Jakarta (ANTARA) - Setelah sebelumnya mengalami sejumlah penundaan karena pandemi COVID-19, sekuel dari "Venom" (2018) yaitu "Venom: Let There Be Carnage" akhirnya rilis di jaringan bioskop Indonesia mulai Rabu (17/11). 

Film kedua "Venom" mengambil latar tepat setelah akhir dari film perdananya -- atau lebih tepatnya mid-credit scene "Venom" pertama, dimana para penggemar ditunjukan sosok Cletus Kasady atau Carnage (Woody Harrelson) yang memiliki koneksi dengan Eddie Brock atau Venom (Tom Hardy). Keduanya pertama kali dikenalkan bertemu di sebuah penjara tingkat tinggi di California, yaitu San Quentin.

Kasady adalah seorang pembunuh berantai yang menolak untuk berbicara dengan siapa pun selain Brock, yang merupakan seorang jurnalis, setelah wawancara mereka setahun sebelumnya.

Sebelum dibawa ke masa tersebut, penonton akan diajak untuk mengintip masa lalu dari si tokoh antagonis terlebih dahulu. Pada tahun 1996, Kasady muda menyaksikan Frances Barrison (Naomie Harris), kekasihnya, dibawa pergi dari St. Estes ke Institut Ravencroft.

Barrison alias Shriek merupakan anak yang spesial. Ia memiliki kekuatan teriakan ultrasonik, yang pada akhirnya ia gunakan untuk melarikan diri dan menyerang petugas polisi muda Patrick Mulligan (Stephen Graham).

Pada masa kini, Mulligan telah menjadi seorang detektif. Ia bekerja sama dengan Brock untuk berbicara dengan Kasady.

Kasady, yang dinyatakan bersalah atas kejahatannya dan ia dijatuhi hukuman mati dengan suntikan mematikan. Ia mengundang Brock, yang pada akhirnya terprovokasi dan Kasady menelan sebagian kecil symbiote dari Brock.

Eksekusi Kasady gagal ketika symbiote merah muncul dan memblokir injeksi mematikannya. Dia lalu memperkenalkan dirinya sebagai Carnage dan mengamuk dengan kejam di penjara.

Di sisi lain, Venom menginginkan lebih banyak kebebasan untuk menghabisi para penjahat. Keduanya lalu akhirnya berkelahi sampai symbiote terlepas dari tubuhnya, dan mereka menempuh jalan yang berbeda.

Dan, mulai dari sinilah, pertarungan sengit antara dua symbiote dimulai, di tengah konflik Brock dan Venom yang juga berkecamuk.

Sama seperti film sebelumnya, "Venom: Let There Be Carnage" pun dibungkus dengan pendekatan sinematik penuh aksi namun juga dengan dialog-dialog nan menggelitik. Banyak guyonan yang tak jarang membuat seisi studio bioskop bergema dengan tawa.

Selain itu, kedekatan antara Brock dan Venom pun bisa dibilang mulai lebih kompleks dan berwarna seiring dengan hadirnya sekuel.
 
Hubungan mereka yang sempat merenggang lalu mencoba bersatu kembali demi menyelamatkan dunia mereka, menambah persepsi baru bagi kedua tokoh ini, yang melabeli diri mereka sebagai "pahlawan".

Dinamika sang lakon utama dengan parasit "bersimbiosis mutualisme" di dalam tubuhnya tersebut sangat menghibur walaupun tone film ini begitu gelap. Dan, dapat dilihat bahwa Tom Hardy benar-benar menyukai karakter yang ia perankan -- ia nampak begitu tulus dan menikmati segala adegan dan cerita yang berlangsung.

Bicara soal cerita, Hardy turut terlibat sebagai penulis dan produser dari film yang disutradarai oleh Andy Serkis ini. Serkis -- yang biasa penonton lihat sebagai aktor kondang ("The Lord of the Rings", "Rise of the Planet of the Apes", "Black Panther"), membuktikan kemampuan penyutradaraan yang ternyata cukup mulus dan menyenangkan untuk disaksikan.

Dibandingkan dengan film pertamanya tiga tahun silam, "Venom: Let There Be Carnage" bisa dibilang memiliki gambar dan sokongan efek visual yang lebih cantik dan apik. Kehadiran para symbiote yang lekat dengan penampilan "lengket" dan "fleksibel" namun bisa menjadi cukup brutal itu selalu seru untuk ditonton.

Selain efek visual, dukungan desain suara juga berperan besar dalam film ini. Kedua aspek ini melengkapi satu sama lain.
 
Salah satu desain suara yang sangat menyenangkan untuk dialami adalah beberapa adegan yang menampilkan Shriek -- karakter yang memiliki kekuatan spesial akan suara.

Ini adalah salah satu alasan mengapa film ini layak untuk disaksikan di bioskop, guna mendapatkan pengalaman sinematik yang lebih total.

Di sisi lain, penampilan akting dua tokoh utama yaitu Hardy dan Harrelson juga sama menariknya. Keduanya, tanpa diragukan lagi merupakan "jagoan" bagi peran masing-masing. Rasanya mereka saling mencuri perhatian penonton secara bergantian.

Terlebih, Hardy yang juga mengisi suara Venom, seakan bisa memerankan dua karakter dengan watak yang sama sekali berbeda dalam waktu bersamaan.

Cerita "Venom: Let There be Carnage" sendiri banyak terinspirasi oleh arc cerita buku komik terbitan Marvel, "Maximum Carnage" (1993) dan arc cerita serial animasi "Spider-Man" bertajuk "The Venom Saga" (1996).

Terdapat sejumlah perubahan bila Anda membandingkannya dengan komik orisinilnya. Hal-hal tersebut bisa dijumpai dari latar belakang pengembangan sejumlah karakter baru yang dikenalkan seperti Carnage dan Shriek.
 
Terlepas dari itu, seperti layaknya film-film yang diadaptasi dari komik, sekuel "Venom" ini memiliki beberapa easter eggs dan referensi yang sangat mengasyikkan untuk dicari, ditemukan, dan kemudian didiskusikan bersama sesama penggemar setelah film usai.

Tak hanya itu, ada satu mid-credit scene yang sangat penting bagi para penggemar semesta Spider-Man (Spider-verse) maupun Venom-verse. Di penayangan perdana, studio bergemuruh dengan tepukan tangan hingga seruan; jadi, jangan sampai terlewatkan!

Secara keseluruhan, "Venom: Let There Be Carnage" yang berdurasi 97 menit ini merupakan salah satu tontonan menarik dan menyegarkan untuk disaksikan di bioskop.

Pewarta : Arnidhya Nur Zhafira
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024