Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita berbagai dokumen terkait dengan bank garansi senilai Rp52,3 miliar dari dua saksi yang diperiksa pada Senin dalam kasus suap yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP).
Dua saksi, yaitu Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Rina dan Kepala Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Jakarta I (Soekarno-Hatta) periode 2017—sekarang Habrin Yake.
"Pada yang bersangkutan masing-masing dilakukan penyitaan berbagai dokumen, di antaranya terkait dengan bank garansi senilai Rp52,3 miliar yang diduga dari para eksportir yang mendapatkan izin ekspor benih bening lobster di KKP pada tahun 2020," ucap Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Edhy dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait dengan perizinan ekspor benih lobster di KKP.
Selain itu, KPK juga menyampaikan dua saksi yang tidak memenuhi panggilan untuk tersangka Edhy dan kawan-kawan, yakni Setiawan Sudrajat dari pihak swasta dan Miftah Nur Sabri selaku dosen/mantan staf khusus Edhy.
"Setiawan Sudrajat tidak hadir dan konfirmasi untuk dijadwal ulang. Miftah Nur Sabri, yang bersangkutan memberikan konfirmasi tidak bisa hadir karena saat ini sedang ada kegiatan di luar negeri," ucap Ali.
Dalam jadwal yang dikeluarkan KPK pada hari Senin ini, juga terdapat nama Robinson Paul Tarru berprofesi sebagai pengacara yang dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Edhy dan kawan-kawan. Namun, Ali mengatakan bahwa pemeriksaan terhadap Robinson telah digelar pada hari Jumat (19/3).
"Pemeriksaan telah dilakukan pada hari Jumat (19/3). Pada yang bersangkutan dilakukan penyitaan satu unit mobil yang diduga milik tersangka AMP (Andreau Misanta Pribadi/staf khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas)," katanya.
Diketahui bahwa pada hari Senin (15/3), KPK menyita uang sekitar Rp52,3 miliar yang diduga sumber uang tersebut berasal dari para eksportir yang mendapatkan izin ekspor benur di KKP pada tahun 2020.
Tersangka Edhy diduga memerintahkan Sekjen KKP agar membuat surat perintah tertulis terkait dengan penarikan jaminan bank (bank garansi) dari para eksportir kepada Kepala BKIPM KKP.
Selanjutnya, Kepala BKIPM KKP memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno-Hatta untuk menerima bank garansi tersebut.
KPK menyebut aturan penyerahan jaminan bank dari para eksportir sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benur tersebut diduga tidak pernah ada.
Dua saksi, yaitu Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Rina dan Kepala Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Jakarta I (Soekarno-Hatta) periode 2017—sekarang Habrin Yake.
"Pada yang bersangkutan masing-masing dilakukan penyitaan berbagai dokumen, di antaranya terkait dengan bank garansi senilai Rp52,3 miliar yang diduga dari para eksportir yang mendapatkan izin ekspor benih bening lobster di KKP pada tahun 2020," ucap Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Edhy dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait dengan perizinan ekspor benih lobster di KKP.
Selain itu, KPK juga menyampaikan dua saksi yang tidak memenuhi panggilan untuk tersangka Edhy dan kawan-kawan, yakni Setiawan Sudrajat dari pihak swasta dan Miftah Nur Sabri selaku dosen/mantan staf khusus Edhy.
"Setiawan Sudrajat tidak hadir dan konfirmasi untuk dijadwal ulang. Miftah Nur Sabri, yang bersangkutan memberikan konfirmasi tidak bisa hadir karena saat ini sedang ada kegiatan di luar negeri," ucap Ali.
Dalam jadwal yang dikeluarkan KPK pada hari Senin ini, juga terdapat nama Robinson Paul Tarru berprofesi sebagai pengacara yang dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Edhy dan kawan-kawan. Namun, Ali mengatakan bahwa pemeriksaan terhadap Robinson telah digelar pada hari Jumat (19/3).
"Pemeriksaan telah dilakukan pada hari Jumat (19/3). Pada yang bersangkutan dilakukan penyitaan satu unit mobil yang diduga milik tersangka AMP (Andreau Misanta Pribadi/staf khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas)," katanya.
Diketahui bahwa pada hari Senin (15/3), KPK menyita uang sekitar Rp52,3 miliar yang diduga sumber uang tersebut berasal dari para eksportir yang mendapatkan izin ekspor benur di KKP pada tahun 2020.
Tersangka Edhy diduga memerintahkan Sekjen KKP agar membuat surat perintah tertulis terkait dengan penarikan jaminan bank (bank garansi) dari para eksportir kepada Kepala BKIPM KKP.
Selanjutnya, Kepala BKIPM KKP memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno-Hatta untuk menerima bank garansi tersebut.
KPK menyebut aturan penyerahan jaminan bank dari para eksportir sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benur tersebut diduga tidak pernah ada.