Palembang (ANTARA) - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjanjikan produksi petani dari daerah yang terpilih menjalankan program Food Estate (lumbung pangan baru) dapat diekspor.
“Program ini butuh komitmen serius dari pemerintah kabupaten, jika setuju buat kesepakatan dan tandatangani bersama maka kita bisa ekspor (hasil pertanian),” kata Syahrul dalam acara Kick Off Food Estate “Petani Bela Negri Agrosolution” di Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir, Jumat.
Ia mengatakan tidak semua daerah mendapat kepercayaan menjalankan program ini. Hanya daerah yang memiliki potensi lahan pertanian dengan luasan lebih dari 500 Hektare yang dapat menjalankan program pemerintahan Jokowi ini.
Food Estate ini pun berbeda dengan program lumbung pangan sebelumnya karena bersifat multikomoditas yakni menggabungkan antara peternakan, pertanian dan tanaman hortikultura.
Jika program ini berhasil, maka produktivitas pertanian Indonesia akan meningkat karena sejauh ini berada di urutan empat dunia.
Bukan hanya itu, dengan adanya peningkatan hasil pertanian maka sama saja dengan menjaga ketahanan pangan nasional.
Indonesia tidak perlu lagi mengimpor sejumlah komoditas seperti yang terjadi selama ini. Menurutnya, untuk kali pertama Indonesia tidak bermasalah dengan harga daging, bawang putih dan gula pada musim Lebaran lalu.
Meski enggan mengklaim ini lantaran adanya kepercayaan diri pemerintah pada kemampuan produksi dalam negeri (menolak impor), tapi ia menilai sejauh ini sudah ada sinergi yang lebih baik antarpemangku kepentingan.
“Syarat berhasilnya, urus ini dengan serius. Jika serius, pasti berhasil. Dan satu lagi, tidak bisa ada korupsi di sini,” kata dia.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mengatakan hingga kini Sumsel masih dihadapkan persoalan klasik di sektor pertanian.
Diantaranya, ketidaksingkronan data luas baku lahan sehingga berpengaruh pada alokasi bantuan beragam program pertanian, keterbatasan alokasi pupuk subsidi, hingga rendahnya produktivitas pertanian.
“Kami meminta solusi dari Mentan terkait persoalan ini karena Sumsel sangat serius untuk mencapai target peringkat tiga besar produksi beras,” kata dia.
Adanya program Food Estate ini diharapkan menjadi pelecut semangat para kepala daerah di Sumsel untuk fokus pada peningkatan sektor pertanian.
Tentunya Sumsel berharap, setelah program ini dicanangkan mendapatkan jaminan atas ketersediaan pupuk dan jaminan penyerapan pasar dengan harga yang layak.
Dirut PT Pusri Tri Wahyudi Saleh mengatakan perusahaannya berkomitmen mendukung program Food Estate ini dengan menjalankan program Agrosolution.
Dalam program tersebut, Pusri akan mendampingi petani dalam budidaya pertanian sehingga penggunaan pupuk menjadi tepat sasaran, pengaplikasian teknologi hingga penyambungan ke off-taker.
“Nanti yang ditanam petani, sudah ada yang membelinya (off-taker),” kata dia.
Provinsi Sumatera Selatan menargetkan dapat memproduksi 3,1 juta ton gabah kering giling (GKG) pada 2021 dengan meningkatkan intensitas penanaman dan produktivitas.
Sumsel harus menambah sekitar 400 ribu ton GKG karena produksi tahun 2020 itu tepatnya 2.696.103 ton GKG.
Secara nasional Sumsel masih di bawah Sulawesi Selatan dengan 4,6 juta ton GKG, Jawa Barat 9,0 juta ton GKG, Jawa Tengah 9,6 juta ton GKG dan Jawa Timur 9,9 juta ton GKG.
“Program ini butuh komitmen serius dari pemerintah kabupaten, jika setuju buat kesepakatan dan tandatangani bersama maka kita bisa ekspor (hasil pertanian),” kata Syahrul dalam acara Kick Off Food Estate “Petani Bela Negri Agrosolution” di Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir, Jumat.
Ia mengatakan tidak semua daerah mendapat kepercayaan menjalankan program ini. Hanya daerah yang memiliki potensi lahan pertanian dengan luasan lebih dari 500 Hektare yang dapat menjalankan program pemerintahan Jokowi ini.
Food Estate ini pun berbeda dengan program lumbung pangan sebelumnya karena bersifat multikomoditas yakni menggabungkan antara peternakan, pertanian dan tanaman hortikultura.
Jika program ini berhasil, maka produktivitas pertanian Indonesia akan meningkat karena sejauh ini berada di urutan empat dunia.
Bukan hanya itu, dengan adanya peningkatan hasil pertanian maka sama saja dengan menjaga ketahanan pangan nasional.
Indonesia tidak perlu lagi mengimpor sejumlah komoditas seperti yang terjadi selama ini. Menurutnya, untuk kali pertama Indonesia tidak bermasalah dengan harga daging, bawang putih dan gula pada musim Lebaran lalu.
Meski enggan mengklaim ini lantaran adanya kepercayaan diri pemerintah pada kemampuan produksi dalam negeri (menolak impor), tapi ia menilai sejauh ini sudah ada sinergi yang lebih baik antarpemangku kepentingan.
“Syarat berhasilnya, urus ini dengan serius. Jika serius, pasti berhasil. Dan satu lagi, tidak bisa ada korupsi di sini,” kata dia.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mengatakan hingga kini Sumsel masih dihadapkan persoalan klasik di sektor pertanian.
Diantaranya, ketidaksingkronan data luas baku lahan sehingga berpengaruh pada alokasi bantuan beragam program pertanian, keterbatasan alokasi pupuk subsidi, hingga rendahnya produktivitas pertanian.
“Kami meminta solusi dari Mentan terkait persoalan ini karena Sumsel sangat serius untuk mencapai target peringkat tiga besar produksi beras,” kata dia.
Adanya program Food Estate ini diharapkan menjadi pelecut semangat para kepala daerah di Sumsel untuk fokus pada peningkatan sektor pertanian.
Tentunya Sumsel berharap, setelah program ini dicanangkan mendapatkan jaminan atas ketersediaan pupuk dan jaminan penyerapan pasar dengan harga yang layak.
Dirut PT Pusri Tri Wahyudi Saleh mengatakan perusahaannya berkomitmen mendukung program Food Estate ini dengan menjalankan program Agrosolution.
Dalam program tersebut, Pusri akan mendampingi petani dalam budidaya pertanian sehingga penggunaan pupuk menjadi tepat sasaran, pengaplikasian teknologi hingga penyambungan ke off-taker.
“Nanti yang ditanam petani, sudah ada yang membelinya (off-taker),” kata dia.
Provinsi Sumatera Selatan menargetkan dapat memproduksi 3,1 juta ton gabah kering giling (GKG) pada 2021 dengan meningkatkan intensitas penanaman dan produktivitas.
Sumsel harus menambah sekitar 400 ribu ton GKG karena produksi tahun 2020 itu tepatnya 2.696.103 ton GKG.
Secara nasional Sumsel masih di bawah Sulawesi Selatan dengan 4,6 juta ton GKG, Jawa Barat 9,0 juta ton GKG, Jawa Tengah 9,6 juta ton GKG dan Jawa Timur 9,9 juta ton GKG.