Kupang (ANTARA) - Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) yang selama ini menangani kasus pencemaran Laut Timor pada Agustus 2009 lalu menyebutkan bahwa dua orang saksi kunci kasus tumpahan minyak Montara meninggal dunia di tengah kasus terus berjalan.
"Dua saksi kunci itu meninggal dunia setelah pulang dari Sydney, usai memberikan kesaksian di pengadilan Australia. Keduanya adalah Gabriel Mboeik II dan Melkianus," kata Ketua YPTB Ferdi Tanoni, di Kupang, Jumat.
Ia menjelaskan bahwa pada Juni 2019 lalu ada lebih dari 30 saksi petani rumput laut dibawa ke Sydney untuk memberikan kesaksian di pengadilan Australia. Di antara mereka ada dua korban saksi kunci kasus tumpahan minyak itu.
Kedua saksi kunci itu berasal dari Rote Ndao, kabupaten terselatan NKRI yang memang berbatasan laut langsung dengan Australia.
Ferdi menjelaskan bahwa kedua saksi kunci itu adalah tokoh masyarakat di Desa Oelua dan Oebua yang merupakan dua dari ratusan korban serta saksi kunci tumpahan minyak Montara pada Agustus 2009 lalu.
Saat menjadi saksi di pengadilan Australia, Gabriel Mboiek, kata Ferdi, sempat menceritakan bahwa saat kejadian tumpahan minyak Montara dan mengalir sampai ke lokasi budi daya rumput laut di Rote Ndao bau minyaknya sangat menyengat ketika tali rumput laut diangkat.
"Ia merasa gatal di tubuhnya, dan tidak hanya satu petani rumput laut saja, tetapi juga hampir semua petani rumput laut di NTT," ujar dia, mengutip Mboiek.
Ferdi yang sempat meninjau langsung kondisi petani rumput laut yang terkena dampak itu, mengaku bahwa para petani rumput laut menunjukkan ruam dan bekas luka mengerikan di lengan dan bagian tubuh lainnya.
Para petani rumput laut itu tak mengetahui dari mana asal dari minyak yang mengalir ke daerah mereka. Mereka juga tak mengetahui minyak yang tumpah itu berbahaya atau tidak.
Lebih lanjut, kata Ferdi, selain kedua saksi kunci itu, berdasarkan data yang dimiliki ada sekitar 100 lebih petani rumput laut yang meninggal dunia akibat terkena tumpahan minyak itu selama menunggu kepastian hukum akan kasus itu.
"Pastinya ada ratusan petani rumput laut yang meninggal dunia menunggu kepastian keadilan kasus itu. Agustus tahun ini adalah tahun ke 13 dimana proses tuntutan masih terus dilakukan oleh para petani rumput laut dan nelayan di sejumlah daerah di NTT yang terkena dampak," kata dia lagi
Ferdi pun mengaku akan terus berjuang untuk menyuarakan ketidakadilan tersebut kepada Pemerintah Australia dan juga kepada perusahaan yang mengakibatkan tumpahan minyak itu terjadi, yakni PTT Exploration and Production (PTTEP) Australasia yang induk perusahaannya adalah PTTEP yang berbasis di Bangkok, Thailand.
"Dua saksi kunci itu meninggal dunia setelah pulang dari Sydney, usai memberikan kesaksian di pengadilan Australia. Keduanya adalah Gabriel Mboeik II dan Melkianus," kata Ketua YPTB Ferdi Tanoni, di Kupang, Jumat.
Ia menjelaskan bahwa pada Juni 2019 lalu ada lebih dari 30 saksi petani rumput laut dibawa ke Sydney untuk memberikan kesaksian di pengadilan Australia. Di antara mereka ada dua korban saksi kunci kasus tumpahan minyak itu.
Kedua saksi kunci itu berasal dari Rote Ndao, kabupaten terselatan NKRI yang memang berbatasan laut langsung dengan Australia.
Ferdi menjelaskan bahwa kedua saksi kunci itu adalah tokoh masyarakat di Desa Oelua dan Oebua yang merupakan dua dari ratusan korban serta saksi kunci tumpahan minyak Montara pada Agustus 2009 lalu.
Saat menjadi saksi di pengadilan Australia, Gabriel Mboiek, kata Ferdi, sempat menceritakan bahwa saat kejadian tumpahan minyak Montara dan mengalir sampai ke lokasi budi daya rumput laut di Rote Ndao bau minyaknya sangat menyengat ketika tali rumput laut diangkat.
"Ia merasa gatal di tubuhnya, dan tidak hanya satu petani rumput laut saja, tetapi juga hampir semua petani rumput laut di NTT," ujar dia, mengutip Mboiek.
Ferdi yang sempat meninjau langsung kondisi petani rumput laut yang terkena dampak itu, mengaku bahwa para petani rumput laut menunjukkan ruam dan bekas luka mengerikan di lengan dan bagian tubuh lainnya.
Para petani rumput laut itu tak mengetahui dari mana asal dari minyak yang mengalir ke daerah mereka. Mereka juga tak mengetahui minyak yang tumpah itu berbahaya atau tidak.
Lebih lanjut, kata Ferdi, selain kedua saksi kunci itu, berdasarkan data yang dimiliki ada sekitar 100 lebih petani rumput laut yang meninggal dunia akibat terkena tumpahan minyak itu selama menunggu kepastian hukum akan kasus itu.
"Pastinya ada ratusan petani rumput laut yang meninggal dunia menunggu kepastian keadilan kasus itu. Agustus tahun ini adalah tahun ke 13 dimana proses tuntutan masih terus dilakukan oleh para petani rumput laut dan nelayan di sejumlah daerah di NTT yang terkena dampak," kata dia lagi
Ferdi pun mengaku akan terus berjuang untuk menyuarakan ketidakadilan tersebut kepada Pemerintah Australia dan juga kepada perusahaan yang mengakibatkan tumpahan minyak itu terjadi, yakni PTT Exploration and Production (PTTEP) Australasia yang induk perusahaannya adalah PTTEP yang berbasis di Bangkok, Thailand.