Jakarta (ANTARA) - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan bahwa pernyataan Jaksa Agung terkait penghapusan pidana untuk pelaku korupsi di bawah Rp50 juta dapat menjadi pemicu peningkatan kasus korupsi di Indonesia.
“ICW meyakini pernyataan Jaksa Agung itu akan semakin menambah semangat para pelaku untuk melancarkan praktik korupsi karena tidak akan diproses hukum,” kata Kurnia ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Kurnia menegaskan hingga saat ini Pasal 4 Undang-Undang tentang Penghapusan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) masih berlaku. Regulasi itu menyebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pemidanaan pelaku tindak pidana.
“Patut diingat mengembalikan dana hasil praktik korupsi hanya dapat dijadikan dasar untuk memperingan tuntutan dan hukuman, bukan malah tidak ditindak,” ucap dia.
Oleh karena itu, Kurnia menegaskan bahwa pernyataan Jaksa Agung perihal penghapusan pidana pelaku korupsi di bawah Rp50 juta jika mengembalikan kerugian keuangan negara kurang didasari argumentasi hukum yang kuat.
Selain kurangnya argumentasi hukum yang kuat, Kurnia menilai bahwa pernyataan Jaksa Agung RI seolah memberi jaminan bahwa para pelaku korupsi dengan kerugian negara di bawah Rp50 juta tidak akan menjalani proses hukum.
Pernyataan Kurnia merupakan tanggapan atas pernyataan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam Rapat Kerja Komisi III DPR RI, Kamis (27/1).
“Tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negara di bawah Rp50 juta untuk diselesaikan dengan cara pengembalian kerugian keuangan negara,” kata Burhanuddin di dalam rapat kerja saat merespons tanggapan dari sejumlah legislator.
Penyelesaian tersebut, tutur Burhanuddin, bertujuan untuk mewujudkan pelaksanaan proses hukum yang cepat, sederhana, dan biaya ringan.
“Terhadap pelaku dilakukan pembinaan oleh inspektorat agar tidak mengulangi perbuatannya,” tutur Burhanuddin.
“ICW meyakini pernyataan Jaksa Agung itu akan semakin menambah semangat para pelaku untuk melancarkan praktik korupsi karena tidak akan diproses hukum,” kata Kurnia ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Kurnia menegaskan hingga saat ini Pasal 4 Undang-Undang tentang Penghapusan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) masih berlaku. Regulasi itu menyebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pemidanaan pelaku tindak pidana.
“Patut diingat mengembalikan dana hasil praktik korupsi hanya dapat dijadikan dasar untuk memperingan tuntutan dan hukuman, bukan malah tidak ditindak,” ucap dia.
Oleh karena itu, Kurnia menegaskan bahwa pernyataan Jaksa Agung perihal penghapusan pidana pelaku korupsi di bawah Rp50 juta jika mengembalikan kerugian keuangan negara kurang didasari argumentasi hukum yang kuat.
Selain kurangnya argumentasi hukum yang kuat, Kurnia menilai bahwa pernyataan Jaksa Agung RI seolah memberi jaminan bahwa para pelaku korupsi dengan kerugian negara di bawah Rp50 juta tidak akan menjalani proses hukum.
Pernyataan Kurnia merupakan tanggapan atas pernyataan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam Rapat Kerja Komisi III DPR RI, Kamis (27/1).
“Tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negara di bawah Rp50 juta untuk diselesaikan dengan cara pengembalian kerugian keuangan negara,” kata Burhanuddin di dalam rapat kerja saat merespons tanggapan dari sejumlah legislator.
Penyelesaian tersebut, tutur Burhanuddin, bertujuan untuk mewujudkan pelaksanaan proses hukum yang cepat, sederhana, dan biaya ringan.
“Terhadap pelaku dilakukan pembinaan oleh inspektorat agar tidak mengulangi perbuatannya,” tutur Burhanuddin.