Surabaya (ANTARA) - Ratusan peserta ikut menyemarakkan Festival Rujak Uleg dalam rangka memperingati Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke-729 yang digelar di sepanjang Jalan Kembang Jepun (Kya-kya) Kota Pahlawan, Jatim, Minggu malam ini.
Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (DKKORP) Kota Surabaya Wiwiek Widayati di Surabaya, Minggu, mengatakan, Pemerintah Kota Surabaya kembali menyelenggarakan Festival Rujak Uleg setelah dua tahun vakum karena pandemi COVID-19.
"Setidaknya ada 700 peserta yang mengikuti Festival Rujak Uleg," kata Wiwiek Widayati.
Para peserta Rujak Uleg tersebut terdiri dari perwakilan komunitas adat dan ekspatriat, mahasiswa asing di Surabaya dan perhotelan. Juga, ada dari perwakilan masing-masing kecamatan dan Perangkat Daerah (PD) di lingkungan Pemkot Surabaya serta masyarakat umum.
Wiwiek menjelaskan festival tersebut akan dibuka oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Rencananya juga dihadiri Gubernur Jawa Timur beserta Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Korps Konsulat di Surabaya.
"Festival juga akan melibatkan kurang lebih 50 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) kuliner di Kota Surabaya. Ini untuk menjadikan kegiatan festival sebagai kebangkitan perekonomian lokal di Surabaya," kata Wiwiek.
Menurut dia, keberagaman peserta dan komunitas yang hadir selaras dengan tagline HJKS ke-729 yaitu "Sinergi Kuat untuk Surabaya Hebat". Terlebih lagi, rujak cingur telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya tak Benda oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI pada tahun 2021 sebagai makanan yang menjadi simbol dan ciri khas Kota Surabaya.
"Munculnya rujak cingur sebagai makanan rakyat tidak dapat dilepaskan dari peranan petis yang menjadi penyedap rasa dan menjadi bahan dasar olahan rujak cingur. Di Surabaya terdapat warung makan Rujak Cingur Genteng Durasim yang berdiri sejak tahun 1938," kata dia.
Keseriusan dan ketelatenan dari berbagai pemangku kepentingan mampu mempertahankan cita rasa dan melestarikan rujak cingur dari generasi ke generasi.
"Oleh karena itu, Rujak Cingur ditetapkan sebagai Warisan Budaya tak Benda mengingat pentingnya warisan budaya sebagai ciri khas dan jati diri bangsa," ujar dia.
Meski demikian, kata dia, munculnya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak sapi, tak luput dari perhatian Pemkot Surabaya. Untuk itu, Pemkot Surabaya menjalin kerja sama dengan Rumah Potong Hewan (RPH) untuk memastikan semua cingur yang digunakan oleh peserta higienis dan tidak terinfeksi penyakit.
"Seluruh peserta Festival Rujak Uleg menggunakan cingur yang disuplai oleh RPH dan sudah terjamin kualitasnya," kata dia.
Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (DKKORP) Kota Surabaya Wiwiek Widayati di Surabaya, Minggu, mengatakan, Pemerintah Kota Surabaya kembali menyelenggarakan Festival Rujak Uleg setelah dua tahun vakum karena pandemi COVID-19.
"Setidaknya ada 700 peserta yang mengikuti Festival Rujak Uleg," kata Wiwiek Widayati.
Para peserta Rujak Uleg tersebut terdiri dari perwakilan komunitas adat dan ekspatriat, mahasiswa asing di Surabaya dan perhotelan. Juga, ada dari perwakilan masing-masing kecamatan dan Perangkat Daerah (PD) di lingkungan Pemkot Surabaya serta masyarakat umum.
Wiwiek menjelaskan festival tersebut akan dibuka oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Rencananya juga dihadiri Gubernur Jawa Timur beserta Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Korps Konsulat di Surabaya.
"Festival juga akan melibatkan kurang lebih 50 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) kuliner di Kota Surabaya. Ini untuk menjadikan kegiatan festival sebagai kebangkitan perekonomian lokal di Surabaya," kata Wiwiek.
Menurut dia, keberagaman peserta dan komunitas yang hadir selaras dengan tagline HJKS ke-729 yaitu "Sinergi Kuat untuk Surabaya Hebat". Terlebih lagi, rujak cingur telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya tak Benda oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI pada tahun 2021 sebagai makanan yang menjadi simbol dan ciri khas Kota Surabaya.
"Munculnya rujak cingur sebagai makanan rakyat tidak dapat dilepaskan dari peranan petis yang menjadi penyedap rasa dan menjadi bahan dasar olahan rujak cingur. Di Surabaya terdapat warung makan Rujak Cingur Genteng Durasim yang berdiri sejak tahun 1938," kata dia.
Keseriusan dan ketelatenan dari berbagai pemangku kepentingan mampu mempertahankan cita rasa dan melestarikan rujak cingur dari generasi ke generasi.
"Oleh karena itu, Rujak Cingur ditetapkan sebagai Warisan Budaya tak Benda mengingat pentingnya warisan budaya sebagai ciri khas dan jati diri bangsa," ujar dia.
Meski demikian, kata dia, munculnya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak sapi, tak luput dari perhatian Pemkot Surabaya. Untuk itu, Pemkot Surabaya menjalin kerja sama dengan Rumah Potong Hewan (RPH) untuk memastikan semua cingur yang digunakan oleh peserta higienis dan tidak terinfeksi penyakit.
"Seluruh peserta Festival Rujak Uleg menggunakan cingur yang disuplai oleh RPH dan sudah terjamin kualitasnya," kata dia.