Pangkalpinang (ANTARA) - Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Alobi menyatakan habitat buaya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung semakin terancam, sebagai dampak kerusakan lingkungan di hulu dan hilir sungai serta hutan bakau akibat penambangan bijih timah ilegal.
"Saat ini sungai-sungai mengalami pendangkalan dan hutan mangrove semakin rusak, sehingga buaya semakin terdesak," kata Ketua PPS Alobi Langka Sani di Pangkalpinang, Jumat.
Ia mengatakan saat ini sungai-sungai yang dulunya berkedalaman lima meter sekarang hanya lima centimeter saja, sehingga satwa ini semakin sulit mencari makan untuk bertahan hidup.
"Saat ini banyak buaya masuk ke pemukiman dan menyerang masyarakat yang beraktivitas di sungai, kolong bekas penambangan timah dan saluran air masyarakat," katanya.
Ia menyebutkan dalam dua bulan terakhir ini telah terjadi beberapa konflik antara buaya dan manusia, di antaranya serangan buaya terhadap nelayan yang menangkap ikan di Sungai Payung, dua hari kemudian terjadi serangan buaya terhadap anak perempuan di Sungai Selan.
Selain itu, juga terjadi serangan buaya di Pantai Toboali dan di Sungai Bangka Selatan. Seminggu kemudian juga ada siswa SMP meninggal dunia diserang buaya di Sungai Menduk.
"Kasus serangan buaya yang tragis terjadi di Sungai Selan, di mana ayah korban melihat secara langsung anaknya diserang dan dibawa ke dalam sungai oleh buaya," katanya.
Menurut dia, dalam menekan konflik buaya dan manusia ini harus ada sinergi dan kolaborasi semua pihak untuk menyelamatkan habitat buaya dari kerusakan akibat penambangan bijih timah ilegal.
"Saya sangat prihatin dan tidak habis pikir terhadap sikap warga. Mereka sudah tahu serangan buaya ini karena kerusakan lingkungan, namun warga masih tetap melakukan penambangan di sungai dan hutan-hutan lindung di daerah ini," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: PPS Alobi: Habitat buaya di Babel makin terancam
"Saat ini sungai-sungai mengalami pendangkalan dan hutan mangrove semakin rusak, sehingga buaya semakin terdesak," kata Ketua PPS Alobi Langka Sani di Pangkalpinang, Jumat.
Ia mengatakan saat ini sungai-sungai yang dulunya berkedalaman lima meter sekarang hanya lima centimeter saja, sehingga satwa ini semakin sulit mencari makan untuk bertahan hidup.
"Saat ini banyak buaya masuk ke pemukiman dan menyerang masyarakat yang beraktivitas di sungai, kolong bekas penambangan timah dan saluran air masyarakat," katanya.
Ia menyebutkan dalam dua bulan terakhir ini telah terjadi beberapa konflik antara buaya dan manusia, di antaranya serangan buaya terhadap nelayan yang menangkap ikan di Sungai Payung, dua hari kemudian terjadi serangan buaya terhadap anak perempuan di Sungai Selan.
Selain itu, juga terjadi serangan buaya di Pantai Toboali dan di Sungai Bangka Selatan. Seminggu kemudian juga ada siswa SMP meninggal dunia diserang buaya di Sungai Menduk.
"Kasus serangan buaya yang tragis terjadi di Sungai Selan, di mana ayah korban melihat secara langsung anaknya diserang dan dibawa ke dalam sungai oleh buaya," katanya.
Menurut dia, dalam menekan konflik buaya dan manusia ini harus ada sinergi dan kolaborasi semua pihak untuk menyelamatkan habitat buaya dari kerusakan akibat penambangan bijih timah ilegal.
"Saya sangat prihatin dan tidak habis pikir terhadap sikap warga. Mereka sudah tahu serangan buaya ini karena kerusakan lingkungan, namun warga masih tetap melakukan penambangan di sungai dan hutan-hutan lindung di daerah ini," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: PPS Alobi: Habitat buaya di Babel makin terancam