Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Presiden Joko Widodo meminta agar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2021 difokuskan ke empat program besar yaitu ketahanan pangan, sektor industri, pengembangan infrastruktur dan teknologi informasi serta pendidikan dan kesehatan.
"Prioritas ini yang akan kita dukung untuk penambahan belanja, yakni pertama dari sisi ketahanan pangan sebagai prioritas paling tinggi," kata Sri Mulyani di kantornya di Jakarta, Selasa.
Sri Mulyani menyampaikan hal tersebut seusai mengikuti rapat terbatas dengan topik "Rancangan Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2021" yang dilakukan melalui fasilitas "vidoe conference" yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Srimulyani: Pemulihan ekonomi sangat tergantung penanganan COVID-19
"Untuk ketahanan pangan ini kementerian yang sudah dapat anggaran adalah Kementerian Pertanian, Kementerian PUPR, Kementerian ATR, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan, apakah itu untuk pembukaan lahan baru atau lahan yang sudah ada semua bisa dilakukan oleh Kementan didukung juga Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)," ungkap Sri Mulyani.
KKP dalam hal ini juga berfungsi mendukung ketahanan pangan karena pangan tidak hanya didapat dari tanaman tapi juga sumber daya kelautan dan perikanan.
Baca juga: Presiden Jokowi: Jika kuartal III ekonomi tidak naik, situasi lebih sulit
"Kita dukung sepenuhnya karena Presiden minta fokus agar selain menciptakan ketahanan pangan tapi juga menumbuhkan kesempatan kerja karena tujuan APBN 2021 bukan hanya mencapai pertumbuhan (growth) tapi juga pengurangan kemiskinan," tambah Sri Mulyani.
Sektor kedua adalah penguatan sektor industri melalui pusat-pusat kawasan industri baik kawasan yang akan direvitalisasi atau membuka baru kawasan.
Baca juga: Menkeu ungkap peluang Indonesia selamat dari resesi ekonomi
"Tujuannya untuk menarik 'capital inflow' karena tujuannya Indonesia adalah untuk bisa menarik industri manufaktur dan investasi bisa berjalan maksimal sehingga menciptakan kesempatan kerja lebih banyak," ungkap Sri Mulyani.
Sektor ketiga adalah infrastruktur dan teknologi komunikasi dan informasi (ICT) karena dapat meningkatkan kemampuan produktivitas belanja negara.
"Menkominfo mengatakan sudah punya program konektivitas untuk semua daerah terpencil sehingga semua puskesmas, desa, sekolah, madrasah dapat terkoneksi, di manapun orang itu berada di indonesia bisa tetap terkoneksi internetnya secara merata dan kuat," tambah Sri Mulyani.
Baca juga: Pusri mulai operasionalkan pabrik pupuk NPK Fusion II
Sektor keempat adalah pendidikan dan kesehatan yang besaran anggarannya sudah ditetapkan oleh undang-undang.
"Karena dengan defisit naik maka ada anggaran yang 'mandatory' (wajib) yaitu 20 persen untuk pendidikan dan 5 persen untuk kesehatan. Anggaran pendidikan harus kita gunakan untuk memperbaiki sistem karena tambahan dana cadangan pendidikan memberikan lebih dari Rp30 triliun dan kesehatan memberikan tambahan Rp9 triliun dari defisit ini. Ini yang diminta Bapak Presiden difokuskan," jelas Sri Mulyani.
Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menaikkan defisit dalam RAPBN 2021 menjadi 5,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) untuk mendukung pembiayaan program prioritas, termasuk penanganan dampak COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
Defisit tersebut lebih tinggi dibanding desain awal yang sudah disepakati dengan DPR yaitu 4,17 persen sehingga dengan dengan defisit 5,2 persen terhadap PDB pemerintah akan memiliki cadangan belanja sebesar Rp179 triliun
"Tambahan bantalan 1 persen dengan GDP itu dengan menggunakan sumber-sumber pembiayaan yang kita perkirakan akan memberikan dampak stabilitas terhadap Surat Berharga Negara (SBN), apakah mengandalkan 'issued' SBN baik domestik maupun global, konvensional maupun syariah, retail maupun non-retail akan dioptimalkan sehingga mendapatkan komposisi yang stabil," ungkap Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga mengaku akan berkomunikasi dengan Bank Indonesia agar berjalan seperti Surat Keputusan Bersama (SKB) pembagian beban (burden sharing) biaya pemulihan ekonomi.
"Kemudian ada juga sumber pembiayaan lain seperti dari bilateral dan multilateral agar kita mendapat sumber dana relatif murah dan produktivitas maksimal. Hal lain adalah melakukan pengelolaan dari 'outstanding' utang secara hati-hati karena dengan meningkatnya defisit maka 'debt to GDP ratio' kita bisa mendekati 40 persen," tambah Sri Mulyani.
"Prioritas ini yang akan kita dukung untuk penambahan belanja, yakni pertama dari sisi ketahanan pangan sebagai prioritas paling tinggi," kata Sri Mulyani di kantornya di Jakarta, Selasa.
Sri Mulyani menyampaikan hal tersebut seusai mengikuti rapat terbatas dengan topik "Rancangan Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2021" yang dilakukan melalui fasilitas "vidoe conference" yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Srimulyani: Pemulihan ekonomi sangat tergantung penanganan COVID-19
"Untuk ketahanan pangan ini kementerian yang sudah dapat anggaran adalah Kementerian Pertanian, Kementerian PUPR, Kementerian ATR, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan, apakah itu untuk pembukaan lahan baru atau lahan yang sudah ada semua bisa dilakukan oleh Kementan didukung juga Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)," ungkap Sri Mulyani.
KKP dalam hal ini juga berfungsi mendukung ketahanan pangan karena pangan tidak hanya didapat dari tanaman tapi juga sumber daya kelautan dan perikanan.
Baca juga: Presiden Jokowi: Jika kuartal III ekonomi tidak naik, situasi lebih sulit
"Kita dukung sepenuhnya karena Presiden minta fokus agar selain menciptakan ketahanan pangan tapi juga menumbuhkan kesempatan kerja karena tujuan APBN 2021 bukan hanya mencapai pertumbuhan (growth) tapi juga pengurangan kemiskinan," tambah Sri Mulyani.
Sektor kedua adalah penguatan sektor industri melalui pusat-pusat kawasan industri baik kawasan yang akan direvitalisasi atau membuka baru kawasan.
Baca juga: Menkeu ungkap peluang Indonesia selamat dari resesi ekonomi
"Tujuannya untuk menarik 'capital inflow' karena tujuannya Indonesia adalah untuk bisa menarik industri manufaktur dan investasi bisa berjalan maksimal sehingga menciptakan kesempatan kerja lebih banyak," ungkap Sri Mulyani.
Sektor ketiga adalah infrastruktur dan teknologi komunikasi dan informasi (ICT) karena dapat meningkatkan kemampuan produktivitas belanja negara.
"Menkominfo mengatakan sudah punya program konektivitas untuk semua daerah terpencil sehingga semua puskesmas, desa, sekolah, madrasah dapat terkoneksi, di manapun orang itu berada di indonesia bisa tetap terkoneksi internetnya secara merata dan kuat," tambah Sri Mulyani.
Baca juga: Pusri mulai operasionalkan pabrik pupuk NPK Fusion II
Sektor keempat adalah pendidikan dan kesehatan yang besaran anggarannya sudah ditetapkan oleh undang-undang.
"Karena dengan defisit naik maka ada anggaran yang 'mandatory' (wajib) yaitu 20 persen untuk pendidikan dan 5 persen untuk kesehatan. Anggaran pendidikan harus kita gunakan untuk memperbaiki sistem karena tambahan dana cadangan pendidikan memberikan lebih dari Rp30 triliun dan kesehatan memberikan tambahan Rp9 triliun dari defisit ini. Ini yang diminta Bapak Presiden difokuskan," jelas Sri Mulyani.
Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menaikkan defisit dalam RAPBN 2021 menjadi 5,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) untuk mendukung pembiayaan program prioritas, termasuk penanganan dampak COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
Defisit tersebut lebih tinggi dibanding desain awal yang sudah disepakati dengan DPR yaitu 4,17 persen sehingga dengan dengan defisit 5,2 persen terhadap PDB pemerintah akan memiliki cadangan belanja sebesar Rp179 triliun
"Tambahan bantalan 1 persen dengan GDP itu dengan menggunakan sumber-sumber pembiayaan yang kita perkirakan akan memberikan dampak stabilitas terhadap Surat Berharga Negara (SBN), apakah mengandalkan 'issued' SBN baik domestik maupun global, konvensional maupun syariah, retail maupun non-retail akan dioptimalkan sehingga mendapatkan komposisi yang stabil," ungkap Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga mengaku akan berkomunikasi dengan Bank Indonesia agar berjalan seperti Surat Keputusan Bersama (SKB) pembagian beban (burden sharing) biaya pemulihan ekonomi.
"Kemudian ada juga sumber pembiayaan lain seperti dari bilateral dan multilateral agar kita mendapat sumber dana relatif murah dan produktivitas maksimal. Hal lain adalah melakukan pengelolaan dari 'outstanding' utang secara hati-hati karena dengan meningkatnya defisit maka 'debt to GDP ratio' kita bisa mendekati 40 persen," tambah Sri Mulyani.