Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kebijakan pemerintah yang berencana menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun depan berpotensi mempengaruhi ekonomi dan tingkat inflasi.
“Dampak kenaikan tarif cukai rokok terhadap inflasi diperkirakan terbatas dan sudah dikelola dengan baik,” katanya dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.
Pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau rata-rata sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024 dengan jenis sigaret kretek tangan (SKT) maksimal 5 persen.
Pemerintah juga melakukan penyesuaian terhadap batasan minimum harga jual eceran (HJE) dengan memperhatikan perkembangan harga pasar dan rata-rata kenaikan cukai rokok.
Selain itu, pemerintah sekaligus menaikkan tarif cukai untuk seluruh jenis rokok elektrik (REL) sebesar 15 persen dan hasil produk tembakau lainnya (HPTL) sebesar 6 persen setiap tahun untuk lima tahun ke depan.
Kebijakan yang otomatis akan menaikkan harga jual rokok ini dilakukan mempertimbangkan empat aspek yaitu pengendalian konsumsi, keberlangsungan tenaga kerja, penerimaan negara dan pengawasan bea cukai ilegal.
Sri Mulyani menyebutkan kenaikan harga jual rokok yang akan terjadi tersebut pasti pada akhirnya berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi termasuk tingkat inflasi.
Secara rinci, estimasi dampak kebijakan cukai hasil tembakau terhadap inflasi terbatas yaitu sebesar plus 0,10 persen sampai 0,20 persen dan terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar minus 0,01 persen sampai minus 0,02 persen.
Meski demikian, Sri Mulyani memastikan inflasi diperkirakan melandai pada tahun depan yakni mencapai 3,6 persen (yoy) dipengaruhi oleh melambatnya harga komoditas global secara umum.
“Dampak inflasi dari kenaikan cukai ini akan dapat terkelola dengan baik,” tegasnya.
“Dampak kenaikan tarif cukai rokok terhadap inflasi diperkirakan terbatas dan sudah dikelola dengan baik,” katanya dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.
Pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau rata-rata sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024 dengan jenis sigaret kretek tangan (SKT) maksimal 5 persen.
Pemerintah juga melakukan penyesuaian terhadap batasan minimum harga jual eceran (HJE) dengan memperhatikan perkembangan harga pasar dan rata-rata kenaikan cukai rokok.
Selain itu, pemerintah sekaligus menaikkan tarif cukai untuk seluruh jenis rokok elektrik (REL) sebesar 15 persen dan hasil produk tembakau lainnya (HPTL) sebesar 6 persen setiap tahun untuk lima tahun ke depan.
Kebijakan yang otomatis akan menaikkan harga jual rokok ini dilakukan mempertimbangkan empat aspek yaitu pengendalian konsumsi, keberlangsungan tenaga kerja, penerimaan negara dan pengawasan bea cukai ilegal.
Sri Mulyani menyebutkan kenaikan harga jual rokok yang akan terjadi tersebut pasti pada akhirnya berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi termasuk tingkat inflasi.
Secara rinci, estimasi dampak kebijakan cukai hasil tembakau terhadap inflasi terbatas yaitu sebesar plus 0,10 persen sampai 0,20 persen dan terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar minus 0,01 persen sampai minus 0,02 persen.
Meski demikian, Sri Mulyani memastikan inflasi diperkirakan melandai pada tahun depan yakni mencapai 3,6 persen (yoy) dipengaruhi oleh melambatnya harga komoditas global secara umum.
“Dampak inflasi dari kenaikan cukai ini akan dapat terkelola dengan baik,” tegasnya.