Jakarta (ANTARA) - Serangan siber berkembang semakin canggih seiring perkembangan teknologi sehingga institusi atau perusahaan membutuhkan perlindungan endpoint untuk menghadapinya.
Keamanan atau proteksi endpoint merupakan metode keamanan siber untuk melindungi desktop, laptop, perangkat IoT (internet of things), dan perangkat yang berkomunikasi dengan jaringan pusat lainnya dari ancaman serangan siber.
Sekarang perusahaan-perusahaan di Indonesia bisa mendapatkan solusi keamanan endpoint dari jaringan PT Virtus Technology Indonesia (Virtus) yang tersebar di seluruh Indonesia.
Direktur Virtus Christian Atmadjaja mengatakan ada tiga alasan mengapa keamanan endpoint menjadi tantangan tersendiri. Pertama, karena kecanggihan ancaman, di mana penyerang sudah memiliki metode tradecraft yang unggul dan memudahkan mereka mencapai target.
"Kedua, adalah outmoded defences atau sistem pertahanan yang sudah ketinggalan zaman," jelasnya dalam pernyataan pers, Kamis.
Menurutnya, selama ini banyak orang yang berfokus pada menangkal serangan malware saja, padahal penyerang terus berevolusi. Mereka sekarang menggunakan teknik tanpa file yang dengan mudah melewati antivirus dan bisa terlihat seperti user yang sah untuk mencuri kredensial.
"Jadi perusahaan yang hanya memiliki strategi yang berfokus pada malware saja, bisa melewatkan model ancaman lainnya," katanya.
Menurut laporan dari Crowdstrike Global Threat Report 2020, lanskap ancaman yang kini dihadapi oleh bisnis sekitar 49 persen adalah malware dan 51 persen lainnya non-malware berupa hacktivist, kejahatan siber, kriminal yang terorganisir, serangan internal, penyalahgunaan privileged account, hingga kejahatan yang sulit dicegah karena dilindungi dan dikoordinasi oleh negara.
Keamanan atau proteksi endpoint merupakan metode keamanan siber untuk melindungi desktop, laptop, perangkat IoT (internet of things), dan perangkat yang berkomunikasi dengan jaringan pusat lainnya dari ancaman serangan siber.
Sekarang perusahaan-perusahaan di Indonesia bisa mendapatkan solusi keamanan endpoint dari jaringan PT Virtus Technology Indonesia (Virtus) yang tersebar di seluruh Indonesia.
Direktur Virtus Christian Atmadjaja mengatakan ada tiga alasan mengapa keamanan endpoint menjadi tantangan tersendiri. Pertama, karena kecanggihan ancaman, di mana penyerang sudah memiliki metode tradecraft yang unggul dan memudahkan mereka mencapai target.
"Kedua, adalah outmoded defences atau sistem pertahanan yang sudah ketinggalan zaman," jelasnya dalam pernyataan pers, Kamis.
Menurutnya, selama ini banyak orang yang berfokus pada menangkal serangan malware saja, padahal penyerang terus berevolusi. Mereka sekarang menggunakan teknik tanpa file yang dengan mudah melewati antivirus dan bisa terlihat seperti user yang sah untuk mencuri kredensial.
"Jadi perusahaan yang hanya memiliki strategi yang berfokus pada malware saja, bisa melewatkan model ancaman lainnya," katanya.
Menurut laporan dari Crowdstrike Global Threat Report 2020, lanskap ancaman yang kini dihadapi oleh bisnis sekitar 49 persen adalah malware dan 51 persen lainnya non-malware berupa hacktivist, kejahatan siber, kriminal yang terorganisir, serangan internal, penyalahgunaan privileged account, hingga kejahatan yang sulit dicegah karena dilindungi dan dikoordinasi oleh negara.