Baturaja (ANTARA) - Lembaga lingkungan Jejak Bumi Indonesia (JBI) mendorong Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan di Provinsi Sumatera Selatan untuk menyelamatkan habitat gajah, yang kian menyempit akibat pembangunan permukiman dan lahan pertanian.
Pendiri JBI OKU Hendra Setyawan di Baturaja, Selasa, mengatakan bahwa pembangunan permukiman dan lahan pertanian telah mempersempit habitat gajah di wilayah OKU Selatan, termasuk area hutan Gunung Raya.
Penyempitan habitat gajah, menurut dia, membuat mamalia besar tersebut kadang masuk ke permukiman penduduk dan lahan pertanian untuk mencari pakan.
"Seperti kita ketahui bersama keberadaan gajah liar di OKU Selatan ini sering kali dianggap mengganggu ketentraman penduduk karena habitatnya terganggu, dijadikan lahan pertanian oleh warga sekitar," katanya.
Dia mengatakan, pemerintah daerah harus melakukan upaya-upaya untuk memulihkan habitat gajah guna melestarikan populasi gajah serta mencegah konflik satwa liar dengan manusia.
Di Kabupaten OKU Selatan, menurut dia, ada sekitar 100 gajah liar yang tersebar di wilayah Mekakau, Gunung Raya, Saka, dan Gunung Pesagi.
"Jika melihat jumlah populasi gajah ini, idealnya dibutuhkan sekitar 100 hektare lahan hutan khusus untuk habitatnya," katanya.
"Luas lahan yang diperlukan untuk konservasi ini tidak seberapa dibandingkan dengan luas hutan yang ada di OKU Selatan, yang mencapai 63 ribu hektare," katanya.
Menurut dia, pemerintah daerah bisa menggunakan sebagian lahan hutan untuk taman margasatwa guna mendukung upaya pelestarian satwa liar seperti gajah.
Taman margasatwa tersebut, ia mengatakan, selanjutnya bisa dikembangkan menjadi pusat konservasi satwa liar yang terancam punah, pusat pendidikan dan riset, serta tempat wisata alam.
"Wisata alam margasatwa ini juga nantinya dapat mendukung objek wisata Danau Ranau yang ada di Kabupaten OKU Selatan," katanya.
Pendiri JBI OKU Hendra Setyawan di Baturaja, Selasa, mengatakan bahwa pembangunan permukiman dan lahan pertanian telah mempersempit habitat gajah di wilayah OKU Selatan, termasuk area hutan Gunung Raya.
Penyempitan habitat gajah, menurut dia, membuat mamalia besar tersebut kadang masuk ke permukiman penduduk dan lahan pertanian untuk mencari pakan.
"Seperti kita ketahui bersama keberadaan gajah liar di OKU Selatan ini sering kali dianggap mengganggu ketentraman penduduk karena habitatnya terganggu, dijadikan lahan pertanian oleh warga sekitar," katanya.
Dia mengatakan, pemerintah daerah harus melakukan upaya-upaya untuk memulihkan habitat gajah guna melestarikan populasi gajah serta mencegah konflik satwa liar dengan manusia.
Di Kabupaten OKU Selatan, menurut dia, ada sekitar 100 gajah liar yang tersebar di wilayah Mekakau, Gunung Raya, Saka, dan Gunung Pesagi.
"Jika melihat jumlah populasi gajah ini, idealnya dibutuhkan sekitar 100 hektare lahan hutan khusus untuk habitatnya," katanya.
"Luas lahan yang diperlukan untuk konservasi ini tidak seberapa dibandingkan dengan luas hutan yang ada di OKU Selatan, yang mencapai 63 ribu hektare," katanya.
Menurut dia, pemerintah daerah bisa menggunakan sebagian lahan hutan untuk taman margasatwa guna mendukung upaya pelestarian satwa liar seperti gajah.
Taman margasatwa tersebut, ia mengatakan, selanjutnya bisa dikembangkan menjadi pusat konservasi satwa liar yang terancam punah, pusat pendidikan dan riset, serta tempat wisata alam.
"Wisata alam margasatwa ini juga nantinya dapat mendukung objek wisata Danau Ranau yang ada di Kabupaten OKU Selatan," katanya.