Palembang (ANTARA) - Petani karet di Sumatera Selatan tertarik membentuk unit pengolahan dan pemasaran bahan olah karet atau UPPB karena dinilai lebih menguntungkan.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Dinas Perkebunan Sumsel Rudi Arpian di Palembang, Rabu, mengatakan saat ini total UPPB yang tersebar di Sumsel mencapai 268 unit.
“Terbaru ada pembentukan UPPB di Desa Suka Makmur, Kecamatan Nibung, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara). Ini merupakan UPPB pertama yang ada di kabupaten itu,” kata dia.
Rudi memaparkan ada sekitar 100 petani karet yang berasal dari 4 kelompok tani di daerah itu bergabung di UPPB tersebut.
Menurut dia, selisih harga karet yang bisa didapat petani di Nibung bisa mencapai Rp3.400 per Kilogram jika menjualnya lewat UPPB ketimbang melalui pedagang pengumpul.
“Artinya, jika petani panen 100 kg karet per minggu, maka ada selisih harga sebesar Rp340.000 per minggu atau dalam sebulan Rp1,36 juta,” katanya.
Rudi menjelaskan pendapatan Rp1,36 juta tersebut diharapkan dapat menutupi kebutuhan dapur petani selama satu bulan.
Adapun luas areal karet di Kabupaten Muratara mencapai 182.203 Hektare sementara produksi sebanyak 141.105 ton.
“Kami melihat setidaknya ada potensi pembentukan 15 UPPB di Kabupaten Muratara,” katanya.
Dia mengemukakan syarat pembentukan UPPB mencakup luasan kebun yang paling kurang 100 ha dan produksi lateks minimal 800 kg karet kering setiap 3 hari.
Para kelompok tani juga harus memiliki bangunan UPH/gudang dan sarana kerja peralatan pengolahan sederhana, berupa bak pembeku, alat timbangan 500 Kg, bahan penggumpal anjuran dan lantai jemur.
“Mereka juga memiliki tenaga teknis (penyadapan, pembelian, pasca panen, pengawas mutu bokar) yang berasal dari salah satu anggota yang sudah terlatih,” katanya.
Rudi mengatakan pemasaran bokar melalui UPPB masuk dalam kategori pemasaran terorganisir. Alurnya, petani dalam UPPB dapat menjual hasil panen melalui sistem kemitraan dan lelang kepada pabrik pengolah atau eksportir.
Sementara dalam pemasaran tradisional, petani harus melewati rantai penjualan ke pedagang desa, pedagang besar, pool pabrik pengolah untuk kemudian berakhir di pabrik pengolah.
“Salah satu tujuan UPPB adalah memperpendek rantai pasar yang cukup panjang juga meningkatkan nilai tambah bagi petani karet,” kata dia.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Dinas Perkebunan Sumsel Rudi Arpian di Palembang, Rabu, mengatakan saat ini total UPPB yang tersebar di Sumsel mencapai 268 unit.
“Terbaru ada pembentukan UPPB di Desa Suka Makmur, Kecamatan Nibung, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara). Ini merupakan UPPB pertama yang ada di kabupaten itu,” kata dia.
Rudi memaparkan ada sekitar 100 petani karet yang berasal dari 4 kelompok tani di daerah itu bergabung di UPPB tersebut.
Menurut dia, selisih harga karet yang bisa didapat petani di Nibung bisa mencapai Rp3.400 per Kilogram jika menjualnya lewat UPPB ketimbang melalui pedagang pengumpul.
“Artinya, jika petani panen 100 kg karet per minggu, maka ada selisih harga sebesar Rp340.000 per minggu atau dalam sebulan Rp1,36 juta,” katanya.
Rudi menjelaskan pendapatan Rp1,36 juta tersebut diharapkan dapat menutupi kebutuhan dapur petani selama satu bulan.
Adapun luas areal karet di Kabupaten Muratara mencapai 182.203 Hektare sementara produksi sebanyak 141.105 ton.
“Kami melihat setidaknya ada potensi pembentukan 15 UPPB di Kabupaten Muratara,” katanya.
Dia mengemukakan syarat pembentukan UPPB mencakup luasan kebun yang paling kurang 100 ha dan produksi lateks minimal 800 kg karet kering setiap 3 hari.
Para kelompok tani juga harus memiliki bangunan UPH/gudang dan sarana kerja peralatan pengolahan sederhana, berupa bak pembeku, alat timbangan 500 Kg, bahan penggumpal anjuran dan lantai jemur.
“Mereka juga memiliki tenaga teknis (penyadapan, pembelian, pasca panen, pengawas mutu bokar) yang berasal dari salah satu anggota yang sudah terlatih,” katanya.
Rudi mengatakan pemasaran bokar melalui UPPB masuk dalam kategori pemasaran terorganisir. Alurnya, petani dalam UPPB dapat menjual hasil panen melalui sistem kemitraan dan lelang kepada pabrik pengolah atau eksportir.
Sementara dalam pemasaran tradisional, petani harus melewati rantai penjualan ke pedagang desa, pedagang besar, pool pabrik pengolah untuk kemudian berakhir di pabrik pengolah.
“Salah satu tujuan UPPB adalah memperpendek rantai pasar yang cukup panjang juga meningkatkan nilai tambah bagi petani karet,” kata dia.