Palembang (ANTARA) - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang pertambangan batu bara PT Bukit Asam menargetkan memproduksi 30 juta ton hingga akhir tahun 2021 atau meningkat dibandingkan capaian tahun lalu 25,1 juta ton.
Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam (PTBA) Apollonius Andwie C di Muaraenim, Sumatera Selatan, Kamis, mengatakan kenaikan produksi ini akan dilakukan secara bertahap hingga 2025 sampai kapasitas angkutan batubara terpenuhi yakni 72,5 juta ton.
Peningkatan produksi ini juga seiring dengan meningkatnya kapasitas angkut baik dari jalur darat melalui kereta api, pelabuhan di Tarahan Lampung, dan alat angkutan yang lain.
Perusahaan menilai peningkatan produksi sangat relevan mengingat cadangan batubara di salah satu lokasi pertambangan yakni di Tanjungenim, Sumatera Selatan, tergolong masih tinggi yakni mencapai 3 miliar ton batubara.
Namun untuk produksi tahun 2022 masih menunggu persetujuan rencana produksi yang disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Apollonius menambahkan peningkatan kapasitas ini juga untuk memanfaatkan kawasan Izin Usaha Pertambangan yang belum dieksploitasi.
Pengembangan produksi batubara juga untuk melihat dari kebutuhan pasar saat ini termasuk beberapa proyek yang akan dilakukan pada tahun depan.
Proyek tersebut antara lain kebutuhan batubara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap Sumsel 8 yang membutuhkan batubara sekitar 5,2 juta ton. Pembangunan PLTU mulut tambang Sumsel 8 ini diperkirakan akan tuntas pada Maret 2022 mendatang.
Proyek lain adalah kerja sama dengan Pertamina dan Air product terkait program gasifikasi batubara yang menghasilkan senyawa Dimetil Eter (DME) pengganti liquefied petroleum gas (LPG) di mana dalam pelaksanaannya membutuhkan batubara hingga 6 juta ton.
Pengembangan produk juga terus dilakukan termasuk dengan pengembangan batubara menjadi briket. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan pasar baik domestik maupun luar negeri.
Namun, lanjut Apollonius, ke depan pengembangan produk batubara yang ramah lingkungan akan menjadi prioritas seiring dengan komitmen pemerintah dalam mengurangi emisi karbon pada 2060 mendatang. Misalnya mengubah batubara menjadi bahan bakar, pupuk organik dan sejumlah produk turunan yang lain.
Pengembangan produk batubara perlu dilakukan untuk memanfaatkan cadangan batubara yang terbilang masih melimpah di Sumsel.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, dari total sumber daya batubara nasional 149,01 miliar ton, Sumsel berkontribusi sekitar 43 miliar ton. Adapun dari cadangan batubara nasional yang mencapai 37,60 miliar ton, Sumsel berkontribusi 9,3 miliar ton.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel, pada September 2021, ekspor komoditas batubara dan lignit meningkat cukup signifikan yakni mencapai nilai 31,34 juta atau meningkat 18,40 persen dibanding ekspor komoditas pada bulan sebelumnya. Adapun jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu peningkatannya mencapai 18,40 persen 201,72 juta dolar AS.
Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam (PTBA) Apollonius Andwie C di Muaraenim, Sumatera Selatan, Kamis, mengatakan kenaikan produksi ini akan dilakukan secara bertahap hingga 2025 sampai kapasitas angkutan batubara terpenuhi yakni 72,5 juta ton.
Peningkatan produksi ini juga seiring dengan meningkatnya kapasitas angkut baik dari jalur darat melalui kereta api, pelabuhan di Tarahan Lampung, dan alat angkutan yang lain.
Perusahaan menilai peningkatan produksi sangat relevan mengingat cadangan batubara di salah satu lokasi pertambangan yakni di Tanjungenim, Sumatera Selatan, tergolong masih tinggi yakni mencapai 3 miliar ton batubara.
Namun untuk produksi tahun 2022 masih menunggu persetujuan rencana produksi yang disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Apollonius menambahkan peningkatan kapasitas ini juga untuk memanfaatkan kawasan Izin Usaha Pertambangan yang belum dieksploitasi.
Pengembangan produksi batubara juga untuk melihat dari kebutuhan pasar saat ini termasuk beberapa proyek yang akan dilakukan pada tahun depan.
Proyek tersebut antara lain kebutuhan batubara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap Sumsel 8 yang membutuhkan batubara sekitar 5,2 juta ton. Pembangunan PLTU mulut tambang Sumsel 8 ini diperkirakan akan tuntas pada Maret 2022 mendatang.
Proyek lain adalah kerja sama dengan Pertamina dan Air product terkait program gasifikasi batubara yang menghasilkan senyawa Dimetil Eter (DME) pengganti liquefied petroleum gas (LPG) di mana dalam pelaksanaannya membutuhkan batubara hingga 6 juta ton.
Pengembangan produk juga terus dilakukan termasuk dengan pengembangan batubara menjadi briket. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan pasar baik domestik maupun luar negeri.
Namun, lanjut Apollonius, ke depan pengembangan produk batubara yang ramah lingkungan akan menjadi prioritas seiring dengan komitmen pemerintah dalam mengurangi emisi karbon pada 2060 mendatang. Misalnya mengubah batubara menjadi bahan bakar, pupuk organik dan sejumlah produk turunan yang lain.
Pengembangan produk batubara perlu dilakukan untuk memanfaatkan cadangan batubara yang terbilang masih melimpah di Sumsel.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, dari total sumber daya batubara nasional 149,01 miliar ton, Sumsel berkontribusi sekitar 43 miliar ton. Adapun dari cadangan batubara nasional yang mencapai 37,60 miliar ton, Sumsel berkontribusi 9,3 miliar ton.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel, pada September 2021, ekspor komoditas batubara dan lignit meningkat cukup signifikan yakni mencapai nilai 31,34 juta atau meningkat 18,40 persen dibanding ekspor komoditas pada bulan sebelumnya. Adapun jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu peningkatannya mencapai 18,40 persen 201,72 juta dolar AS.