Jakarta (ANTARA) - Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto divonis tiga tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti menyuap Sekretaris Mahkamah Agung 2012-2016 Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono senilai Rp35,726 miliar.
"Mengadili, menyatakan terdakwa menyatakan terdakwa Hiendra Soenjoto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut. Menghukum terdakwa dengan pidana selama 3 tahun dengan perintah tetap ditahan di rumah tahanan serta denda Rp100 juta diganti pidana kurungan selama 4 bulan," kata ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Hiendra Soenjoto divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hiendra tidak hadir di pengadilan dan mengikuti sidang pembacaan vonis melalui "video conference" dari rutan KPK. Hiendra diketahui sempat buron sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2020 dan baru ditangkap pada 29 Oktober 2020.
"Hal yang memberatkan, terdakwa pernah dihukum, terdakwa tidak mengakui perbuatan, terdakwa tidak berterus terang dan tidak mendukung program pemerintah yang sedang memberantas korupsi," tambah hakim Zaifuddin.
Vonis tersebut berdasarkan dakwaan subsider dari pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Hiendra dalam perkara ini terbukti memberikan suap kepada Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi melalui menantunya Rezky Herbiyono senilai Rp35,726 miliar.
Uang suap yang terbukti itu berbeda dengan tuntutan JPU KPK yang menyatakan Hiendra memberikan suap senilai RpRp35,726 miliar.
Suap tersebut diberikan terkait gugatan antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) mengenai perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Gugatan kedua adalah gugatan Hiendra Soenjoto melawan Azhar Umar.
Untuk pengurusan kedua perkara tersebut, Nurhadi dan Rezky telah menerima uang dari Hiendra melalui sejumlah rekening pada periode 2 Juli 2015 - 5 Februari 2016 namun ada uang yang dikembalikan Rezky sejumlah Rp10 miliar.
"Karena upaya hukum PK yang diajukan PT MIT ditolak MA sesuai dengan putusan PK tahun 2015 pada 18 Juni 2015, maka Hiendra Soenjoto meminta Rezky Herbiyono dengan mengirimkan somasi agar uangnya dikembalikan namun oleh karena uang yang diterima Rezky diganti dengan sertifikat kebun kelapa sawit di Padang Lawas Sumut sebanyak 11 sertifikat pada tahap pertama," kata hakim.
Menurut hakim, Hiendra Soenjoto lalu mengagunkan sertifikat tersebut senilai Rp10 miliar.
"Bahwa uang suap dari terdakwa Hiendra Soenjoto sejumlah Rp35,726 miliar maka Rezky Herbiyono telah menyatakan status mertuanya yaitu Nurhadi selaku Sekretaris MA dan pemanfaatan jabatan oleh Rezky tersebut di antaranya Rezky menyampaikan ke Iwan Cendekia Liman bahwa PT MIT sedang dihandle oleh Nurhadi dan dipastikan aman," tambah hakim.
Terkait dengan perkara ini Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono masing-masing divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan.
Terhadap vonis tersebut, baik Jaksa Penuntut Umum KPK maupun Hiendra menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.
"Mengadili, menyatakan terdakwa menyatakan terdakwa Hiendra Soenjoto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut. Menghukum terdakwa dengan pidana selama 3 tahun dengan perintah tetap ditahan di rumah tahanan serta denda Rp100 juta diganti pidana kurungan selama 4 bulan," kata ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Hiendra Soenjoto divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hiendra tidak hadir di pengadilan dan mengikuti sidang pembacaan vonis melalui "video conference" dari rutan KPK. Hiendra diketahui sempat buron sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2020 dan baru ditangkap pada 29 Oktober 2020.
"Hal yang memberatkan, terdakwa pernah dihukum, terdakwa tidak mengakui perbuatan, terdakwa tidak berterus terang dan tidak mendukung program pemerintah yang sedang memberantas korupsi," tambah hakim Zaifuddin.
Vonis tersebut berdasarkan dakwaan subsider dari pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Hiendra dalam perkara ini terbukti memberikan suap kepada Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi melalui menantunya Rezky Herbiyono senilai Rp35,726 miliar.
Uang suap yang terbukti itu berbeda dengan tuntutan JPU KPK yang menyatakan Hiendra memberikan suap senilai RpRp35,726 miliar.
Suap tersebut diberikan terkait gugatan antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) mengenai perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Gugatan kedua adalah gugatan Hiendra Soenjoto melawan Azhar Umar.
Untuk pengurusan kedua perkara tersebut, Nurhadi dan Rezky telah menerima uang dari Hiendra melalui sejumlah rekening pada periode 2 Juli 2015 - 5 Februari 2016 namun ada uang yang dikembalikan Rezky sejumlah Rp10 miliar.
"Karena upaya hukum PK yang diajukan PT MIT ditolak MA sesuai dengan putusan PK tahun 2015 pada 18 Juni 2015, maka Hiendra Soenjoto meminta Rezky Herbiyono dengan mengirimkan somasi agar uangnya dikembalikan namun oleh karena uang yang diterima Rezky diganti dengan sertifikat kebun kelapa sawit di Padang Lawas Sumut sebanyak 11 sertifikat pada tahap pertama," kata hakim.
Menurut hakim, Hiendra Soenjoto lalu mengagunkan sertifikat tersebut senilai Rp10 miliar.
"Bahwa uang suap dari terdakwa Hiendra Soenjoto sejumlah Rp35,726 miliar maka Rezky Herbiyono telah menyatakan status mertuanya yaitu Nurhadi selaku Sekretaris MA dan pemanfaatan jabatan oleh Rezky tersebut di antaranya Rezky menyampaikan ke Iwan Cendekia Liman bahwa PT MIT sedang dihandle oleh Nurhadi dan dipastikan aman," tambah hakim.
Terkait dengan perkara ini Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono masing-masing divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan.
Terhadap vonis tersebut, baik Jaksa Penuntut Umum KPK maupun Hiendra menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.