Palembang (ANTARA) - Aktivis pusat pembelaan hak-hak perempuan 'Women's Crisis Center (WCC)' Palembang mendata kasus kekerasan dalam pacaran masih cukup tinggi dialami kaum perempuan di Provinsi Sumatera Selatan.
"Berdasarkan data pendampingan tindak kekerasan terhadap perempuan dalam setahun terakhir ada 111 kasus dari jumlah itu 46 di antaranya kasus tindak kekerasan dalam pacaran," kata Direktur Eksekutif WCC Palembang, Yeni Roslaini Izi di Palembang, Kamis.
Dia menjelaskan, ada tiga kategori kekerasan dalam pacaran yakni kekerasan seksual berupa sikap tidak bertanggung jawab laki-laki setelah menghamili seorang wanita, kekerasan fisik (pemukulan) dan hutang (laki-laki yang gemar berhutang dengan pasangannya tapi akhirnya ditinggalkan).
Perempuan korban kekerasan dalam pacaran sebenarnya tidak hanya mengalami masalah tiga kategori itu, di luar sana masih banyak namun mereka malu untuk melapor.
Kasus kekerasan dalam pacaran seperti fenomena gunung es, korban-korban yang tidak melapor jauh lebih banyak dibanding angka-angka resmi yang terungkap tiap tahunnya.
Menurut dia, kekerasan dalam pacaran diklasifikasi khusus karena kondisi spesifiknya dibedakan dari kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), perkosaan, dan pelecehan seksual.
DIbanding korban-korban KDRT yang sudah berani melapor ke WCC atau lembaga terkait, korban kekerasan dalam pacaran masih cenderung enggan mengungkapkan kasusnya karena korban masih menganggapnya sebagai aib, sehingga merasa tidak perlu dilaporkan, terutama para wanita yang ditinggalkan pacarnya dalam keadaan hamil (si laki-laki tidak bertanggung jawab).
"Kekerasan tidak mesti bentuknya fisik, ancaman dan janji termasuk kekerasan, misalnya laki-laki yang berjanji akan menikahi si pacar setelah berhubungan badan tapi ternyata ujungnya si laki-laki kabur, itu juga termasuk kekerasan, korban kasus ini bahkan sudah menyentuh usia pelajar SMP," ujar Yeni.
"Berdasarkan data pendampingan tindak kekerasan terhadap perempuan dalam setahun terakhir ada 111 kasus dari jumlah itu 46 di antaranya kasus tindak kekerasan dalam pacaran," kata Direktur Eksekutif WCC Palembang, Yeni Roslaini Izi di Palembang, Kamis.
Dia menjelaskan, ada tiga kategori kekerasan dalam pacaran yakni kekerasan seksual berupa sikap tidak bertanggung jawab laki-laki setelah menghamili seorang wanita, kekerasan fisik (pemukulan) dan hutang (laki-laki yang gemar berhutang dengan pasangannya tapi akhirnya ditinggalkan).
Perempuan korban kekerasan dalam pacaran sebenarnya tidak hanya mengalami masalah tiga kategori itu, di luar sana masih banyak namun mereka malu untuk melapor.
Kasus kekerasan dalam pacaran seperti fenomena gunung es, korban-korban yang tidak melapor jauh lebih banyak dibanding angka-angka resmi yang terungkap tiap tahunnya.
Menurut dia, kekerasan dalam pacaran diklasifikasi khusus karena kondisi spesifiknya dibedakan dari kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), perkosaan, dan pelecehan seksual.
DIbanding korban-korban KDRT yang sudah berani melapor ke WCC atau lembaga terkait, korban kekerasan dalam pacaran masih cenderung enggan mengungkapkan kasusnya karena korban masih menganggapnya sebagai aib, sehingga merasa tidak perlu dilaporkan, terutama para wanita yang ditinggalkan pacarnya dalam keadaan hamil (si laki-laki tidak bertanggung jawab).
"Kekerasan tidak mesti bentuknya fisik, ancaman dan janji termasuk kekerasan, misalnya laki-laki yang berjanji akan menikahi si pacar setelah berhubungan badan tapi ternyata ujungnya si laki-laki kabur, itu juga termasuk kekerasan, korban kasus ini bahkan sudah menyentuh usia pelajar SMP," ujar Yeni.