Jakarta (ANTARA) - Perayaan Hari Musik Nasional yang diperingati setiap tanggal 9 Maret merupakan momentum tepat untuk mulai mempelajari literasi dan membenahi industri musik Indonesia.
“Industri musik kita sudah berjalan dengan bagus walau mungkin saat ini ada permasalahan seperti royalti dan sebagainya. Akan sangat baik bila semua pemangku kepentingan bisa bergandengan tangan membenahi industri musik sesuai dengan aturan yang telah disepakati,” kata Direktur Industri Musik, Seni, Pertunjukan dan Penerbitan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mohammad Amin, kepada ANTARA, Selasa.
Amin mengatakan bahwa peringatan Hari Musik Nasional bisa menjadi selebrasi bagi bangkitnya industri musik lokal sekaligus momentum untuk memaknai musik bukan hanya sebagai produk budaya dan produk identitas, tetapi juga produk diplomasi dan produk kreatif yang mensejahterakan banyak orang.
“Semangat ini yang harus kita lihat dari peringatan Hari Musik Nasional. Tantangan di era globalisasi adalah bagaimana kita bisa kuat dan beradaptasi. Misalnya dengan mengedepankan diferensiasi produk atau membentuk konstruksi lokal yang kemudian mengglobal,” jelasnya.
Menurut Amin, musisi lokal memiliki potensi bagus dan terbukti mampu mengolah seni tradisional dan kontemporer sehingga memiliki daya tawar kuat ke dunia internasional.
“Kita bisa lihat contohnya saja lagu ‘Lathi’ yang ditonton hingga ratusan juta orang di YouTube. Lagu itu sangat unik karena selling point-nya ada pada nada pentatonik Jawa di salah satu bagiannya,” papar Amin.
Dalam gelaran Hari Musik Nasional 2023, upaya menggerakkan potensi musik lokal, kata Amin, juga dilakukan Pemerintah lewat program “Akselerasi Pendampingan Penciptaan Produk Kreatif” yang berfokus di lima kawasan Destinasi Wisata Super Prioritas yaitu Borobudur, Danau Toba, Likupang, Mandalika, dan Labuan Bajo.
“Pendampingan ini sebagai upaya meningkatkan kemampuan artistik dan manajemen musisi setempat. Masyarakat tidak boleh hanya menjadi penonton, namun mest aktif sebagai pelaku. Pada akhirnya hal ini akan memberikan ruang dan mensejahterakan mereka” jelasnya.
Selain itu, lanjut Amin, pihaknya juga mendukung penuh konser "Dangdut Goes to UNESCO" yang akan diselenggarakan tanggal 13 Maret mendatang. Gelaran “Dangdut Goes to UNESCO” akan memberikan dampak positif yang panjang. Selain sebagai identitas musik yang khas dan dibentuk di Indonesia, kata Amin, perhelatan ini juga berkait erat dengan kesejahteraan banyak musisi dangdut serta turunannya.
“Pemerintah selalu memfasilitasi aspirasi masyarakat. Lewat kegiatan ini, kita bisa menjadikan dangdut sama seperti Jamaika menjadikan reggae sebagai kebanggaan mereka,” paparnya.
Lebih lanjut Amin menjelaskan bahwa pihaknya juga akan menggelar pelbagai ruang diskusi yang melibatkan musisi lintas-genre dari seniman pop hingga seniman tradisional.
Selain itu, pihaknya juga mendukung perhelatan yang menampilkan aksi kolaborasi 100 keyboardis dan vokalis dari ranah musik rock, dangdut, etnik, elektronika dance, pop, jazz, hingga latin.
“Industri musik kita sudah berjalan dengan bagus walau mungkin saat ini ada permasalahan seperti royalti dan sebagainya. Akan sangat baik bila semua pemangku kepentingan bisa bergandengan tangan membenahi industri musik sesuai dengan aturan yang telah disepakati,” kata Direktur Industri Musik, Seni, Pertunjukan dan Penerbitan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mohammad Amin, kepada ANTARA, Selasa.
Amin mengatakan bahwa peringatan Hari Musik Nasional bisa menjadi selebrasi bagi bangkitnya industri musik lokal sekaligus momentum untuk memaknai musik bukan hanya sebagai produk budaya dan produk identitas, tetapi juga produk diplomasi dan produk kreatif yang mensejahterakan banyak orang.
“Semangat ini yang harus kita lihat dari peringatan Hari Musik Nasional. Tantangan di era globalisasi adalah bagaimana kita bisa kuat dan beradaptasi. Misalnya dengan mengedepankan diferensiasi produk atau membentuk konstruksi lokal yang kemudian mengglobal,” jelasnya.
Menurut Amin, musisi lokal memiliki potensi bagus dan terbukti mampu mengolah seni tradisional dan kontemporer sehingga memiliki daya tawar kuat ke dunia internasional.
“Kita bisa lihat contohnya saja lagu ‘Lathi’ yang ditonton hingga ratusan juta orang di YouTube. Lagu itu sangat unik karena selling point-nya ada pada nada pentatonik Jawa di salah satu bagiannya,” papar Amin.
Dalam gelaran Hari Musik Nasional 2023, upaya menggerakkan potensi musik lokal, kata Amin, juga dilakukan Pemerintah lewat program “Akselerasi Pendampingan Penciptaan Produk Kreatif” yang berfokus di lima kawasan Destinasi Wisata Super Prioritas yaitu Borobudur, Danau Toba, Likupang, Mandalika, dan Labuan Bajo.
“Pendampingan ini sebagai upaya meningkatkan kemampuan artistik dan manajemen musisi setempat. Masyarakat tidak boleh hanya menjadi penonton, namun mest aktif sebagai pelaku. Pada akhirnya hal ini akan memberikan ruang dan mensejahterakan mereka” jelasnya.
Selain itu, lanjut Amin, pihaknya juga mendukung penuh konser "Dangdut Goes to UNESCO" yang akan diselenggarakan tanggal 13 Maret mendatang. Gelaran “Dangdut Goes to UNESCO” akan memberikan dampak positif yang panjang. Selain sebagai identitas musik yang khas dan dibentuk di Indonesia, kata Amin, perhelatan ini juga berkait erat dengan kesejahteraan banyak musisi dangdut serta turunannya.
“Pemerintah selalu memfasilitasi aspirasi masyarakat. Lewat kegiatan ini, kita bisa menjadikan dangdut sama seperti Jamaika menjadikan reggae sebagai kebanggaan mereka,” paparnya.
Lebih lanjut Amin menjelaskan bahwa pihaknya juga akan menggelar pelbagai ruang diskusi yang melibatkan musisi lintas-genre dari seniman pop hingga seniman tradisional.
Selain itu, pihaknya juga mendukung perhelatan yang menampilkan aksi kolaborasi 100 keyboardis dan vokalis dari ranah musik rock, dangdut, etnik, elektronika dance, pop, jazz, hingga latin.