Jakarta (ANTARA) - Pengamat Hukum Ekonomi Pusat Studi Hukum Kebijakan Indonesia (PSHK) Muhammad Faiz mengharapkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membuat audit khusus yang dapat mengatasi persoalan dana WanaArtha Life.
Faiz dalam pernyataan di Jakarta, Jumat, mengatakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu ini mempunyai sasaran untuk memisahkan dana nasabah dengan dana lain dalam rekening efek yang terkait dengan kasus pelanggaran hukum.
"Ada baiknya, ada audit terhadap hal itu. Ini untuk melihat mana dana nasabah, mana yang bukan. Bagaimanapun nasabah harus dilindungi. Mungkin mereka mempunyai kebutuhan mendesak yang bergantung kepada dana tadi," katanya.
Menurut dia, audit khusus yang diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara juga diperlukan agar dana nasabah bisa diselamatkan dan industri keuangan punya reputasi yang bagus.
"Sebagai otoritas keuangan di Indonesia dan bentuk upaya melindungi konsumen, sebaiknya OJK bersama dengan Self-Regulatory Organization di pasar modal, juga berkomunikasi dengan Kejagung terkait hal pemisahan rekening efek ini," kata Faiz.
Selain itu, ia juga mengingatkan perlunya peningkatan intensitas pengawasan khususnya yang terkait onsite supervision dan meninjau atau evaluasi metode atau cara pengawasan yang selama ini sudah dijalankan OJK.
Pengamat Asuransi Azuarini Diah menambahkan audit tersebut dibutuhkan, karena ibarat sebuah perusahaan, negara merupakan perusahaan besar yang menghasilkan banyak transaksi yang membutuhkan sebuah auditor khusus.
Untuk itu, terkait pemisahan antara dana yang dicurigai terkait kejahatan pidana dengan dana nasabah WanaArtha Life, ia sepakat untuk secepatnya dilakukan audit agar tidak makin membuat masyarakat merugi akibat dana investasinya tersandera.
"Belum lagi kepercayaan masyarakat yang menurun terhadap produk produk asuransi sejenis," katanya.
Ia menegaskan tujuan penyitaan dan pembekuan rekening yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) adalah untuk mengamankan pengembalian kerugian negara akibat kasus Jiwasraya. Namun, bukan berarti semua dana dalam rekening, di luar jumlah kerugian negara juga ikut dibekukan.
"Seharusnya tidak semua orang harus jadi korban dan dilibatkan dengan kasus yang terjadi, hanya karena membeli saham yang kebetulan sama dengan yang dimiliki Jiwasraya," ujar Diah.
Sebelumnya, 13 SRE dan 42 IFUA (Investor Fund Unit Account) WanaArtha Life telah diblokir Kustodian Sentra Efek (KSEI) pada 21 Januari 2020, atas instruksi OJK karena permintaan Kejagung. Jika dihitung, nilai efek yang diblokir KSEI waktu itu sekitar Rp3 triliun.
Nilai tersebut terdiri dari nilai aset investasi WanaArtha Life di saham sebesar Rp1,44 triliun dan di reksadana sebesar Rp1,54 triliun. Sumber lain menyebutkan, dana di rekening WanaArtha Life yang dibekukan mencapai Rp4,1 triliun.
Karena adanya pemblokiran ini, maka WanaArtha kesulitan membayar manfaat klaim pemegang polis dan mengalami gagal bayar pada bulan-bulan berikutnya. Saat ini, pemegang polis WanaArtha Life tercatat sebanyak 26.000 polis, terdiri dari produk dwiguna dan unit link.
Dalam konferensi pers virtual, OJK mengaku belum bisa memberikan informasi lanjutan terkait dengan nasib nasabah atau pemegang WanaArtha Life. Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi beralasan pembahasan terkait suntikan modal dan proses hukum masih berjalan.
Menurut dia, OJK sudah melakukan beberapa kali diskusi dengan pemegang saham dan manajemen perusahaan asuransi jiwa tersebut. Namun pemegang saham belum bisa memberikan respons terkait dengan penambahan modal perusahaan.
"WanaArtha Life sudah beberapa kali diskusi, tapi pemegang saham belum bisa kasih respons mengenai tambahan modal, proses hukum masih berlaku kita masih amati proses sedang berjalan," katanya.
Faiz dalam pernyataan di Jakarta, Jumat, mengatakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu ini mempunyai sasaran untuk memisahkan dana nasabah dengan dana lain dalam rekening efek yang terkait dengan kasus pelanggaran hukum.
"Ada baiknya, ada audit terhadap hal itu. Ini untuk melihat mana dana nasabah, mana yang bukan. Bagaimanapun nasabah harus dilindungi. Mungkin mereka mempunyai kebutuhan mendesak yang bergantung kepada dana tadi," katanya.
Menurut dia, audit khusus yang diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara juga diperlukan agar dana nasabah bisa diselamatkan dan industri keuangan punya reputasi yang bagus.
"Sebagai otoritas keuangan di Indonesia dan bentuk upaya melindungi konsumen, sebaiknya OJK bersama dengan Self-Regulatory Organization di pasar modal, juga berkomunikasi dengan Kejagung terkait hal pemisahan rekening efek ini," kata Faiz.
Selain itu, ia juga mengingatkan perlunya peningkatan intensitas pengawasan khususnya yang terkait onsite supervision dan meninjau atau evaluasi metode atau cara pengawasan yang selama ini sudah dijalankan OJK.
Pengamat Asuransi Azuarini Diah menambahkan audit tersebut dibutuhkan, karena ibarat sebuah perusahaan, negara merupakan perusahaan besar yang menghasilkan banyak transaksi yang membutuhkan sebuah auditor khusus.
Untuk itu, terkait pemisahan antara dana yang dicurigai terkait kejahatan pidana dengan dana nasabah WanaArtha Life, ia sepakat untuk secepatnya dilakukan audit agar tidak makin membuat masyarakat merugi akibat dana investasinya tersandera.
"Belum lagi kepercayaan masyarakat yang menurun terhadap produk produk asuransi sejenis," katanya.
Ia menegaskan tujuan penyitaan dan pembekuan rekening yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) adalah untuk mengamankan pengembalian kerugian negara akibat kasus Jiwasraya. Namun, bukan berarti semua dana dalam rekening, di luar jumlah kerugian negara juga ikut dibekukan.
"Seharusnya tidak semua orang harus jadi korban dan dilibatkan dengan kasus yang terjadi, hanya karena membeli saham yang kebetulan sama dengan yang dimiliki Jiwasraya," ujar Diah.
Sebelumnya, 13 SRE dan 42 IFUA (Investor Fund Unit Account) WanaArtha Life telah diblokir Kustodian Sentra Efek (KSEI) pada 21 Januari 2020, atas instruksi OJK karena permintaan Kejagung. Jika dihitung, nilai efek yang diblokir KSEI waktu itu sekitar Rp3 triliun.
Nilai tersebut terdiri dari nilai aset investasi WanaArtha Life di saham sebesar Rp1,44 triliun dan di reksadana sebesar Rp1,54 triliun. Sumber lain menyebutkan, dana di rekening WanaArtha Life yang dibekukan mencapai Rp4,1 triliun.
Karena adanya pemblokiran ini, maka WanaArtha kesulitan membayar manfaat klaim pemegang polis dan mengalami gagal bayar pada bulan-bulan berikutnya. Saat ini, pemegang polis WanaArtha Life tercatat sebanyak 26.000 polis, terdiri dari produk dwiguna dan unit link.
Dalam konferensi pers virtual, OJK mengaku belum bisa memberikan informasi lanjutan terkait dengan nasib nasabah atau pemegang WanaArtha Life. Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi beralasan pembahasan terkait suntikan modal dan proses hukum masih berjalan.
Menurut dia, OJK sudah melakukan beberapa kali diskusi dengan pemegang saham dan manajemen perusahaan asuransi jiwa tersebut. Namun pemegang saham belum bisa memberikan respons terkait dengan penambahan modal perusahaan.
"WanaArtha Life sudah beberapa kali diskusi, tapi pemegang saham belum bisa kasih respons mengenai tambahan modal, proses hukum masih berlaku kita masih amati proses sedang berjalan," katanya.