Jakarta (ANTARA) - Ekonom Universitas Muhammadiyah Surya Vandiantara menilai kinerja investasi di sektor logam dan baja masih menjanjikan meski marak isu banjir impor dan suasana pandemi COVID-19.
"Investasi sektor baja didorong oleh demand baja nasional dan ekspor yang terus meningkat terutama di sektor baja hilir," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Kamis.
"Investasi sektor baja didorong oleh demand baja nasional dan ekspor yang terus meningkat terutama di sektor baja hilir," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Kamis.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, investasi logam dan baja tercatat mencapai Rp94,85 triliun pada 2020. Kemudian, nilai investasi itu mencapai Rp87,3 triliun pada 2021.
Surya mengatakan investasi itu memberikan konsekuensi pemenuhan bahan baku, namun yang dipasok dari industri hulu baja terutama baja karbon dari dalam negeri jauh dari harapan karenanya untuk menjaga iklim investasi bahan baku itu harus impor.
"Pertumbuhan investasi di sektor baja sama sekali tidak terpengaruh dengan narasi impor baja yang sering muncul entah apa motifnya perlu didalami," kata Surya.
Sebelumnya, pemerhati perumahan Universitas Indonesia Cindar menyampaikan bahwa baja impor tanpa pengendalian pemerintah (tanpa lartas), seperti slab, bilet, dan iron ore mengalami peningkatan dari tahun 2019 sebesar 4,7 juta ton menjadi 5,2 juta ton pada 2021.
Menurutnya, investasi yang ada saat ini bahan bakunya juga dipenuhi dari impor bukan mengolah dari dalam negeri karena pertimbangan teknis dan ekonomis.
Sebaliknya, baja yang dilakukan pengendalian pemerintah (dengan lartas) pada 2019 sebesar 7,9 juta ton berhasil dikendalikan sebesar 6,8 juta ton atau turun 19 persen yang semuanya untuk bahan baku agar investasi baja terus tumbuh dan kuartal III 2021 sektor ini mampu tumbuh sebesar 9,82 persen.