Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr dr Agus Dwi Susanto menyebutkan penggunaan vape atau rokok elektrik tidak benar-benar membuat penggunanya berhenti merokok.
Hal tersebut dikemukakannya dalam merespons adanya unggahan video yang viral di media sosial TikTok, yang menceritakan tentang seorang pengguna vape rutin yang kini menjadi pasien radang paru atau pneumonia.
"Vape bisa membantu seseorang untuk berhenti merokok, tapi harus mengikuti SOP berhenti merokok yang dikemukakan oleh WHO," katanya saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI) itu menjelaskan protokol berhenti merokok yang dikemukakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah menghentikan modalitas merokok dalam bentuk apapun, saat obat yang diberikan oleh dokter sudah habis.
"Dia (vape) bisa dipakai untuk berhenti merokok kalau ikut SOP, begitu berhenti merokok, vape-nya juga harus berhenti. Masalahnya, di Indonesia nggak begitu, kalimatnya berhenti merokok, rokok konvensional, iya, berhenti, tapi malah vape-nya lanjut terus," ujarnya.
Menurut Agus, hal tersebut menyebabkan vape bukan termasuk bagian dari terapi berhenti merokok, namun hanya sebagai upaya pengalihan penggunaan modalitas merokok, dari rokok konvensional menjadi vape.
"Jadi, anggapan vape bisa membantu berhenti merokok itu jadi salah, karena terminologi alat bantu berhenti merokok itu begitu berhenti merokok, obatnya berhenti. Masalahnya berhenti rokok konvensional terus bagaimana, vape saya pakai terus seumur hidup? Ya, nggak bisa begitu, itu namanya bukan alat bantu berhenti merokok, tapi pengalihan modalitas merokok. Itu klaim yang menyesatkan dari para produsen," ucapnya.
Karena alasan itu, ungkap Agus, WHO tidak merekomendasikan vape sebagai alat bantu berhenti merokok, karena penggunaan vape cenderung disalahgunakan oleh para penggunanya.
Untuk itu, ia mengimbau kepada masyarakat untuk tidak mengonsumsi rokok dalam bentuk apapun, baik vape maupun rokok konvensional, karena semuanya memiliki risiko dan bahaya yang sama bagi kesehatan.
"Termasuk juga shisha, sama juga bahayanya untuk kesehatan jangka pendek atau panjang. Hindari penggunaannya, karena akan menyebabkan penyakit suatu saat nanti pada diri masyarakat," tutur Agus Dwi Susanto.*
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar sebut vape tidak benar-benar membuat seseorang berhenti merokok
Hal tersebut dikemukakannya dalam merespons adanya unggahan video yang viral di media sosial TikTok, yang menceritakan tentang seorang pengguna vape rutin yang kini menjadi pasien radang paru atau pneumonia.
"Vape bisa membantu seseorang untuk berhenti merokok, tapi harus mengikuti SOP berhenti merokok yang dikemukakan oleh WHO," katanya saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI) itu menjelaskan protokol berhenti merokok yang dikemukakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah menghentikan modalitas merokok dalam bentuk apapun, saat obat yang diberikan oleh dokter sudah habis.
"Dia (vape) bisa dipakai untuk berhenti merokok kalau ikut SOP, begitu berhenti merokok, vape-nya juga harus berhenti. Masalahnya, di Indonesia nggak begitu, kalimatnya berhenti merokok, rokok konvensional, iya, berhenti, tapi malah vape-nya lanjut terus," ujarnya.
Menurut Agus, hal tersebut menyebabkan vape bukan termasuk bagian dari terapi berhenti merokok, namun hanya sebagai upaya pengalihan penggunaan modalitas merokok, dari rokok konvensional menjadi vape.
"Jadi, anggapan vape bisa membantu berhenti merokok itu jadi salah, karena terminologi alat bantu berhenti merokok itu begitu berhenti merokok, obatnya berhenti. Masalahnya berhenti rokok konvensional terus bagaimana, vape saya pakai terus seumur hidup? Ya, nggak bisa begitu, itu namanya bukan alat bantu berhenti merokok, tapi pengalihan modalitas merokok. Itu klaim yang menyesatkan dari para produsen," ucapnya.
Karena alasan itu, ungkap Agus, WHO tidak merekomendasikan vape sebagai alat bantu berhenti merokok, karena penggunaan vape cenderung disalahgunakan oleh para penggunanya.
Untuk itu, ia mengimbau kepada masyarakat untuk tidak mengonsumsi rokok dalam bentuk apapun, baik vape maupun rokok konvensional, karena semuanya memiliki risiko dan bahaya yang sama bagi kesehatan.
"Termasuk juga shisha, sama juga bahayanya untuk kesehatan jangka pendek atau panjang. Hindari penggunaannya, karena akan menyebabkan penyakit suatu saat nanti pada diri masyarakat," tutur Agus Dwi Susanto.*
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar sebut vape tidak benar-benar membuat seseorang berhenti merokok