Jakarta (ANTARA) - Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mengungkapkan temuan soal terdeteksinya 42 kapal ikan asing (KIA) Vietnam di perairan Indonesia, khususnya Laut Natuna Utara (non-sengketa), pada Juni 2022 berdasarkan hasil pengecekan citra satelit.
Senior Analyst IOJI Imam Prakoso dalam jumpa pers daring di Jakarta, Kamis, mengatakan angka tersebut tercatat meningkat sejak Februari 2022.
Baca juga: TNI AL tangkap kapal ikan Taiwan di perairan Aceh
"Dengan citra satelit, ditemukan jumlah yang lebih banyak karena kapal ikan yang menggunakan AIS lebih sedikit. Dari Februari 2022 naik terus angkanya dari 22 kapal," katanya.
Imam menjelaskan IOJI melakukan analisis pemantauan dengan sumber data AIS (Automatic Identification System) dan citra satelit. Kedua data dinilai saling mendukung jika disatukan dalam analisis karena saling memverifikasi keberadaan kapal asing di ZEE Indonesia.
Baca juga: Rusia akan buka koridor perairan ke Laut Hitam bagi kapal asing
Selain mendeteksi pergerakan kapal ikan asing Vietnam, IOJI juga mendeteksi VFRS (Vietnam Fisheries Resources Surveillance) atau kapal patroli Vietnam yang berjaga di sepanjang garis batas landas kontinen (LK).
Selama Juni-Juli 2022, IOJI mendeteksi setidaknya terdapat tiga kapal patroli yang bergerak dari Pelabuhan Vung Tau, Vietnam.
Baca juga: Bakamla tangkap kapal ikan berbendera Vietnam di Laut Natuna Utara
"Dalam beberapa kesempatan, kapal-kapal patroli ini masuk ke ZEE Indonesia sejauh 7-10 mil laut dari garis LK, tidak jauh dari pusat intrusi KIA Vietnam di ZEE Indonesia non-sengketa," ungkap Imam.
Program Manager IOJI Jeremia Humolong Prasetya, dalam kesempatan yang sama, menjelaskan Pemerintah Vietnam diduga secara aktif melakukan escorting (pengawalan) kegiatan illegal fishing KIA Vietnam di ZEE Indonesia.
"Mengacu pada pertimbangan hukum Tribunal, Pemerintah Vietnam dapat dikatakan melanggar kewajiban due regard (saling menghormati) terhadap hak berdaulat Indonesia," ujarnya.
IOJI menyampaikan sejumlah rekomendasi terhadap aksi illegal fishing yang terjadi, diantaranya menyampaikan keberatan kepada pemerintah Vietnam mengenai
pelanggaran kewajiban due regard pemerintah Vietnam terhadap Indonesia.
Pemerintah juga diminta mempertimbangkan pengajuan gugatan internasional terhadap Pemerintah Vietnam berdasarkan Pasal 94, 192, dan 194 UNCLOS 1982.
Sementara itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No 13/2022 tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan, dan Penegakan Hukum di Wilayah Perairan dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia, pemerintah diminta untuk mempercepat penerbitan rencana patroli nasional yang memfokuskan di wilayah-wilayah rawan keamanan laut seperti Laut Natuna Utara dan Laut Arafura.
Pemerintah juga diminta mengevaluasi penyelenggaraan penegakan hukum di laut saat ini, terutama terkait pelanggaran illegal fishing, khususnya di Laut Natuna Utara dan Laut Arafura, baik itu yang dilakukan oleh kapal ikan asing atau kapal ikan Indonesia.
"Pemerintah perlu menyiapsiagakan kapal-kapal patroli termasuk sarana dan prasarana pendukungnya di Laut Natuna Utara," kata Jeremia.
Senior Analyst IOJI Imam Prakoso dalam jumpa pers daring di Jakarta, Kamis, mengatakan angka tersebut tercatat meningkat sejak Februari 2022.
Baca juga: TNI AL tangkap kapal ikan Taiwan di perairan Aceh
"Dengan citra satelit, ditemukan jumlah yang lebih banyak karena kapal ikan yang menggunakan AIS lebih sedikit. Dari Februari 2022 naik terus angkanya dari 22 kapal," katanya.
Imam menjelaskan IOJI melakukan analisis pemantauan dengan sumber data AIS (Automatic Identification System) dan citra satelit. Kedua data dinilai saling mendukung jika disatukan dalam analisis karena saling memverifikasi keberadaan kapal asing di ZEE Indonesia.
Baca juga: Rusia akan buka koridor perairan ke Laut Hitam bagi kapal asing
Selain mendeteksi pergerakan kapal ikan asing Vietnam, IOJI juga mendeteksi VFRS (Vietnam Fisheries Resources Surveillance) atau kapal patroli Vietnam yang berjaga di sepanjang garis batas landas kontinen (LK).
Selama Juni-Juli 2022, IOJI mendeteksi setidaknya terdapat tiga kapal patroli yang bergerak dari Pelabuhan Vung Tau, Vietnam.
Baca juga: Bakamla tangkap kapal ikan berbendera Vietnam di Laut Natuna Utara
"Dalam beberapa kesempatan, kapal-kapal patroli ini masuk ke ZEE Indonesia sejauh 7-10 mil laut dari garis LK, tidak jauh dari pusat intrusi KIA Vietnam di ZEE Indonesia non-sengketa," ungkap Imam.
Program Manager IOJI Jeremia Humolong Prasetya, dalam kesempatan yang sama, menjelaskan Pemerintah Vietnam diduga secara aktif melakukan escorting (pengawalan) kegiatan illegal fishing KIA Vietnam di ZEE Indonesia.
"Mengacu pada pertimbangan hukum Tribunal, Pemerintah Vietnam dapat dikatakan melanggar kewajiban due regard (saling menghormati) terhadap hak berdaulat Indonesia," ujarnya.
IOJI menyampaikan sejumlah rekomendasi terhadap aksi illegal fishing yang terjadi, diantaranya menyampaikan keberatan kepada pemerintah Vietnam mengenai
pelanggaran kewajiban due regard pemerintah Vietnam terhadap Indonesia.
Pemerintah juga diminta mempertimbangkan pengajuan gugatan internasional terhadap Pemerintah Vietnam berdasarkan Pasal 94, 192, dan 194 UNCLOS 1982.
Sementara itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No 13/2022 tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan, dan Penegakan Hukum di Wilayah Perairan dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia, pemerintah diminta untuk mempercepat penerbitan rencana patroli nasional yang memfokuskan di wilayah-wilayah rawan keamanan laut seperti Laut Natuna Utara dan Laut Arafura.
Pemerintah juga diminta mengevaluasi penyelenggaraan penegakan hukum di laut saat ini, terutama terkait pelanggaran illegal fishing, khususnya di Laut Natuna Utara dan Laut Arafura, baik itu yang dilakukan oleh kapal ikan asing atau kapal ikan Indonesia.
"Pemerintah perlu menyiapsiagakan kapal-kapal patroli termasuk sarana dan prasarana pendukungnya di Laut Natuna Utara," kata Jeremia.