Jakarta (ANTARA) - Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DPJ) Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo, melalui penasihat hukumnya, menyampaikan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan gratifikasi Rp16,6 miliar dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rp100 miliar.
Pada pembacaan nota keberatan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, penasihat hukum Rafael Alun meminta majelis hakim mengabulkan nota keberatan kliennya.
"Menerima dan mengabulkan nota keberatan atas nama saudara Rafael Alun Trisambodo untuk seluruhnya," kata salah satu penasihat hukum Rafael Alun.
Penasihat hukum juga meminta tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya dinyatakan gugur. Pihak Rafael Alun menilai tuntutan tersebut telah kedaluwarsa.
"Menyatakan penuntutan dari penuntut umum terhadap Perkara Pidana Nomor 75/Pid.Sus-TPK/2023/PN.JKT.PST., gugur karena kedaluwarsa," kata penasihat hukum.
Lebih lanjut, pihak Rafael Alun meminta majelis hakim menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum atau setidaknya tidak dapat diterima. Kemudian, meminta berkas penuntutan terdakwa dikembalikan kepada JPU.
"Menyatakan berbagai tindakan lanjutan penyidikan, yaitu berbagai upaya paksa yang telah dilakukan juga harus dinyatakan tidak sah, baik itu penahanan maupun penyitaan," sambung penasihat hukum.
Selain lima poin tersebut, penasihat hukum turut meminta aset yang disita dikembalikan kepada Rafael Alun.
"Menyatakan untuk melepaskan beban di atasnya terhadap barang yang dikenakan beban sebagai akibat dilakukannya upaya paksa serta selanjutnya mengembalikan barang tersebut kepada terdakwa dan atau pihak ketiga," imbuhnya.
Seterusnya, dimintakan pula kepada majelis hakim untuk Rafael Alun dibebaskan dari segala dakwaan JPU KPK dan melepaskan yang bersangkutan dari tahanan.
"Memulihkan saudara terdakwa Rafael Alun Trisambodo dalam harkat dan martabatnya; dan membebankan biaya perkara kepada negara," ucap penasihat hukum melengkapi sepuluh poin petitum dari nota keberatan yang disampaikan.
Atas dibacakannya nota keberatan tersebut, Hakim Ketua Suparman Nyompa memerintahkan JPU KPK mengajukan tanggapan dalam kurun waktu satu pekan. Dengan demikian, sidang dilanjutkan pada Rabu (13/9).
"Itu ya, keberatan dari penasihat hukum terdakwa. Kemudian, selanjutnya giliran dari penuntut umum mengajukan tanggapan. Diberikan waktu satu minggu, yaitu hari Rabu tanggal 13 September," kata Suparman.
Dalam perkara ini, JPU Komisi Antirasuah mendakwa Rafael Alun Trisambodo menerima gratifikasi senilai Rp16,6 miliar.
JPU KPK mengatakan gratifikasi itu diterima Rafael Alun bersama dengan istrinya, Ernie Meike Torondek, yang merupakan salah seorang saksi dalam perkara dugaan penerimaan gratifikasi itu.
"Terdakwa bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek secara bertahap sejak tanggal 15 Mei 2002 sampai dengan bulan Maret 2013 telah menerima gratifikasi berupa uang, seluruhnya sejumlah Rp16.644.806.137," kata JPU KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (30/8).
Selain itu, Rafael bersama istrinya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan nilai mencapai Rp100 miliar.
Pada pembacaan nota keberatan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, penasihat hukum Rafael Alun meminta majelis hakim mengabulkan nota keberatan kliennya.
"Menerima dan mengabulkan nota keberatan atas nama saudara Rafael Alun Trisambodo untuk seluruhnya," kata salah satu penasihat hukum Rafael Alun.
Penasihat hukum juga meminta tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya dinyatakan gugur. Pihak Rafael Alun menilai tuntutan tersebut telah kedaluwarsa.
"Menyatakan penuntutan dari penuntut umum terhadap Perkara Pidana Nomor 75/Pid.Sus-TPK/2023/PN.JKT.PST., gugur karena kedaluwarsa," kata penasihat hukum.
Lebih lanjut, pihak Rafael Alun meminta majelis hakim menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum atau setidaknya tidak dapat diterima. Kemudian, meminta berkas penuntutan terdakwa dikembalikan kepada JPU.
"Menyatakan berbagai tindakan lanjutan penyidikan, yaitu berbagai upaya paksa yang telah dilakukan juga harus dinyatakan tidak sah, baik itu penahanan maupun penyitaan," sambung penasihat hukum.
Selain lima poin tersebut, penasihat hukum turut meminta aset yang disita dikembalikan kepada Rafael Alun.
"Menyatakan untuk melepaskan beban di atasnya terhadap barang yang dikenakan beban sebagai akibat dilakukannya upaya paksa serta selanjutnya mengembalikan barang tersebut kepada terdakwa dan atau pihak ketiga," imbuhnya.
Seterusnya, dimintakan pula kepada majelis hakim untuk Rafael Alun dibebaskan dari segala dakwaan JPU KPK dan melepaskan yang bersangkutan dari tahanan.
"Memulihkan saudara terdakwa Rafael Alun Trisambodo dalam harkat dan martabatnya; dan membebankan biaya perkara kepada negara," ucap penasihat hukum melengkapi sepuluh poin petitum dari nota keberatan yang disampaikan.
Atas dibacakannya nota keberatan tersebut, Hakim Ketua Suparman Nyompa memerintahkan JPU KPK mengajukan tanggapan dalam kurun waktu satu pekan. Dengan demikian, sidang dilanjutkan pada Rabu (13/9).
"Itu ya, keberatan dari penasihat hukum terdakwa. Kemudian, selanjutnya giliran dari penuntut umum mengajukan tanggapan. Diberikan waktu satu minggu, yaitu hari Rabu tanggal 13 September," kata Suparman.
Dalam perkara ini, JPU Komisi Antirasuah mendakwa Rafael Alun Trisambodo menerima gratifikasi senilai Rp16,6 miliar.
JPU KPK mengatakan gratifikasi itu diterima Rafael Alun bersama dengan istrinya, Ernie Meike Torondek, yang merupakan salah seorang saksi dalam perkara dugaan penerimaan gratifikasi itu.
"Terdakwa bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek secara bertahap sejak tanggal 15 Mei 2002 sampai dengan bulan Maret 2013 telah menerima gratifikasi berupa uang, seluruhnya sejumlah Rp16.644.806.137," kata JPU KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (30/8).
Selain itu, Rafael bersama istrinya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan nilai mencapai Rp100 miliar.