Jakarta (ANTARA) - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa pembangunan lumbung pangan atau "food estate" tidak semudah yang dibayangkan, karena produktivitas dari tanaman pada kali pertama biasanya gagal.
Presiden Jokowi, usai menghadiri Hari Konstitusi sekaligus HUT ke-78 MPR RI, di Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat, menyatakan yang namanya lumbung pangan, 'food estate' itu harus.
"Itu cadangan, baik cadangan strategis maupun nanti kalau melimpah betul, enggak apa-apa untuk ekspor karena negara lain membutuhkan. Sehingga dalam rangka ke sana, kalau supaya tau membangun 'food estate', membangun lumbung pangan itu tidak semudah yang bapak/ibu bayangkan," kata Presiden Jokowi.
Pernyataan Presiden Jokowi tersebut menanggapi adanya kritikan tentang penyalahgunaan kebijakan dari proyek lumbung pangan.
Presiden menjelaskan bahwa lumbung pangan merupakan solusi untuk mengantisipasi krisis pangan, mengingat semua negara di seluruh kawasan menghadapi krisis tersebut.
Hal itu ditandai dengan naiknya harga gandum secara signifikan di hampir semua negara akibat dampak dari perang Ukraina-Rusia.
Selain itu, komoditas pangan utama yang dikonsumsi masyarakat Indonesia, yakni beras, juga harus diantisipasi ketersediaannya setelah India memutuskan untuk menghentikan ekspor beras demi ketahanan pangan negara.
Menurut Presiden, penyediaan lumbung pangan merupakan sebuah keharusan untuk cadangan strategis maupun ekspor jika ketersediaan komoditas pangan melimpah.
Namun demikian, Jokowi menjelaskan bahwa proyek lumbung pangan memang tidak langsung berhasil pada penanaman perdana.
"Tanaman pertama biasanya gagal, nanam kedua masih paling-paling bisa berhasil 25 persen. Ketiga, baru biasanya, keenam, ketujuh itu baru pada kondisi normal," kata Jokowi.
Ia mencontohkan bahwa salah satu proyek lumbung pangan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara baru mencapai produktivitas yang optimal pada penanaman ketiga kali.
"Problem-problem di lapangan itu tidak seperti semudah yang kita bayangkan. Jadi semuanya akan diperbaiki. Dan semuanya harus dievaluasi, dikoreksi, harus diulang. Kalau kita enggak berani, baru gagal pertama sudah mundur, sampai kapan pun lupakan," kata Jokowi.
Presiden Jokowi, usai menghadiri Hari Konstitusi sekaligus HUT ke-78 MPR RI, di Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat, menyatakan yang namanya lumbung pangan, 'food estate' itu harus.
"Itu cadangan, baik cadangan strategis maupun nanti kalau melimpah betul, enggak apa-apa untuk ekspor karena negara lain membutuhkan. Sehingga dalam rangka ke sana, kalau supaya tau membangun 'food estate', membangun lumbung pangan itu tidak semudah yang bapak/ibu bayangkan," kata Presiden Jokowi.
Pernyataan Presiden Jokowi tersebut menanggapi adanya kritikan tentang penyalahgunaan kebijakan dari proyek lumbung pangan.
Presiden menjelaskan bahwa lumbung pangan merupakan solusi untuk mengantisipasi krisis pangan, mengingat semua negara di seluruh kawasan menghadapi krisis tersebut.
Hal itu ditandai dengan naiknya harga gandum secara signifikan di hampir semua negara akibat dampak dari perang Ukraina-Rusia.
Selain itu, komoditas pangan utama yang dikonsumsi masyarakat Indonesia, yakni beras, juga harus diantisipasi ketersediaannya setelah India memutuskan untuk menghentikan ekspor beras demi ketahanan pangan negara.
Menurut Presiden, penyediaan lumbung pangan merupakan sebuah keharusan untuk cadangan strategis maupun ekspor jika ketersediaan komoditas pangan melimpah.
Namun demikian, Jokowi menjelaskan bahwa proyek lumbung pangan memang tidak langsung berhasil pada penanaman perdana.
"Tanaman pertama biasanya gagal, nanam kedua masih paling-paling bisa berhasil 25 persen. Ketiga, baru biasanya, keenam, ketujuh itu baru pada kondisi normal," kata Jokowi.
Ia mencontohkan bahwa salah satu proyek lumbung pangan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara baru mencapai produktivitas yang optimal pada penanaman ketiga kali.
"Problem-problem di lapangan itu tidak seperti semudah yang kita bayangkan. Jadi semuanya akan diperbaiki. Dan semuanya harus dievaluasi, dikoreksi, harus diulang. Kalau kita enggak berani, baru gagal pertama sudah mundur, sampai kapan pun lupakan," kata Jokowi.