Palembang (ANTARA) - Sedekah adalah ibadah istimewa yang dipercayai umat muslim dapat mendatangkan rejeki dan menjauhkan diri dari marabahaya.

Bagi Siti Rahma (25), warga Jalan Sematang Borang, Kecamatan Sako, Palembang, bersedekah telah menjadi rutinitas hariannya dalam setahun terakhir.

Pedagang pakaian muslim ini merasa ada yang tidak afdhol dari kesehariannya jika tidak diawali dengan bersedekah. “Tidak banyak sih, saya rutinkan Rp10 ribu setiap hari,” kata Rahma di Palembang, Jumat (13/8/21).

Awalnya, ia bersedekah secara spontan dengan langsung memberikan bantuan ke orang tak mampu yang dijumpai di lingkungannya.

Namun, sejak mengenal Bank Syariah Indonesia (BSI) mobile banking, ia mengubah caranya bersedekah. Ini juga berkat adanya pengetahuan baru yang diterimanya, bahwa akan lebih baik bersedekah itu pada waktu shubuh.

“Jadi kan enak, tinggal buka aplikasi BSI mobile banking sudah bisa langsung sedekah di shubuh hari. Jadi benar-benar afdhol rasanya,” kata Rahma.

Tak hanya Rahma, Nur Rahmi Pangesti(40), salah seorang guru di Lembaga Pendidikan Bahasa Kota Palembang juga mendapatkan jalan kebaikan berkat memanfaatkan aplikasi bersedekah dari layanan perbankan syariahnya.

“Bisa langsung sedekah, ketika dapat kabar baik atau rejeki langsung saya buka aplikasi, bisa di mana saja dan kapan saja,” kata warga Sukabangun II Palembang ini.

Dengan adanya aplikasi ini, sedekah dapat dilakukan kapan dan di mana saja, dan tanpa harus menunda. Menurut Rahmi, itulah sesungguhnya prinsip sedekah dari umat Islam yakni harus dilakukan secara spontan.

Potensi dana zakat, infak, sedekah dan wakaf (ziswaf) di kalangan umat Islam Tanah Air tidak bisa dianggap remeh.

Berdasarkan data Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), pada 2020 diketahui total dana ziswaf yang terkumpul diperkirakan senilai Rp12,5 triliun atau tumbuh dari tahun sebelumnya yakni Rp10,6 triliun. Sedangkan 2021, jumlahnya diestimasi bisa naik hingga Rp19,77 triliun.

Meski pengumpulannya terus meningkat setiap tahun, namun dana ziswaf yang terkumpul itu belum seberapa jika dibandingkan potensinya yang diperkirakan mencapai Rp327,6 triliun.


Digitalisasi

Kepala Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Hari Widodo di Palembang, Jumat (20/8/21), mengatakan potensi ziswaf di Indonesia sungguh luar biasa namun kurang tergali maksimal lantaran adanya pemikiran di masyarakat sebatas untuk pembangunan masjid, santunan bagi anak yatim piatu dan pakir miskin.

Padahal sesungguhnya tidak demikian. Ziswaf juga diperbolehkan untuk membantu masyarakat yang kekurangan modal kerja hingga untuk jaring pengaman sosial di tengah pandemi COVID-19.

  Kepala BI Provinsi Sumatera Selatan Hari Widodo. (ANTARA/Dolly Rosana)


Untuk itu perlu adanya sosialisasi ke masyarakat mengenai ziswaf ini dalam konteks yang lebih luas, agar terjadi redistribusi kekayaan dari mereka yang berlebih untuk mereka yang kekurangan (miskin), terutama di tengah pandemi ini.

Selain itu, perlu juga diberikan pemahaman ke masyarakat bahwa bersedekah itu tidak mesti menunggu seseorang itu sudah kaya atau sudah tua.

Kalangan millenial pun dapat melakukannya dengan jumlah nominal sesuai kemampuan, misalnya seperti yang dilakukan para remaja di Pekan Baru, Provinsi Riau, yang bersedekah Rp5.000 untuk membangun infrastruktur air bersih.

“Supaya ini jadi kebiasaan, harus didorong dari usia dini,” kata Hari.

Terpenting, menurut Hari, kalangan perbankan pun harus menangkap peluang ini dengan menyediakan fitur bersedekah pada aplikasi mobile banking-nya.

Bank Indonesia menilai ini menjadi salah satu upaya mendorong peningkatan pangsa pasar perbankan syariah karena saat ini masih berada di kisaran 5-6 persen dalam industri keuangan.

Digitalisasi perbankan syariah ini dapat dimulai dengan memiliki aplikasi untuk layanan pembayaran zakat infak dan sedekah (ZIS), donasi kegiatan amal, dan lainnya.

Sejauh ini terdapat dua institusi perbankan di Sumsel yang menggarap sektor syariah yakni, Bank Sumsel Babel Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah.

“Di tengah pandemi ini menjadi momentum yang tepat bagi kalangan perbankan syariah untuk berpacu dengan perbankan konvensional melalui layanan digital,” kata Hari saat menjadi narasumber Webinar "Proyeksi 2021, Menakar Kekuatan Ekonomi Syariah di Sumsel" yang digelar oleh Jurnalis Ekonomi Syariah (JES) Palembang pada awal tahun 2021.

Ia tak menyangkal kinerja perbankan syariah belum sesuai harapan karena terdampak dari pandemi, tapi BI mengamati upayanya sudah cukup baik dalam mendorong performa.

Tapi sejatinya peluang tetap terbuka lantaran di tengah pandemi terdapat fenomena baru, yang mana masyarakat cenderung meningkat secara spiritual sehingga terjadi peningkatan pertumbuhan dana ZIS.

Untuk itu, literasi harus menyasar berbagai lapisan masyarakat dengan tentunya melibatkan para tokoh masyarakat dan tokoh agama. Sejauh ini, Bank Indonesia juga sudah meluncurkan khotbah Jumat yang berisikan tentang ekonomi syariah.

“Harapannya pesan ini tersampaikan ke masyarakat sehingga mereka mau melakukan transaksi secara syariah, termasuk untuk menyalurkan ziswaf-nya,” kata Hari.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan Reginal VII Sumatera Bagian Selatan Untung Nugroho mengatakan stagnannya market share perbankan syariah ini karena belum terlalu berkembang di sektor rill.

Selain itu, rendahnya literasi dan inklusi keuangan syariah serta digitalisasi yang belum memadai ikut menjadi tantangan dalam pengembangan industri perbankan syariah ini.

Untuk dapat mendorong sektor riil syariah bekerja optimal dibutuhkan sinergi tak hanya terbatas pada lembaga keuangan syariah tetapi juga dengan industri halal dan kementerian/lembaga terkait.

Saat ini perbankan syariah pun didorong pengembangannya melalui penguatan identitas, sinergi ekosistem, dan optimalisasi faktor pendukung.

Selain itu, kini muncul strategi baru yakni merger perbankan syariah milik negara merupakan salah satu wujud untuk memperkuat industri tersebut. Dengan merger, perbankan syariah akan masuk dalam bank umum kegiatan usaha (BUKU) IV yang memiliki modal inti minimal Rp30 triliun.

“Ini strategi baru agar perbankan syariah lebih berdaya saing dan punya kapasitas, karena sebelumnya banknya kecil-kecil (modal kecil) sehingga sulit mengembangkan layanan,” kata dia.


Kepercayaan

Sementara itu, optimalisasi pengumpulan serta penyaluran ziswaf terus dilakukan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).

Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan potensi ziswaf di Indonesia diperkirakan lebih dari Rp300 triliun, yang apabila dimobilisasi dengan baik dapat menjadi sumber pembiayaan umat untuk pembangunan, beasiswa pendidikan, membangun community development, dana CSR dan lainnya.

“Dalam menggarap potensi ini, BSI berkolaborasi dengan Baznas untuk mengumpulkan zakat dan menyebarkannya,” ujar Hery Gunardi yang dikutip dalam laman resmi BSI.

Per Maret 2021 terdapat sekitar Rp3,26 miliar dana ziswaf yang terkumpul melalui aplikasi BSI Mobile. Jumlah sumbangan ini berasal dari 99 ribu donatur, yang total transaksinya mencapai 303 ribu pada periode tersebut.

Sejauh ini kerja sama dengan Baznas untuk pengembangan pengelolaan ziswaf, yakni penggunaan kartu Co-Brand Tap Cash IB Hasanah, pembinaan manajemen mitra penghimpunan Baznas, dan pemberian akses informasi data zakat antara kedua institusi.

Ke depan, lanjut Hery, BSI berencana memperkuat kerja sama dengan memberi layanan counter untuk Baznas di setiap kantor layanan daerah, berkolaborasi dalam pengadaan fitur smart donation serta bekerja sama dalam publikasi dan literasi layanan ziswaf.

Saat ini BSI dan Baznas juga gencar mengkampanyekan Gerakan Cinta Zakat yang telah diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo belum lama ini.

Kampanye ini dibuat untuk mendorong pengumpulan ziswaf, dan memastikan penyalurannya tepat sasaran bagi mereka yang membutuhkan.
  Rahma, warga Palembang menggunakan aplikasi BSI mobile banking untuk bersedekah. (ANTARA/Dolly Rosana)


Pengamat Ekonomi bidang syariah dari Universitas Sriwijaya Palembang Isni Andriana mengatakan potensi ziswaf di Tanah Air dapat termaksimalkan asalkan semua pihak terkait harus berupaya meningkatkan kepercayaan masyarakat.

Adanya persoalan dari pengumpulan ziswaf yang dilakukan oleh berbagai lembaga, baik milik pemerintah maupun nonpemerintah dinyakini telah mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat. Apalagi sempat muncul isu terkait ketidaktepatan dalam pengelolaan dana haji, yang sejauh ini sudah dibantah oleh pemerintah.

Kondisi ini membuat masyarakat terkadang memilih langkah sendiri, seperti menggalang dana sendiri untuk pembangunan masjid atau membantu anak yatim dan fakir miskin. Pola ini sebenarnya terbilang rentan karena dapat disalahgunakan oleh oknum tak bertanggung jawab.

“Padahal ini suatu potensi, yang jika dikelola secara profesional dapat lebih tepat sasaran dibandingkan mendistribusikannya sendiri seperti yang dilakukan kalangan pribadi,” kata Kepala Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Unsri ini.

Menurut Isni, adanya langkah strategis pemerintah berupa penggabungan tiga bank syariah milik BUMN yakni PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BNI Syariah, dan PT Bank BRIsyariah Tbk menjadi PT Bank Syariah Indonesia Tbk dapat menjadi pelecut untuk optimalisasi pengumpulan serta penyaluran ziswaf di Tanah Air.

"Penggabungan yang menyatukan kekuatan ketiga bank syariah ini dapat memaksimalkan potensi keuangan dan ekonomi syariah Indonesia yang besar, salah satunya ziswaf," kata dia.

Pengelolaan ziswaf diarahkan sebagai sumber dana sosial yang bisa digunakan untuk pembiayaan produktif di berbagai sektor. Saat ini BI terus mendorong upaya pemerintah untuk mengintegrasikan sistem pengelolaan ziswaf yang profesional, berlandaskan prinsip syariah serta mengikuti perkembangan digitalisasi.

Dengan begitu potensi ziswaf yang dimiliki oleh umat ini dapat digunakan untuk semakin meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia. Harapannya, tidak terdengar lagi masyarakat Indonesia yang terjerat dalam kemiskinan.



 

Pewarta : Dolly Rosana
Editor : Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024