Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center of Digital Economy and SMEs Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Izzudin Al Farras menyebut penjualan produk kecantikan dan perawatan diri merek China telah menyalip merek lokal Indonesia akibat promosi masif melalui social commerce khususnya TikTok Shop.
“Produknya selalu ada di bagian flash sale yang mudah dilihat untuk pengguna. Di e-Commerce lain tidak setinggi itu, tapi di TikTok Shop setidaknya berdasarkan pantauan saya dalam sebulan terakhir Skinitific (merek asal China) ini selalu dipajang meski kita tidak spesifik mencari tapi iklannya selalu muncul,” kata Peneliti INDEF Izzudin dalam Diskusi Publik “Project S TikTok: Ancaman atau Peluang?” yang disaksikan secara daring, di Jakarta, Senin.
INDEF mencatat dua produk kecantikan dan perawatan diri asal China, yakni Skintific dan Originote mulai menyalip penjualan merek asli Indonesia seperti Scarlett dan Ms Glow pada awal 2023. Padahal pada Mei 2022, penjualan kedua merek asal China sangat jauh dibandingkan merek lokal.
Salah satu penyebab melonjaknya penjualan di social commerce lantaran platform tersebut mampu mengolah data dari aktivitas di media sosial yang digunakan penggunanya secara spesifik per satu orang pengguna.
Faktor lain adalah biaya produksi di China yang lebih murah, sehingga bisa menawarkan produk dengan harga terjangkau dan ditambah belum adanya regulasi khusus yang mengatur penjualan di social commerce.
“TikTok Shop dalam tanda kutip masih dalam tanda kutip bakar uang, pengiriman juga murah terlebih belum ada aturan yang spesifik di Indonesia mengenai social commerce, sehingga semakin laku produk TikTok Shop di Indonesia,” ujarnya pula.
Mengutip data Global Social Market Survey pada 2021, Izzudin mengatakan sebanyak 30 juta orang Indonesia melakukan transaksi via daring. Secara rinci, sebanyak 60 persen via e-Commerce dan 40 persen melalui media sosial.
Sedangkan penjualan TikTok di Indonesia sepanjang 2022 mencapai Rp228 miliar dengan 2 juta UMKM berjualan di TikTok Shop Indonesia. Platform tersebut bahkan memiliki rencana investasi 5 tahun ke depan sebanyak 10 miliar dolar AS.
Melihat fenomena tersebut, Izzudin mendesak agar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk segera mempercepat pembentukan aturan turunan dari UU Perlindungan Data Pribadi, karena dampaknya tidak hanya menyangkut social commerce, e-Commerce, dan media sosial, namun juga ke ekonomi digital secara keseluruhan..
Kemudian untuk memberikan playing field antara UMKM dan produk impor, ia berharap agar Presiden Joko Widodo bisa turun tangan untuk membenahi koordinasi antara Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Hukum dan HAM yang saling lempar tangan mengenai revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
“Sehingga tidak ada lagi Kemenkop saling tuduh Kemendag mengulur, Kemendag berdalih sedang di Kemenkumham seperti itu saya kira tidak perlu. Kalau Presiden turun tangan untuk concern UMKM, tentu akan lebih cepat untuk segera merevisi Permendag 50/2020 ini,” ujarnya pula.