Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi, melemah di tengah pelaku pasar yang menimbang kebijakan bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed).
Rupiah pagi ini melemah 12 poin atau 0,08 persen ke posisi Rp15.580 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.568 per dolar AS.
"Untuk USD masih dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga The Fed, pasar menimbang apakah The Fed memperlambat laju kenaikan suku bunga dan berapa lama suku bunga tinggi ini dipertahankan," kata analis Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) Revandra Aritama saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Menurut Revandra, hal yang menjadi pertimbangan bank sentral AS adalah pertumbuhan ekonomi AS yang kini sudah mulai melambat.
Revandra menilai suku bunga The Fed yang masih relatif tinggi menjadi penghalang bagi rupiah untuk menguat.
"Namun, mengingat indeks dolar sudah menjauhi nilai tertingginya, rupiah tetap memiliki peluang untuk menguat," ujar Revandra.
Pasar semakin ragu bahwa The Fed harus mengambil suku bunga di atas 5 persen untuk mendinginkan inflasi, karena efek dari kenaikan suku bunga yang agresif tahun lalu telah terasa dalam perekonomian.
Investor saat ini memperkirakan suku bunga akan mencapai puncaknya sedikit di bawah 5 persen pada Juni mendatang.
Fokus pasar sekarang beralih ke data indeks harga konsumen (IHK) AS yang akan dirilis pada Kamis (12/1) untuk isyarat lebih lanjut tentang jalur suku bunga AS.
Sebelumnya, IHK telah merosot ke level terendah satu tahun pada Desember, menunjukkan bahwa serangkaian kenaikan suku bunga yang tajam oleh The Fed pada 2022 memiliki efek yang diinginkan.
Revandra memperkirakan hari ini rupiah berpotensi menguat ke arah Rp15.550 per dolar AS dengan potensi resisten Rp15.650 per dolar AS.
Pada Senin (9/1) lalu, rupiah melemah 65 poin atau 0,42 persen ke posisi Rp15.568 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.633 per dolar AS.
Rupiah pagi ini melemah 12 poin atau 0,08 persen ke posisi Rp15.580 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.568 per dolar AS.
"Untuk USD masih dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga The Fed, pasar menimbang apakah The Fed memperlambat laju kenaikan suku bunga dan berapa lama suku bunga tinggi ini dipertahankan," kata analis Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) Revandra Aritama saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Menurut Revandra, hal yang menjadi pertimbangan bank sentral AS adalah pertumbuhan ekonomi AS yang kini sudah mulai melambat.
Revandra menilai suku bunga The Fed yang masih relatif tinggi menjadi penghalang bagi rupiah untuk menguat.
"Namun, mengingat indeks dolar sudah menjauhi nilai tertingginya, rupiah tetap memiliki peluang untuk menguat," ujar Revandra.
Pasar semakin ragu bahwa The Fed harus mengambil suku bunga di atas 5 persen untuk mendinginkan inflasi, karena efek dari kenaikan suku bunga yang agresif tahun lalu telah terasa dalam perekonomian.
Investor saat ini memperkirakan suku bunga akan mencapai puncaknya sedikit di bawah 5 persen pada Juni mendatang.
Fokus pasar sekarang beralih ke data indeks harga konsumen (IHK) AS yang akan dirilis pada Kamis (12/1) untuk isyarat lebih lanjut tentang jalur suku bunga AS.
Sebelumnya, IHK telah merosot ke level terendah satu tahun pada Desember, menunjukkan bahwa serangkaian kenaikan suku bunga yang tajam oleh The Fed pada 2022 memiliki efek yang diinginkan.
Revandra memperkirakan hari ini rupiah berpotensi menguat ke arah Rp15.550 per dolar AS dengan potensi resisten Rp15.650 per dolar AS.
Pada Senin (9/1) lalu, rupiah melemah 65 poin atau 0,42 persen ke posisi Rp15.568 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.633 per dolar AS.