Jakarta (ANTARA) - Masa kerja anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode 2017-2022 akan berakhir pada April 2022.
Menurut Pasal 22 dan Pasal 118 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, presiden harus membentuk keanggotaan tim seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu dalam waktu paling lama 6 bulan sebelum berakhir masa jabatan. Artinya, tim seleksi sudah harus terbentuk pada Oktober 2021.
Maka pada 8 Oktober 2021 Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 120/P Tahun 2021 tentang Pembentukan Tim Seleksi Calon Anggota KPU dan Bawaslu Masa Jabatan Tahun 2022-2027.
Sesuai Pasal 22 ayat (3) UU No. 7 Tahun 2017, tim seleksi KPU/Bawaslu berjumlah 11 orang, terdiri atas 3 orang unsur pemerintah, 4 orang unsur akademisi, dan 4 (empat) orang unsur masyarakat.
Mereka bertugas membantu presiden untuk menetapkan calon anggota KPU masa jabatan tahun 2022-2027 dan calon anggota Bawaslu masa jabatan 2022-2027 yang akan diajukan kepada DPR.
Dalam Keppres 120/P/2021, sebanyak 11 orang ditetapkan sebagai anggota tim seleksi. Mereka adalah Juri Ardiantoro sebagai ketua merangkap anggota, Chandra M Hamzah selaku wakil ketua merangkap anggota, dan Bahtiar sebagai sekretaris merangkap anggota.
Anggota lainnya ialah Edward Omar Sharif Hiariej (Wamenkumham), Airlangga Pribadi Kusman (Dosen Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga/Staf Ahli Kementerian Pembangunan Pedesaan Indonesia dan Transmigrasi), Hamdi Muluk (Guru Besar UI/Psikologi), Endang Sulastri (Dosen Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah), I Dewa Gede Palguna (mantan Hakim MK), Abdul Ghaffar Rozin (Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah PBNU), Betti Alisjahbana (Profesional), dan Poengky Indarty (Komisioner Kompolnas).
Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian mengumumkan Tim Seleksi Calon Anggota KPU RI dan Bawaslu RI Periode 2022-2027 itu di Jakarta, Senin (11/10).
Berbagai tanggapan
Diumumkannya 11 nama anggota Tim Seleksi Calon Anggota KPU RI dan Bawaslu RI Periode 2022-2027 segera mengundang berbagai tanggapan, baik berupa dukungan maupun catatan kritis.
Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim menilai Presiden Joko Widodo telah mengambil keputusan tepat terkait nama-nama yang masuk dalam tim seleksi. Itu menunjukkan Presiden mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh kebutuhan seleksi anggota KPU dan Bawaslu yang berkualitas.
Menurut Luqman, nama-nama yang ditunjuk Presiden sebagai tim seleksi merupakan sosok yang memiliki kompetensi, integritas kuat, reputasi dan rekam jejak yang baik. Ia pun yakin mereka memahami masalah pemilu serta memiliki kemampuan melakukan rekrutmen dan seleksi
Juri Ardiantoro, misalnya. Sosok yang kini menjabat sebagai Deputi IV Kantor Staf Presiden itu sudah kenyang dengan urusan kepemiluan sehingga sangat layak menjadi ketua tim seleksi.
Juri tercatat pernah menjadi anggota KPU Provinsi DKI Jakarta periode 2003-2008 dan 2008-2012. Bahkan di pertengahan periode kedua ia dipercaya sebagai ketua. Selanjutnya ia menjadi anggota KPU RI periode 2012-2017. Pada 2016 ia dipilih menjadi ketua menggantikan Husni Kamil Manik, ketua KPU sebelumnya yang meninggal dunia.
Sebelum di KPU, Juri juga aktif bergelut pada berbagai kegiatan peningkatan kualitas pemilu, di antaranya menjadi Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP). Selama menjadi anggota dan Ketua KPU RI, Juri bekerja dengan integritas yang tinggi dan tidak pernah tersandung masalah-masalah pelanggaran etik dan hukum.
Sementara itu catatan kritis disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024. Koalisi ini terdiri atas Komite Independen Sadar Pemilu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Netfid Indonesia, Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif, dan Sindikasi Pemilu dan Demokrasi, Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Indonesian Parliamentary Center, Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Democracy and Electoral Empowerment Partnership, Network for Democracy and Electoral Integrity, dan Indonesia Corruption Watch.
Koalisi mencatat lima poin penting, antara lain menyayangkan penentuan tim seleksi yang tidak memberikan waktu masa sanggah bagi masyarakat untuk memberikan catatan serta masukan terhadap rekam jejak masing-masing anggota tim seleksi yang sudah ditentukan.
Koalisi menyoroti wakil pemerintah dalam tim seleksi yang mereka nilai melebihi ketentuan dalam Pasal 22 Ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017. Mereka menyoroti Poengky Indarty. Sebagai anggota Kompolnas, Poengky dianggap sebagai mewakili unsur pemerintah, bukan unsur masyarakat.
Koalisi juga menyorot Juri Ardiantoro, Ketua Tim Seleksi KPU dan Bawaslu. Meski mengakui rekam jejak Juri teruji dalam kepemiluan, mereka mempermasalahkan latar belakang Juri yang mantan anggota Tim Sukses Jokowi-Ma’ruf pada Pemilu 2019. Menurut koalisi, mestinya ketua tim seleksi berasal dari unsur masyarakat atau akademisi.
Catatan kritis lainnya terkait dengan jumlah keterwakilan perempuan dalam tim seleksi yang dinilai koalisi masih kurang dari 30 persen atau hanya sebesar 27 persen.
Selain itu, terdapat beberapa anggota tim seleksi yang memiliki afiliasi langsung dengan organisasi masyarakat atau kelompok tertentu. Menurut koalisi, seharusnya lebih banyak yang memiliki latar belakang kepemiluan.
Tantangan berat
Tahun 2024 adalah untuk pertama kalinya pemilu legislatif, pemilu presiden, dan pilkada serentak dilaksanakan pada tahun yang sama. Jelas ini merupakan tantangan yang tidak ringan.
Untuk itu, jelas dibutuhkan persiapan yang matang dan dikelola oleh sumber daya manusia penyelenggara yang kompeten, independen, profesional, dan berintegritas. Tim seleksi inilah yang menjadi titik awal yang akan menentukan kualitas SDM penyelenggara pemilu yang akan datang.
Karena itu, jauh-jauh hari, peneliti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Harlitus Berniawan Telaumbanua (Beni) mengingatkan pentingnya tim seleksi memiliki integritas, kapasitas, dan pengetahuan yang memadai mengenai isu kepemiluan sehingga diharapkan bisa menghasilkan anggota KPU dan Bawaslu yang juga berintegritas dan memiliki kapasitas.
Menurut Beni isu krusial dalam seleksi anggota KPU dan Bawaslu adalah intervensi aktor yang dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Aktor itu membawa kepentingan di luar dirinya dan bisa datang dari banyak kategori aktor.
Dalam risetnya, ada beberapa aktor yang bisa intervensi seleksi, mulai dari timsel itu sendiri, elite politik (baik yang ikut kontestasi maupun yang tidak), hingga anggota KPU/Bawaslu petahana.
Pesan yang sama juga disampaikan anggota Komisi II DPR RI Anwar Hafid. Anwar menekankan anggota tim seleksi harus menjaga netralitas dalam menjalankan proses seleksi penyelenggara pemilu.
Kata kunci integritas dalam konteks pemilu adalah menjamin bahwa proses, termasuk aktor yang akan menjalankan tahapan pemilu benar-benar berdiri di atas netralitas dan tidak berpihak.
Menanggapi itu, Mendagri Tito Karnavian memastikan bahwa tidak akan ada intervensi Kemendagri terhadap kerja-kerja tim seleksi. Namun, tidak ada salahnya jika pihaknya memberikan masukan terkait sosok-sosok yang akan dipilih menjadi calon anggota KPU dan Bawaslu RI mengingat situasi tahun politik 2023-2024.
Penyelenggarakan pemilu presiden, DPR, DPD dan DPRD secara serentak di 2024 lalu disusul dengan pemilihan kepala daerah serentak se-Indonesia yang diselenggarakan pada tahun yang sama tentu perlu menjadi pertimbangan dalam memilih calon anggota KPU dan Bawaslu yang akan bertugas di periode 2022-2027.
Oleh karena itu, tentu dibutuhkan sosok anggota KPU dan Bawaslu yang bukan hanya mengerti teknis kepemiluan, melainkan juga harus sehat jasmani dan rohani, kuat bekerja di bawah tekanan stres yang tinggi.
Juri Ardiantoro selaku ketua juga memastikan tim seleksi akan bekerja secara transparan, independen dan imparsial dalam menyeleksi calon anggota KPU-Bawaslu.
Tim seleksi segera menyusun jadwal dan rencana yang akan dikerjakan hingga nanti terpilihnya calon anggota KPU dan Bawaslu RI.
Kepercayaan memang harus diberikan kepada tim seleksi agar mereka bisa bekerja dengan sebaik-baiknya. Namun, masyarakat tentu harus tetap mengawal ketat proses rekrutmen dan seleksi calon anggota KPU-Bawaslu RI sehingga harapan memperoleh calon yang kompeten, independen, profesional dan berintegritas akan menjadi kenyataan.
Menurut Pasal 22 dan Pasal 118 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, presiden harus membentuk keanggotaan tim seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu dalam waktu paling lama 6 bulan sebelum berakhir masa jabatan. Artinya, tim seleksi sudah harus terbentuk pada Oktober 2021.
Maka pada 8 Oktober 2021 Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 120/P Tahun 2021 tentang Pembentukan Tim Seleksi Calon Anggota KPU dan Bawaslu Masa Jabatan Tahun 2022-2027.
Sesuai Pasal 22 ayat (3) UU No. 7 Tahun 2017, tim seleksi KPU/Bawaslu berjumlah 11 orang, terdiri atas 3 orang unsur pemerintah, 4 orang unsur akademisi, dan 4 (empat) orang unsur masyarakat.
Mereka bertugas membantu presiden untuk menetapkan calon anggota KPU masa jabatan tahun 2022-2027 dan calon anggota Bawaslu masa jabatan 2022-2027 yang akan diajukan kepada DPR.
Dalam Keppres 120/P/2021, sebanyak 11 orang ditetapkan sebagai anggota tim seleksi. Mereka adalah Juri Ardiantoro sebagai ketua merangkap anggota, Chandra M Hamzah selaku wakil ketua merangkap anggota, dan Bahtiar sebagai sekretaris merangkap anggota.
Anggota lainnya ialah Edward Omar Sharif Hiariej (Wamenkumham), Airlangga Pribadi Kusman (Dosen Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga/Staf Ahli Kementerian Pembangunan Pedesaan Indonesia dan Transmigrasi), Hamdi Muluk (Guru Besar UI/Psikologi), Endang Sulastri (Dosen Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah), I Dewa Gede Palguna (mantan Hakim MK), Abdul Ghaffar Rozin (Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah PBNU), Betti Alisjahbana (Profesional), dan Poengky Indarty (Komisioner Kompolnas).
Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian mengumumkan Tim Seleksi Calon Anggota KPU RI dan Bawaslu RI Periode 2022-2027 itu di Jakarta, Senin (11/10).
Berbagai tanggapan
Diumumkannya 11 nama anggota Tim Seleksi Calon Anggota KPU RI dan Bawaslu RI Periode 2022-2027 segera mengundang berbagai tanggapan, baik berupa dukungan maupun catatan kritis.
Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim menilai Presiden Joko Widodo telah mengambil keputusan tepat terkait nama-nama yang masuk dalam tim seleksi. Itu menunjukkan Presiden mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh kebutuhan seleksi anggota KPU dan Bawaslu yang berkualitas.
Menurut Luqman, nama-nama yang ditunjuk Presiden sebagai tim seleksi merupakan sosok yang memiliki kompetensi, integritas kuat, reputasi dan rekam jejak yang baik. Ia pun yakin mereka memahami masalah pemilu serta memiliki kemampuan melakukan rekrutmen dan seleksi
Juri Ardiantoro, misalnya. Sosok yang kini menjabat sebagai Deputi IV Kantor Staf Presiden itu sudah kenyang dengan urusan kepemiluan sehingga sangat layak menjadi ketua tim seleksi.
Juri tercatat pernah menjadi anggota KPU Provinsi DKI Jakarta periode 2003-2008 dan 2008-2012. Bahkan di pertengahan periode kedua ia dipercaya sebagai ketua. Selanjutnya ia menjadi anggota KPU RI periode 2012-2017. Pada 2016 ia dipilih menjadi ketua menggantikan Husni Kamil Manik, ketua KPU sebelumnya yang meninggal dunia.
Sebelum di KPU, Juri juga aktif bergelut pada berbagai kegiatan peningkatan kualitas pemilu, di antaranya menjadi Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP). Selama menjadi anggota dan Ketua KPU RI, Juri bekerja dengan integritas yang tinggi dan tidak pernah tersandung masalah-masalah pelanggaran etik dan hukum.
Sementara itu catatan kritis disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024. Koalisi ini terdiri atas Komite Independen Sadar Pemilu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Netfid Indonesia, Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif, dan Sindikasi Pemilu dan Demokrasi, Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Indonesian Parliamentary Center, Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Democracy and Electoral Empowerment Partnership, Network for Democracy and Electoral Integrity, dan Indonesia Corruption Watch.
Koalisi mencatat lima poin penting, antara lain menyayangkan penentuan tim seleksi yang tidak memberikan waktu masa sanggah bagi masyarakat untuk memberikan catatan serta masukan terhadap rekam jejak masing-masing anggota tim seleksi yang sudah ditentukan.
Koalisi menyoroti wakil pemerintah dalam tim seleksi yang mereka nilai melebihi ketentuan dalam Pasal 22 Ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017. Mereka menyoroti Poengky Indarty. Sebagai anggota Kompolnas, Poengky dianggap sebagai mewakili unsur pemerintah, bukan unsur masyarakat.
Koalisi juga menyorot Juri Ardiantoro, Ketua Tim Seleksi KPU dan Bawaslu. Meski mengakui rekam jejak Juri teruji dalam kepemiluan, mereka mempermasalahkan latar belakang Juri yang mantan anggota Tim Sukses Jokowi-Ma’ruf pada Pemilu 2019. Menurut koalisi, mestinya ketua tim seleksi berasal dari unsur masyarakat atau akademisi.
Catatan kritis lainnya terkait dengan jumlah keterwakilan perempuan dalam tim seleksi yang dinilai koalisi masih kurang dari 30 persen atau hanya sebesar 27 persen.
Selain itu, terdapat beberapa anggota tim seleksi yang memiliki afiliasi langsung dengan organisasi masyarakat atau kelompok tertentu. Menurut koalisi, seharusnya lebih banyak yang memiliki latar belakang kepemiluan.
Tantangan berat
Tahun 2024 adalah untuk pertama kalinya pemilu legislatif, pemilu presiden, dan pilkada serentak dilaksanakan pada tahun yang sama. Jelas ini merupakan tantangan yang tidak ringan.
Untuk itu, jelas dibutuhkan persiapan yang matang dan dikelola oleh sumber daya manusia penyelenggara yang kompeten, independen, profesional, dan berintegritas. Tim seleksi inilah yang menjadi titik awal yang akan menentukan kualitas SDM penyelenggara pemilu yang akan datang.
Karena itu, jauh-jauh hari, peneliti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Harlitus Berniawan Telaumbanua (Beni) mengingatkan pentingnya tim seleksi memiliki integritas, kapasitas, dan pengetahuan yang memadai mengenai isu kepemiluan sehingga diharapkan bisa menghasilkan anggota KPU dan Bawaslu yang juga berintegritas dan memiliki kapasitas.
Menurut Beni isu krusial dalam seleksi anggota KPU dan Bawaslu adalah intervensi aktor yang dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Aktor itu membawa kepentingan di luar dirinya dan bisa datang dari banyak kategori aktor.
Dalam risetnya, ada beberapa aktor yang bisa intervensi seleksi, mulai dari timsel itu sendiri, elite politik (baik yang ikut kontestasi maupun yang tidak), hingga anggota KPU/Bawaslu petahana.
Pesan yang sama juga disampaikan anggota Komisi II DPR RI Anwar Hafid. Anwar menekankan anggota tim seleksi harus menjaga netralitas dalam menjalankan proses seleksi penyelenggara pemilu.
Kata kunci integritas dalam konteks pemilu adalah menjamin bahwa proses, termasuk aktor yang akan menjalankan tahapan pemilu benar-benar berdiri di atas netralitas dan tidak berpihak.
Menanggapi itu, Mendagri Tito Karnavian memastikan bahwa tidak akan ada intervensi Kemendagri terhadap kerja-kerja tim seleksi. Namun, tidak ada salahnya jika pihaknya memberikan masukan terkait sosok-sosok yang akan dipilih menjadi calon anggota KPU dan Bawaslu RI mengingat situasi tahun politik 2023-2024.
Penyelenggarakan pemilu presiden, DPR, DPD dan DPRD secara serentak di 2024 lalu disusul dengan pemilihan kepala daerah serentak se-Indonesia yang diselenggarakan pada tahun yang sama tentu perlu menjadi pertimbangan dalam memilih calon anggota KPU dan Bawaslu yang akan bertugas di periode 2022-2027.
Oleh karena itu, tentu dibutuhkan sosok anggota KPU dan Bawaslu yang bukan hanya mengerti teknis kepemiluan, melainkan juga harus sehat jasmani dan rohani, kuat bekerja di bawah tekanan stres yang tinggi.
Juri Ardiantoro selaku ketua juga memastikan tim seleksi akan bekerja secara transparan, independen dan imparsial dalam menyeleksi calon anggota KPU-Bawaslu.
Tim seleksi segera menyusun jadwal dan rencana yang akan dikerjakan hingga nanti terpilihnya calon anggota KPU dan Bawaslu RI.
Kepercayaan memang harus diberikan kepada tim seleksi agar mereka bisa bekerja dengan sebaik-baiknya. Namun, masyarakat tentu harus tetap mengawal ketat proses rekrutmen dan seleksi calon anggota KPU-Bawaslu RI sehingga harapan memperoleh calon yang kompeten, independen, profesional dan berintegritas akan menjadi kenyataan.