Badung, Bali (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggandeng platform media sosial, Telegram untuk memblokir pembajakan konten olahraga yang banyak ditemukan melalui platform digital itu di tanah air.
“Sebentar lagi kami memanggil Telegram. Mereka sudah sangat membantu tapi kami ingin bekerja lebih erat dengan Telegram untuk memblokir konten negatif dan konten ilegal,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo I Nyoman Adhiarna di sela pertemuan Sportel di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Ia tidak menyebutkan waktu spesifik untuk jadwal pemanggilan itu, namun pihaknya dalam waktu dekat mengajak kanal digital media sosial tersebut untuk ikut memberantas pembajakan konten ilegal termasuk pembajakan konten olahraga.
Adhiarna menjelaskan, Kominfo tidak bisa langsung memblokir konten ilegal karena masing-masing media sosial itu memiliki kebijakan sendiri dan perlu kerja sama dengan kementerian/lembaga dan asosiasi terkait.
Hal itu, lanjut dia, berbeda dengan pemblokiran konten negatif seperti perjudian, pornografi hingga kabar bohong yang bisa langsung diblokir Kominfo.
Misalnya bekerja sama terlebih dahulu dengan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM RI apabila ada temuan konten ilegal di media sosial.
“Kami harus kerja sama dengan kementerian lain misalnya Kemenkumham. Mereka yang bisa menentukan benar atau tidak situs itu memang menyiarkan konten ilegal. Setelah mereka mengatakan ilegal, kami baru bisa blokir, tahapannya seperti itu,” imbuhnya.
Meski tidak secara khusus menyebutkan konten olahraga, namun Kominfo mendata penanganan pelanggaran hak kekayaan intelektual hingga 15 Februari 2024 mencapai 16.657 pelanggaran.
Rinciannya paling banyak dalam situs mencapai 14.978, kemudian Internet Protocol (IP) mencapai 798 pelanggaran, file sharing sebanyak 449, facebook/instagram sebanyak 197, telegram sebanyak 122, google/youtube sebanyak 102 dan tiktok sebanyak 11.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Video Streaming Indonesia (AVISI) Hermawan Sutanto dalam kesempatan yang sama menjelaskan pembajakan konten ilegal termasuk pembajakan konten olahraga dapat dilakukan salah satunya melalui platform media sosial karena kanal digital itu yang menjembatani akses kepada publik.
“Memberantas pembajakan itu seperti serial kartun Tom dan Jerry, tidak berhenti dan itu selalu berputar. Kami perlu upaya kolaborasi, kemudian meningkatkan posisi tawar dengan platform global karena ini masalah industri dan ketiga dengan asosiasi, karena kami mendapat dukungan pemerintah,” ucapnya.
Berdasarkan data organisasi Coalition Against Piracy (CAP) pada diskusi dalam pertemuan tersebut dengan tema penanganan pembajakan konten olahraga di Indonesia dan Asia, rata-rata pembajakan konten olahraga di Indonesia mencapai 54 persen pada 2023 atau naik dua persen dibandingkan 2022 mencapai 52 persen.
Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kawasan lain di Asia Pasifik (APAC) misalnya Malaysia mencapai 60 persen, Filipina dan Vietnam sama-sama sebesar 58 persen.
Sedangkan Hong Kong dan Taiwan mencapai 47 persen, dan Singapura mencapai 39 persen.
Apabila dirinci, bentuk pembajakan konten olahraga itu paling banyak melalui media sosial, termasuk di Indonesia mencapai 37 persen.
Lebih lanjut kanal media sosial di Indonesia yang publik dapat mengakses pembajakan konten olahraga, yakni paling besar melalui telegram mencapai 63 persen, kemudian facebook 54 persen, Instagram 42 persen, WhatsApp 60 persen dan Tiktok 39 persen.