Jakarta (ANTARA) - Analis pasar uang Lukman Leong memperkirakan rupiah masih di bawah tekanan dolar Amerika Serikat (AS) karena investor mengantisipasi pernyataan hawkish dari Ketua Federal Reserve Jerome Powell dalam Simposium Jackson Hole akhir minggu ini.

“Powell diperkirakan akan kembali menekankan bahwa inflasi masih tinggi dan The Fed masih perlu bekerja keras untuk menurunkannya,” ujar Lukman Leong ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.

Lebih lanjut, keadaan China disebut tidak mendukung rupiah mengingat ada perlambatan ekonomi yang semakin nyata di negara tersebut.

Minggu ini, katanya, China menurunkan suku bunga pinjaman 10 basis points (bps) atau di bawah harapan pasar sebesar 15 bps. “(Hal ini) membawa Yuan melemah ke level terendah dalam 16 tahun terhadap dolar AS,” ungkap Lukman.


Meninjau keadaan dalam negeri, data neraca transaksi berjalan Indonesia menunjukkan defisit pertama kalinya dalam dua tahun terakhir.

Transaksi berjalan mengalami defisit sebesar 1,9 miliar dolar AS setelah membukukan surplus 3,0 miliar dolar AS pada kuartal sebelumnya.

“Investor menantikan pertemuan BI (Bank Indonesia) Kamis (24/8) untuk pernyataan (Gubernur) BI mengenai langkah menstabilkan nilai tukar rupiah,” ucap dia.

Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi melemah 0,03 persen atau 4 poin menjadi Rp15.320 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.316 per dolar AS.

Dolar AS menguat pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB) karena para pedagang fokus pada Simposium Ekonomi Jackson Hole yang akan diadakan 24-26 Agustus, dan mengantisipasi pidato Ketua Federal Reserve Jerome Powell di tengah kehadiran banyak bank sentral dan pemimpin ekonomi.


Pewarta : M Baqir Idrus Alatas
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024