Palembang (ANTARA) - Dinas Kehutanan Sumatera Selatan menyiapkan tiga kawasan yang akan ditetapkan menjadi kawasan ekosistem esensial untuk menjaga keanekaragaman hayati serta mitigasi konflik satwa-manusia.
Plh Kabid Perlindungan Konservasi SDA dan Ekosistem Dishut Sumsel Syafrul Yunardy, Senin, mengatakan kawasan ekosistem esensial yang disiapkan itu yakni Bukit Jambul (Kabupaten Muara Enim-OKU), Meranti Dangku (Kabupaten Muba), dan SM Padang Sugihan Simpang Karan (OKI).
"Kawasan ekosistem esensial mempertimbangkan beberapa hal, salah satunya wilayah itu merupakan koridor satwa liar seperti harimau dan gajah," ujarnya.
Menurut dia tiga lokasi seluas 1,1 juta yang disiapkan itu menjadi penyangga kawasan konservasi yang sudah ada sehingga membutuhkan peran besar masyarakat sekitar kawasan konservasi.
Secara alami kawasan ekosistem esensial akan menjadi 'pagar' alami yang membatasi pemukiman warga dengan kawasan konservasi, batas-batasnya berupa sungai dan jalan yang ditandai sebagai jarak maksimal warga memasuki kawasan konservasi.
Sebab selain mencegah konflik, kawasan ekosistem esensial juga ditetapkan untuk menjaga flora endemik Sumsel tetap hidup dan dapat dimanfaatkan untuk wisata dengan pendekatan konservasi.
Kawasan ekosistem esensial sebagian besar ada di wilayah hulu sungai sehingga keberadaannya juga menyangga ketersediaan air, kata dia.
Saat ini Dishut Sumsel tengah mendata 25 desa di sekitar tiga kawasan itu karena mulai 2021 akan disosialisasikan terkait mekanisme mitigasi konflik satwa dan pengelolaan kawasan.
Seperti, imbauan untuk tidak menanam tumbuhan yang termasuk dalam pakan gajah yang berpotensi masuknya satwa dilindungi itu ke pemukiman warga.
"Selain tiga kawasan yang disiapkan ini, kami juga siapkan delapan kawasan konservasi lain untuk dibuat kawasan ekosistem esensial," kata Syafrul.*
Plh Kabid Perlindungan Konservasi SDA dan Ekosistem Dishut Sumsel Syafrul Yunardy, Senin, mengatakan kawasan ekosistem esensial yang disiapkan itu yakni Bukit Jambul (Kabupaten Muara Enim-OKU), Meranti Dangku (Kabupaten Muba), dan SM Padang Sugihan Simpang Karan (OKI).
"Kawasan ekosistem esensial mempertimbangkan beberapa hal, salah satunya wilayah itu merupakan koridor satwa liar seperti harimau dan gajah," ujarnya.
Menurut dia tiga lokasi seluas 1,1 juta yang disiapkan itu menjadi penyangga kawasan konservasi yang sudah ada sehingga membutuhkan peran besar masyarakat sekitar kawasan konservasi.
Secara alami kawasan ekosistem esensial akan menjadi 'pagar' alami yang membatasi pemukiman warga dengan kawasan konservasi, batas-batasnya berupa sungai dan jalan yang ditandai sebagai jarak maksimal warga memasuki kawasan konservasi.
Sebab selain mencegah konflik, kawasan ekosistem esensial juga ditetapkan untuk menjaga flora endemik Sumsel tetap hidup dan dapat dimanfaatkan untuk wisata dengan pendekatan konservasi.
Kawasan ekosistem esensial sebagian besar ada di wilayah hulu sungai sehingga keberadaannya juga menyangga ketersediaan air, kata dia.
Saat ini Dishut Sumsel tengah mendata 25 desa di sekitar tiga kawasan itu karena mulai 2021 akan disosialisasikan terkait mekanisme mitigasi konflik satwa dan pengelolaan kawasan.
Seperti, imbauan untuk tidak menanam tumbuhan yang termasuk dalam pakan gajah yang berpotensi masuknya satwa dilindungi itu ke pemukiman warga.
"Selain tiga kawasan yang disiapkan ini, kami juga siapkan delapan kawasan konservasi lain untuk dibuat kawasan ekosistem esensial," kata Syafrul.*