Yogyakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir berharap tes wawasan kebangsaan (TWK) dihentikan karena dinilai memiliki materi dan proses yang bias, reduksi dan tidak memiliki standar.
"Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) misalnya, kami Muhammadiyah secara tegas menyampaikan bahwa problem tes wawasan kebangsaan (TWK) ini dimulai dari materi dan prosesnya yang bias, reduksi dan juga tidak berstandar," kata Haedar Nashir saat menerima silaturahmi Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia (Wantimpres RI) secara daring, Senin.
Dengan problem tersebut, menurut dia, Muhammadiyah berkeberatan dengan masalah yang menyangkut TWK dan diharapkan tidak diperluas untuk aparatur sipil negara (ASN) maupun untuk kepentingan lain.
"Kita harus punya standar yang objektif dan berlaku untuk seluruh aspek dan komponen kebangsaan kita agar tidak terjadi bias, politisasi, maupun juga kontroversi," kata Haedar.
Ia berharap, selain TWK dihentikan, ke depan tidak ada lagi materi-materi serupa sehingga tidak menjadi sumber permasalahan.
"Tapi seraya dengan itu kami juga berharap ada objektivasi dari nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai agama, dan nilai-nilai luhur (kebudayaan) bangsa di dalam gerakan anti korupsi sehingga gerakan anti korupsi itu juga punya kekuatan yang bersifat jangka panjang tidak hanya dalam usaha penindakan tapi juga dalam usaha pencegahan," kata dia.
Haedar juga berharap berbagai pihak termasuk legislative, yudikatif, eksekutif serta semua institusi negara ini mem-backup KPK dan tidak ada kepentingan untuk melemahkannya.
"Begitu juga bagi komponen bangsa, tapi pada saat yang sama bagaimana KPK ini juga berjalan dengan transparan, good governance, objektif, terstandar dan para pimpinan KPK harus membawa lembaga ini betul-betul menjadi lembaga pemberantasan korupsi yang otoritatif, berwibawa, punya integritas dan tentu bisa menyelesaikan persoalan-persoalan korupsi," kata dia.
"Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) misalnya, kami Muhammadiyah secara tegas menyampaikan bahwa problem tes wawasan kebangsaan (TWK) ini dimulai dari materi dan prosesnya yang bias, reduksi dan juga tidak berstandar," kata Haedar Nashir saat menerima silaturahmi Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia (Wantimpres RI) secara daring, Senin.
Dengan problem tersebut, menurut dia, Muhammadiyah berkeberatan dengan masalah yang menyangkut TWK dan diharapkan tidak diperluas untuk aparatur sipil negara (ASN) maupun untuk kepentingan lain.
"Kita harus punya standar yang objektif dan berlaku untuk seluruh aspek dan komponen kebangsaan kita agar tidak terjadi bias, politisasi, maupun juga kontroversi," kata Haedar.
Ia berharap, selain TWK dihentikan, ke depan tidak ada lagi materi-materi serupa sehingga tidak menjadi sumber permasalahan.
"Tapi seraya dengan itu kami juga berharap ada objektivasi dari nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai agama, dan nilai-nilai luhur (kebudayaan) bangsa di dalam gerakan anti korupsi sehingga gerakan anti korupsi itu juga punya kekuatan yang bersifat jangka panjang tidak hanya dalam usaha penindakan tapi juga dalam usaha pencegahan," kata dia.
Haedar juga berharap berbagai pihak termasuk legislative, yudikatif, eksekutif serta semua institusi negara ini mem-backup KPK dan tidak ada kepentingan untuk melemahkannya.
"Begitu juga bagi komponen bangsa, tapi pada saat yang sama bagaimana KPK ini juga berjalan dengan transparan, good governance, objektif, terstandar dan para pimpinan KPK harus membawa lembaga ini betul-betul menjadi lembaga pemberantasan korupsi yang otoritatif, berwibawa, punya integritas dan tentu bisa menyelesaikan persoalan-persoalan korupsi," kata dia.