Palembang (ANTARA) - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sumatera Selatan mengingatkan pemerintah daerah untuk lebih produktif karena tahun 2022 ini merupakan periode akhir ketentuan defisit 3 persen dari Produk Domestik Bruto.
Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Sumsel Lydia Kurniawati Christyana di Palembang, Selasa, mengatakan tahun 2022 ini menjadi periode yang sangat menentukan bagi pemerintahan provinsi, pemerintah kabupaten/kota untuk bersiap menghadapi pengurangan dana transfer APBN ke daerah.
“Tahun 2023 akan ketat untuk APBN, untuk itu harus ada ada reformasi struktural yakni bagaimana SDM mereformasi pola kerjanya supaya lebih produktif,” kata Lydia.
Salah satu yang menjadi sorotan yakni bukan hanya pola penganggaran yang harus lebih efektif dan efisien, tapi bagaimana Satuan Kerja baik di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) maupun di Kementerian/Lembaga menggenjot belanja sejak awal tahun.
Ini penting agar pergerakan ekonomi sudah terjadi sejak awal tahun. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi akan terstimulus dengan cepat sehingga dapat mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Lakukan proses pengadaan barang dan jasa sejak Januari, jangan menunggu agar pergerakan ekonomi sudah terasa di awal tahun,” kata dia.
Beragam persoalan yang terjadi di tahun 2021 dalam realisasi anggaran sepatutnya menjadi evaluasi berbagai pihak terkait, seperti penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik.
“Setiap tahun selalu dengan problem yang sama untuk DAK Fisik, terlambat menyiapkan dokumen. Ini kemungkinan karena lambat menetapkan pejabat pembuat komitmen sehingga ada kendala dalam proses lanjutan,” kata dia.
Ketentuan defisit maksimal 3 persen dari PDB sudah diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Setelah pandemi muncul di Indonesia pada Maret 2020, maka diterbitkan UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan untuk Penanganan COVID-19 pada 31 Maret 2020.
Beleid baru ini yang memberi izin ke pemerintah menetapkan defisit melebihi 3 persen. Maka defisit anggaran langsung naik, dari 2,2 persen pada 2019 menjadi 6,14 persen pada 2020.
Untuk 2021, defisit diperkirakan sebesar 5,82 persen. Adapun dalam RAPBN 2022, pemerintah menetapkan defisit sebesar 4,85 persen.
Anggota Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Thohir asal Sumatera Selatan mengingatkan pemerintah daerah (pemda) untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena pada 2023 menjadi batas akhir defisit APBN melebihi 3 persen.
“Artinya bakal ada pengurangan dana transfer dari pusat ke daerah. Ini harus disikapi oleh daerah (pemda), mulai sekarang harus terbiasa menggenjot Pendapatan Asli Daerah,” kata Hafisz.
Menurut politisi PAN ini, pemda harus mendongkrak penerimaan negara dari sektor pajak untuk menekan defisit APBN itu.
Untuk itu, semua pihak harus getol dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional karena jika perekonomian membaik maka penerimaan pajak pun akan meningkat.
Walau berat untuk meningkatkan PAD di masa pandemi ini, ia menyakini hal itu dapat dilakukan asal dana PEN dialokasikan ke sektor-sektor produktif.
Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Sumsel Lydia Kurniawati Christyana di Palembang, Selasa, mengatakan tahun 2022 ini menjadi periode yang sangat menentukan bagi pemerintahan provinsi, pemerintah kabupaten/kota untuk bersiap menghadapi pengurangan dana transfer APBN ke daerah.
“Tahun 2023 akan ketat untuk APBN, untuk itu harus ada ada reformasi struktural yakni bagaimana SDM mereformasi pola kerjanya supaya lebih produktif,” kata Lydia.
Salah satu yang menjadi sorotan yakni bukan hanya pola penganggaran yang harus lebih efektif dan efisien, tapi bagaimana Satuan Kerja baik di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) maupun di Kementerian/Lembaga menggenjot belanja sejak awal tahun.
Ini penting agar pergerakan ekonomi sudah terjadi sejak awal tahun. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi akan terstimulus dengan cepat sehingga dapat mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Lakukan proses pengadaan barang dan jasa sejak Januari, jangan menunggu agar pergerakan ekonomi sudah terasa di awal tahun,” kata dia.
Beragam persoalan yang terjadi di tahun 2021 dalam realisasi anggaran sepatutnya menjadi evaluasi berbagai pihak terkait, seperti penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik.
“Setiap tahun selalu dengan problem yang sama untuk DAK Fisik, terlambat menyiapkan dokumen. Ini kemungkinan karena lambat menetapkan pejabat pembuat komitmen sehingga ada kendala dalam proses lanjutan,” kata dia.
Ketentuan defisit maksimal 3 persen dari PDB sudah diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Setelah pandemi muncul di Indonesia pada Maret 2020, maka diterbitkan UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan untuk Penanganan COVID-19 pada 31 Maret 2020.
Beleid baru ini yang memberi izin ke pemerintah menetapkan defisit melebihi 3 persen. Maka defisit anggaran langsung naik, dari 2,2 persen pada 2019 menjadi 6,14 persen pada 2020.
Untuk 2021, defisit diperkirakan sebesar 5,82 persen. Adapun dalam RAPBN 2022, pemerintah menetapkan defisit sebesar 4,85 persen.
Anggota Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Thohir asal Sumatera Selatan mengingatkan pemerintah daerah (pemda) untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena pada 2023 menjadi batas akhir defisit APBN melebihi 3 persen.
“Artinya bakal ada pengurangan dana transfer dari pusat ke daerah. Ini harus disikapi oleh daerah (pemda), mulai sekarang harus terbiasa menggenjot Pendapatan Asli Daerah,” kata Hafisz.
Menurut politisi PAN ini, pemda harus mendongkrak penerimaan negara dari sektor pajak untuk menekan defisit APBN itu.
Untuk itu, semua pihak harus getol dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional karena jika perekonomian membaik maka penerimaan pajak pun akan meningkat.
Walau berat untuk meningkatkan PAD di masa pandemi ini, ia menyakini hal itu dapat dilakukan asal dana PEN dialokasikan ke sektor-sektor produktif.