Jakarta (ANTARA) - Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar mengatakan puasa memiliki makna spiritual untuk menahan diri dari berbagai hawa nafsu termasuk menjaga panca indera agar tidak melakukan hal-hal yang tercela dan mengandung dosa.
"Pengendalian diri yang utama adalah mempuasakan mulut," ujarnya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Minggu.
Nasaruddin menuturkan bahwa Ramadhan adalah bulan penuh berkah dan ampunan bagi umat Islam di seluruh dunia.
Oleh karena itu momentum Ramadhan harus dimaknai tidak hanya sekedar berpuasa untuk menahan lapar dan dahaga, tetapi juga mengendalikan diri dari hawa nafsu.
Mulut menjadi sumber pengumpul dosa paling banyak karena kerap dipakai untuk membicarakan aib saudara sendiri, menghujat, memfitnah hingga menelan makanan minuman yang haram atau syubhat berupa makanan atau minum.
"Sesungguhnya Allah itu maha suci. Bagaimana doa itu bisa terkabul jika tubuh dipenuhi dengan barang syubhat. Jangan harap memiliki anak yang soleh dan solehah jika makanan yang masuk ke badannya itu barang-barang syubhat,” kata Nasaruddin.
Selain indra pengecap, pengendalian diri juga harus dilakukan terhadap indra penglihatan dan mempuasakan indra pendengaran dari suara-suara atau musik yang tidak islami.
Selanjutnya menjaga indera penciuman yang berpotensi untuk memvisualisasikannya ke dalam hal-hal yang tidak baik, menjaga tangan kita dari kegiatan yang buruk, serta memperbaiki kualitas batin kita di hadapan Allah.
Nazar mengungkapkan hal yang tidak kalah penting adalah jauhi sikap musyrik. Dia berperan jangan sampai umat muslim menjadi orang yang rajin melaksanakan ibadah, namun juga menyembah selain Allah.
"Kemudian hindari riya’. Niatkan dalam diri bahwa segala ibadah yang kita lakukan hanya semata untuk mendapat ridha dari Allah. Dengan demikian kita akan menjadi ahli tarekat apabila mampu mengendalikan panca indera," imbuhnya.
Selama bulan Ramadhan mudah ditemui umat Muslim yang rajin dan tekun dalam menjalankan ibadah serta mengendalikan hawa nafsu. Namun, rutinitas itu tidak jarang hilang ketika bulan Ramadhan usai.
Menyikapi hal itu, Nazar mengatakan istiqamah dalam ibadah dapat terus terjaga sepanjang kita terus berupaya untuk menjaga hubungan dengan Allah.
"Lakukan dengan konsisten amalan-amalan yang kecil. Seperti membiasakan puasa Senin dan Kamis, melaksanakan Shalat Dhuha dan Tahajud. Jika itu dilakukan dengan konsisten Insya Allah akan istiqomah," ucapnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Imam Istiqlal: Puasa punya makna spiritual untuk jaga panca indera
Selain indra pengecap, pengendalian diri juga harus dilakukan terhadap indra penglihatan dan mempuasakan indra pendengaran dari suara-suara atau musik yang tidak islami.
Selanjutnya menjaga indera penciuman yang berpotensi untuk memvisualisasikannya ke dalam hal-hal yang tidak baik, menjaga tangan kita dari kegiatan yang buruk, serta memperbaiki kualitas batin kita di hadapan Allah.
Nazar mengungkapkan hal yang tidak kalah penting adalah jauhi sikap musyrik. Dia berperan jangan sampai umat muslim menjadi orang yang rajin melaksanakan ibadah, namun juga menyembah selain Allah.
"Kemudian hindari riya’. Niatkan dalam diri bahwa segala ibadah yang kita lakukan hanya semata untuk mendapat ridha dari Allah. Dengan demikian kita akan menjadi ahli tarekat apabila mampu mengendalikan panca indera," imbuhnya.
Selama bulan Ramadhan mudah ditemui umat Muslim yang rajin dan tekun dalam menjalankan ibadah serta mengendalikan hawa nafsu. Namun, rutinitas itu tidak jarang hilang ketika bulan Ramadhan usai.
Menyikapi hal itu, Nazar mengatakan istiqamah dalam ibadah dapat terus terjaga sepanjang kita terus berupaya untuk menjaga hubungan dengan Allah.
"Lakukan dengan konsisten amalan-amalan yang kecil. Seperti membiasakan puasa Senin dan Kamis, melaksanakan Shalat Dhuha dan Tahajud. Jika itu dilakukan dengan konsisten Insya Allah akan istiqomah," ucapnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Imam Istiqlal: Puasa punya makna spiritual untuk jaga panca indera