Jakarta (ANTARA) - Daniel Mananta memecahkan rekor pribadi untuk lari maraton yang berlangsung di Berlin Marathon 2021 dengan durasi 4 jam 2 menit, lebih cepat dibandingkan perolehan waktu sebelumnya di Pocari Sweat Marathon pada Maret 2021 lalu yang ditempuh selama 4 jam 5 menit. Dia merasa senang bisa menaklukkan dirinya sendiri.
“Ini menurut gue sebuah pencapaian biarpun hanya lebih cepat 3 menit, tapi berasa banget. Ke depannya gue bisa mengalahkan diri gue yang kemarin,” kata Daniel dikutip dari keterangannya, Rabu.
Di tengah perjalanan, dia sempat mengalami kram sampai harus berhenti sejenak untuk melakukan peregangan. Kakinya kram saat dia tiba di kilometer 29. Kala itu, dia menyemangati diri sendiri dan meregangkan kaki sebelum kembali berlari.
"KM 33 emang paling sulit buat gue sebenarnya. Jadi di situ gue merasa kedua kaki gue kram. Betis gue udah terasa banget nyut-nyutannya. Abis itu gue berhenti sebentar, stretching lagi. Lalu di KM 35 atau KM 36 mulai merasa kram lagi," tutur dia.
Daniel sempat berpikir untuk melanjutkan marathon dengan berjalan kaki setiap kali merasa kram, tapi dia memaksakan diri untuk terus berlari meski pelan.
"Biarpun pelan nggak apa-apa, asal lari. Ayo lari. Coba satu step lebih dekat. Lebih dekat lagi ke garis finish.”
Daniel mengaku terinspirasi dengan para peserta Berlin Marathon yang sangat beragam. Di sana dia melihat kakek berusia hampir 70 tahun yang berhasil lari dalam waktu 3 jam 40 menit.
“Lalu ada orang-orang tunanetra lari dengan guide. Digandeng gitu larinya selama 42 km. Ada juga pelari dengan keterbatasan fisik lainnya yang mampu nyelesaiin 42 km-nya. Orang-orang pada bawa bendera negara mereka masing-masing, para supporter...Bagus banget. Gue sampe mau nangis. It's one the best marathon!” kata Daniel.
Daniel telah mempersiapkan diri untuk Berlin Marathon yang berlangsung pada 26 September dengan cara berlatih lari secara konsisten dan mengatur agar berat badan ideal sejak Mei 2021. Ketika berlari di Berlin, berat badannya 75 kilogram, lebih ringan lima kilogram dari biasanya.
Sedangkan persiapan lainnya sudah Daniel lakukan sejak 2019 untuk Tokyo Marathon dan Berlin Mararhon. Namun, dua acara tersebut diundur karena pandemi. Meskipun diundur, semangat Daniel larihan lari tak pernah kendur. Ia tetap berlatih secara konsisten. Pada awal pandemi yang mengharuskan kita di rumah saja, pun, Daniel tetap rutin berlatih fisik HIT, high-intensity training.
Setelah lari di Berlin, dia berniat mengikuti Tokyo Marathon yang tertunda. Daniel mengatakan ada World Marathon Majors di dunia marathon, yakni di Berlin, Tokyo, Chicago, New York, London, dan Boston.
"Gue berusaha ngedapetin 6 World Marathon Majors ini. Satu udah kelar, tinggal lima lagi," katanya penuh semangat.
Selama latihan lari untuk acara di Berlin, dia sengaja menempa diri dengan beberapa kali berlatih di dataran tinggi Pangalengan, Jawa Barat agar napasnya jadi lebih kuat. Latihan serupa akan dilakukan sebelum bertolak ke Tokyo Marathon.
“Ini menurut gue sebuah pencapaian biarpun hanya lebih cepat 3 menit, tapi berasa banget. Ke depannya gue bisa mengalahkan diri gue yang kemarin,” kata Daniel dikutip dari keterangannya, Rabu.
Di tengah perjalanan, dia sempat mengalami kram sampai harus berhenti sejenak untuk melakukan peregangan. Kakinya kram saat dia tiba di kilometer 29. Kala itu, dia menyemangati diri sendiri dan meregangkan kaki sebelum kembali berlari.
"KM 33 emang paling sulit buat gue sebenarnya. Jadi di situ gue merasa kedua kaki gue kram. Betis gue udah terasa banget nyut-nyutannya. Abis itu gue berhenti sebentar, stretching lagi. Lalu di KM 35 atau KM 36 mulai merasa kram lagi," tutur dia.
Daniel sempat berpikir untuk melanjutkan marathon dengan berjalan kaki setiap kali merasa kram, tapi dia memaksakan diri untuk terus berlari meski pelan.
"Biarpun pelan nggak apa-apa, asal lari. Ayo lari. Coba satu step lebih dekat. Lebih dekat lagi ke garis finish.”
Daniel mengaku terinspirasi dengan para peserta Berlin Marathon yang sangat beragam. Di sana dia melihat kakek berusia hampir 70 tahun yang berhasil lari dalam waktu 3 jam 40 menit.
“Lalu ada orang-orang tunanetra lari dengan guide. Digandeng gitu larinya selama 42 km. Ada juga pelari dengan keterbatasan fisik lainnya yang mampu nyelesaiin 42 km-nya. Orang-orang pada bawa bendera negara mereka masing-masing, para supporter...Bagus banget. Gue sampe mau nangis. It's one the best marathon!” kata Daniel.
Daniel telah mempersiapkan diri untuk Berlin Marathon yang berlangsung pada 26 September dengan cara berlatih lari secara konsisten dan mengatur agar berat badan ideal sejak Mei 2021. Ketika berlari di Berlin, berat badannya 75 kilogram, lebih ringan lima kilogram dari biasanya.
Sedangkan persiapan lainnya sudah Daniel lakukan sejak 2019 untuk Tokyo Marathon dan Berlin Mararhon. Namun, dua acara tersebut diundur karena pandemi. Meskipun diundur, semangat Daniel larihan lari tak pernah kendur. Ia tetap berlatih secara konsisten. Pada awal pandemi yang mengharuskan kita di rumah saja, pun, Daniel tetap rutin berlatih fisik HIT, high-intensity training.
Setelah lari di Berlin, dia berniat mengikuti Tokyo Marathon yang tertunda. Daniel mengatakan ada World Marathon Majors di dunia marathon, yakni di Berlin, Tokyo, Chicago, New York, London, dan Boston.
"Gue berusaha ngedapetin 6 World Marathon Majors ini. Satu udah kelar, tinggal lima lagi," katanya penuh semangat.
Selama latihan lari untuk acara di Berlin, dia sengaja menempa diri dengan beberapa kali berlatih di dataran tinggi Pangalengan, Jawa Barat agar napasnya jadi lebih kuat. Latihan serupa akan dilakukan sebelum bertolak ke Tokyo Marathon.