dari APHI Komda Wilayah Sumsel dan Lampung sangat memberikan dukungan menggelar diskusi ini dengan menghadirkan para narasumber yang merupakan ahli di bidangnya," kata Iwan.

Pewarta : Pewarta Sumsel
Editor : Syarif Abdullah
Copyright © ANTARA 2024