Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi mantan wali Kota Bandarlampung Herman H.N. yang pernah "menitipkan" calon mahasiswa baru (maba) untuk diterima di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Lampung (Unila).
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat, mengatakan Herman hadir dan diperiksa sebagai saksi di Mapolresta Bandarlampung, Kamis (17/11).
"Informasi yang kami terima, benar yang bersangkutan pada Kamis (17/11) telah hadir dan selesai dilakukan pemeriksaan sebagai saksi. Saksi ini dikonfirmasi antara lain terkait dengan penitipan dan penerimaan mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Unila," kata Ali Fikri.
Herman diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Rektor nonaktif Unila Karomani (KRM) dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru tahun 2022 di Unila.
Usai diperiksa, Herman mengakui bahwa dirinya pernah menitipkan seseorang agar bisa masuk ke FK Unila. Namun, orang yang dimaksud itu tidak diterima di FK Unila.
"Saya pernah menitipkan, tetapi tidak diterima. Tidak ada saya kasih-kasih uang," kata Herman di Bandarlampung, Kamis (17/11).
KPK telah menetapkan empat tersangka yang terdiri atas tiga orang selaku penerima suap, yakni Karomani, Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri; sedangkan tersangka sebagai pemberi suap adalah pihak swasta Andi Desfiandi yang sudah berstatus terdakwa.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Karomani yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020-2024 memiliki wewenang terkait dengan mekanisme Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) Tahun Akademik 2022.
Selama proses Simanila berjalan, KPK menduga Karomani aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan dengan memerintahkan Heryandi, Kepala Biro Perencanaan dan Humas Unila Budi Sutomo, dan Basri untuk menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orang tua mahasiswa.
Apabila ingin dinyatakan lulus, calon mahasiswa dapat "dibantu" dengan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan kepada pihak universitas.
Selain itu, Karomani juga diduga memberikan peran dan tugas khusus bagi Heryandi, Basri, dan Budi untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua calon mahasiswa baru. Besaran uang itu jumlahnya bervariasi mulai dari Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan.
Karomani diduga memerintahkan Mualimin selaku dosen untuk turut mengumpulkan sejumlah uang dari para orang tua peserta seleksi yang ingin dinyatakan lulus oleh Karomani.
Seluruh uang yang dikumpulkan Karomani melalui Mualimin dari orang tua calon mahasiswa itu berjumlah Rp603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi KRM sekitar Rp575 juta.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang pada Rabu (16/11) terhadap terdakwa Andi Desfiandi, nama Herman disebut sebagai salah satu orang yang pernah memberikan uang sebesar Rp150 juta kepada terdakwa Karomani.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat, mengatakan Herman hadir dan diperiksa sebagai saksi di Mapolresta Bandarlampung, Kamis (17/11).
"Informasi yang kami terima, benar yang bersangkutan pada Kamis (17/11) telah hadir dan selesai dilakukan pemeriksaan sebagai saksi. Saksi ini dikonfirmasi antara lain terkait dengan penitipan dan penerimaan mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Unila," kata Ali Fikri.
Herman diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Rektor nonaktif Unila Karomani (KRM) dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru tahun 2022 di Unila.
Usai diperiksa, Herman mengakui bahwa dirinya pernah menitipkan seseorang agar bisa masuk ke FK Unila. Namun, orang yang dimaksud itu tidak diterima di FK Unila.
"Saya pernah menitipkan, tetapi tidak diterima. Tidak ada saya kasih-kasih uang," kata Herman di Bandarlampung, Kamis (17/11).
KPK telah menetapkan empat tersangka yang terdiri atas tiga orang selaku penerima suap, yakni Karomani, Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri; sedangkan tersangka sebagai pemberi suap adalah pihak swasta Andi Desfiandi yang sudah berstatus terdakwa.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Karomani yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020-2024 memiliki wewenang terkait dengan mekanisme Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) Tahun Akademik 2022.
Selama proses Simanila berjalan, KPK menduga Karomani aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan dengan memerintahkan Heryandi, Kepala Biro Perencanaan dan Humas Unila Budi Sutomo, dan Basri untuk menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orang tua mahasiswa.
Apabila ingin dinyatakan lulus, calon mahasiswa dapat "dibantu" dengan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan kepada pihak universitas.
Selain itu, Karomani juga diduga memberikan peran dan tugas khusus bagi Heryandi, Basri, dan Budi untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua calon mahasiswa baru. Besaran uang itu jumlahnya bervariasi mulai dari Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan.
Karomani diduga memerintahkan Mualimin selaku dosen untuk turut mengumpulkan sejumlah uang dari para orang tua peserta seleksi yang ingin dinyatakan lulus oleh Karomani.
Seluruh uang yang dikumpulkan Karomani melalui Mualimin dari orang tua calon mahasiswa itu berjumlah Rp603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi KRM sekitar Rp575 juta.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang pada Rabu (16/11) terhadap terdakwa Andi Desfiandi, nama Herman disebut sebagai salah satu orang yang pernah memberikan uang sebesar Rp150 juta kepada terdakwa Karomani.